Sebelum membaca tulisan ini, lebih baik membaca 3 seri tulisan sebelumnya: spiritual, sosial, dan psikologis. Supaya sambung paham, terima kasih!
Tiada kesia-siaan dalam kebaikan. Tidak mungkin Allah menciptakan dan memerintahkan sesuatu tanpa ada dasar tujuan dan hikmah di baliknya, agar dijadikan pelajaran. Apalagi untuk urusan ibadah, apalagi untuk urusan puasa. Sebagaimana sholat yang memiliki unsur kesehatan di setiap gerakannya, puasa pun seperti itu. Tapi, dikarenakan puasa adalah ibadah sirri atau tersembunyi, maka hikmah kesehatan atau medikal ini diperuntukkan bagi organ-organ yang sirri atau tersembunyi: organ-organ dalam.
Di pembahasan terakhir dari buku Kearifan Syariat, membawa kita pada pembahasan hikmah medikal.
Pada umumnya, seseorang memiliki kebiasaan makan tiga kali dalam sehari. Dengan kebiasaan ini, secara tidak sadar, dia telah memaksa organ pencernaannya untuk bekerja terus menerus tanpa memberi kesempatan beristirahat. Setiap makanan yang masuk akan ditampung dan dicerna selama kurang lebih empat jam di dalam lambung. Selama itu pula, makanan dicerna dan dipersiapkan pada kondisi keasaman tertentu dan mengamankannya dari infeksi-infeksi serta diteruskan sedikit demi sedikit menuju usus halus sampai lambung dalam keadaan kosong. Di usus halus, makanan disempurnakan pencernaannya selama kurang lebih empat jam. Jadi setelah menikmati makanan, alat-alat pencernaan terus bekerja dan baru bisa beristirahat setelah kurang lebih delapan jam.
Dengan melaksanakan aktivitas makan pagi ada jam 07.00, organ pencernaan baru berhenti bekerja delapan jam berikutnya, yakni pada pukul 15.00. Seandainya makan siang dilakukan pukul 14.00, sistem pencernaan sudah disuruh lagi memproses makanan yang baru masuk sampai pukul 22.00, padahal pekerjaan yang pertama belum selesai. Belum selesai aktivitas kerja sistem pencernaan memproses makan siang, dia akan dipaksa bekerja lagi jika makan malam dilakukan pukul 20.00, dan baru berakhir pada jam 02.00 pagi. Kita bisa membayangkan betapa sistem pencernaan bekerja keras sepanjang tahun, hampir tanpa istirahat. Dengan berpuasa selama sebulan pada bulan Ramadhan, minimal ada enam jam waktu istirahat bagi organ pencernaan dalam sehari.
Memang benar kuantitas asupan makanan yang masuk selama berpuasa mengalami penurunan. Namun, hal ini tidak berdampak menurunnya gizi yang diserap oleh tubuh. Justru sebaliknya, gizi yang diserap oleh tubuh kualitasnya lebih baik disebabkan organ pencernaan tidak dibebani dengan tugas yang berat sehingga memungkinkan untuk memproses dan menyerap gizi dengan optimal.
Makvadon, seorang ahli kesehatan Amerika, menulis bahwa setiap orang butuh puasa meskipun ia tidak sakit karena racun-racun dalam makanan dan obat-obat kimia yang berkumpul dalam badan akan menjadikan seseorang seperti orang sakit. Semangatnya menurun dan tubuhnya terasa berat. Ketika berpuasa ia akan merasa memiliki bobot tubuh yang ringan. Racun-racun (toxin) akan terurai setelah terkumpul, lalu akan hilang dari tubuh. Akhirnya, tubuh menjadi bersih dari racun-racun tersebut.
Menurut hasil penelitian di Osaka, Jepang tahun 1930, setelah memasuki hari ke-7 berpuasa, jumlah sel darah putih dalam darah orang yang berpuasa meningkat. Pada minggu pertama (hari ke-1 sampai hari ke-6) berpuasa, tidak ditemukan pertumbuhan sel darah putih. Namun, pada hari ke-7 sampai hari ke-10, penambahan jumlah sel darah putihnya pesat sekali. Penambahan jumlah sel darah putih ini secara otomatis meningkatkan kekebalan tubuh. Sel-sel darah putih ini berfungsi melawan peradangan yang ada dalam tubuh sehingga banyak penyakit radang yang bisa disembuhkan dengan berpuasa. Misalnya, radang tenggorokan, radang hidung, radang amandel, radang lambung, radang usus, dan radang persendian
Tanpa kita sadari, di dalam tubuh manusia ternyata terdapat parasit-parasit yang menumpang hidup, termasuk menumpang makan dan minum. Dengan menghentikan suplai makanan, kuman-kuman penyakit, bakteri-bakteri, dan sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup. Mereka akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang mati dan toksin.
Di klinik Pyrmont, Jerman, Dr. Otto Buchinger dan kawan-kawannya telah menyembuhkan banyak pasien dengan terapi puasa. Setelah para pasien dirawat secara medis selama sekitar 24 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata mereka lebih segar kembali baik secara fisik maupun secara mental. Mereka juga lebih bergairah hidup. Menurut pengalaman terapi di klinik ini, berbagai penyakit, seperti ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag, dan insomnia, dapat disembuhkan melalui puasa.
Demikian juga yang terjadi di Moskow Institute of Psychiatry. Menurut Dr. Yuli Nekolar, setelah mengadakan riset dia menyatakan bahwa upaya penyembuhan secara medis yang disertai dengan puasa hasilnya akan lebih baik dan lebih cepat. Hal ini juga telah dibuktikan oleh para pasien yang menjalani terapi puasa di klinik Health Spa di Amerika.
Puasa bisa bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah hingga mencapai kadar seimbang. Pada saat berpuasa kelenjar pankreas memiliki kesempatan untuk istirahat. Metode pengobatan diabetes dengan sistem puasa selama lebih dari 10 jam dan kurang dari 20 ja telah dipraktikkan di seluruh dunia. Metode semacam ini telah mencapai hasil yang menakjubkan tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi satu pun.
Dalam sebuah hadis disebutkan,
قال عبد الله كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم شبابا لا نجد شيئا فقال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم يا معشر الشباب من استطاع الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطيع فعليه بالصوم فإنه له وجاه.
“Abdullah berkata, kami bersama Rasulullah adalah orang-orang muda yang tidak menemukan sesuatu (untuk melampiaskan nafsu seksual). Kemudian, Rasulullah berkata, ‘Wahai para pemuda, barangsiapa memiliki modal, maka hendaknya ia menikah karena hal itu lebih bisa menahan pada pandangan dan lebih bisa menahan pada kemaluan. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya ia berpuasa karena puasa adalah pengekang baginya.” (HR. Al-Bukhari No. 5.066).
Oleh Rasulullah Saw., puasa dijadikan sebagai solusi alternatif bagi mereka yang hasrat libidonya meluap-luap, namun belum siap untuk melangsungkan pernikahan. Solusi yang ditawarkan Rasulullah Saw. lima belas abad silam ini, saat ini berhasil dibuktikan keakuratannya oleh para ilmuwan.
Sebuah penelitian tentang pengaruh hormon seks bagi laki-laki pernah dilakukan di sebuah rumah sakit di Amerika. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 orang yang berusia sekitar 26 dan 45 tahun melalui tiga tahap selama delapan belas hari. Tahap pertama, mereka makan seperti biasa selama tiga hari. Tahap kedua, dengan berpuasa sepuluh hari, tidak makan dan minum siang malam, kecuali air putih yang boleh dikonsumsi siang dan malam. Tahap ketiga, mereka diberi makan lagi seperti sedia kala selama lima hari.
Hasil tes darah yang dilakukan menunjukkan bahwa hormon seks laki-laki (testosteron) mengalami penurunan dengan frekuensi sangat tinggi ketika menjalani puasa selama sepuluh hari. Penurunan hormon terus berlangsung sampai tiga hari setelah diberi asupan makanan ketika menjalani tahap ketiga. Pada hari keempat terjadi peningkatan kualitas hormon testosteron dibandingkan sewaktu sebelum puasa. Jadi puasa di samping mampu menurunkan hormon seks juga meningkatkan kualitas hormon tersebut.
Kitab Ta’limul Muta’alim karya az Zarnuji merupakan salah satu kitab klasik yang hingga saat ini dijadikan sasaran kritik oleh kalangan akademis. Kritik mereka banyak dikaitkan dengan isi kitab itu yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan zaman karena banyak terdapat doktrin-doktrin yang tidak logis dan bertentangan dengan ilmu kesehatan.
Kalangan pesantren yang masih menjadikan kitab ini sebagai salah satu materi wajib dalam kurikulum madrasahnya tidak pernah sungguh-sungguh menanggapi kritik yang dilontarkan. Mungkin, karena kalangan pesantren memiliki keyakinan tidak semua hal harus dirasionalkan. Ada wilayah-wilayah tertentu yang akal kita tidak sanggup menalarnya. Atau juga bisa disebabkan, apa yang dituntut oleh kalangan akademis adalah pembuktian secara logis melalui riset ilmiah. Sesuatu yang kaum santri tidak memiliki spesialisasi di bidang ini. Fakta bahwa kiat-kiat belajar dalam kitab Ta’limul Muta’alim telah terbukti sukses menjadi pedoman utama para ulama selama menjalani proses belajarnya sehingga mengantarkan mereka menjadi ulama besar, mungkin satu-satunya argumen yang bisa disampaikan kalangan pesantren.
Belajar yang paling efektif adalah pada saat perut lapar. Inilah salah satu kiat sukses belajar dalam kitab Ta’limul Muta’alim yang memantik kontroversi. Banyak orang beranggapan ini adalah teori yang sangat tidak logis. Bagaimana mungkin bisa meraih hasil maksimal dalam belajar ketika kondisi tubuh lemah dan tidak bergairah disebabkan lapar. Namun, ternyata ilmu kedokteran mampu menjawab keraguan ini dan membenarkan teori dalam kitab Ta’limul Muta’alim.
Pada saat perut kenyang, banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan. Sewaktu seseorang berpuasa dan perut kosong, maka volume darah di bagian pencernaan dapat dikurangi dan dipakai untuk keperluan lain terutama untuk melayani otak. Dalam sebuah pepatah Arab dikatakan,
البطنة تذهب بالفطنة
“Kekenyangan menghilangkan kecerdasan.”
لا تدخل الحكمة جوفا ملئ طعاما
“Hikmah tidak akan memasuki perut yang penuh dengan makanan.”
كثيرة شحم بطونهم قليلة فقه قلوبهم
“Yang banyak lemak perutnya, sedikit kecerdasan hatinya.”
Pepatah-pepatah yang penulis sebutkan di atas mengingatkan kita, bahwa kecerdasan bertentangan dengan kekenyangan.
Asy-Syafi’i, seorang yang terkenal akan kecerdasannya, berkata, “Aku belum pernah kenyang semenjak umur enam belas tahun, kecuali satu kali kenyang yang aku muntahkan.”
Dalam kesempatan lain Asy-Syafi’i mengatakan: “Aku tidak pernah melihat orang gemuk lagi cerdas, kecuali Muhammad bin Hasan (seorang ulama kenamaan dan murid utama Imam Abu Hanifah).
Berdasarkan ilmu gizi, pada umumnya, manusia hanya dapat menyerap gizi sebanyak 35% dari gizi makanan yang dikonsumsi. Dengan berpuasa, penyerapan gizi dapat meningkat hingga 85%. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Sebelum diserap, makanan harus mengalami proses perubahan dari padat menjadi komponen-komponen yang halus. Perubahan-perubahan tersebut terjadi di dalam alat-alat pencernaan. Pada waktu berpuasa, alat pencernaan beristirahat selama kurang lebih enam jam. Dengan beristirahat, alat-alat pencernaan menjadi lebih giat dalam mereduksi dan menyerap makanan yang dikonsumsi. Logikanya, bila efisiensi pencernaan bertambah, daya serap tubuh terhadap gizi akan menguat.
Manfaat puasa bagi kesehatan jantung dapat diringkas ke dalam dua poin. Pertama, puasa meringankan kerja jantung. Dan kedua, puasa membersihkan darah. Keduanya membuat jantung dengan mudah mendapakan pasokan darah bersih. Ketika yang masuk ke dalam jantung hanya darah-darah yang bersih, maka kerja jantung pada hari-hari biasa setelah Ramadhan akan menjadi lancar.
Setiap menit jantung berdenyut sebanyak 80 kali. Ini sama dengan 115.200 (seratus lima belas ribu dua ratus) kali dalam 24 jam. Di hari pertama puasa, detak jantung berkurang hingga di bawah 60 kali per menit. Denyut jantung kembali meningkat hingga mencapai 60 kali per menit di sela-sela hari puasa. Maka, dalam sehari ketika puasa denyut jantung mengalami penurunan kesempatan jantung untuk istirahat, yakni dengan mengurangi pekerjaannya hingga tinggal seperempatnya saja.
Dengan diberi kesempatan untuk meringankan kerjanya selama puasa, jantung dapat bekerja secara maksimal dengan denyut yang lebih kuat di hari-hari biasa. Selain memberi kesempatan istirahat kepada jantung, puasa juga memberikan hari libur kepada lambung.
Dengan begitu, jika puasa tidak menjadikan kita sehat dan malah sakit, berarti ada yang salah dengan diri dan puasa kita!
Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam.