Acara Bahtsul Masaa-il Sughro (BMS) ke-1 yang diadakan pada hari Ahad, 28 Januari 2024 ini merupakan acara yang diselenggarakan oleh Lajnah Bahtsul Masaa-il Pondok Pesantren Putri Lirboyo HM Al-Mahrusiyah. Setelah melewati 3 jam yang menegangkan dan menguras pikiran, kini saatnya para peserta dan segenap panitia menikmati petuah yang penuh hikmah.
K.H. Reza Ahmad Zahid mengawali Mau’idlohnya dengan suatu maqolah yang pernah disampaikan oleh Al-Imam Ibn Hazm, yaitu tentang seseorang yang dikategorikan sebagai “Faqih yang haqiqi” (seseorang yang benar-benar alim ilmu fikih). Ada juga yang menisbatkan maqolah ini kepada Sayyidina Ali RA. Bahwasanya seorang Faqih yang Haqiqi adalah;
مَنْ يُزَوِّج بَيْنَ الْحَقِّ وَالْوَاقِعِ
“Seseorang yang mampu mengkombinasikan antara perkara yang haq (benar) dan kenyataan.”
“Kita sudah punya Al-Qur’an dan Hadist yang dapat dijadikan pedoman, sudah mendalami kitab-kitab kuning sebagai bahan rujukan. Langkah selanjutnya yaitu mengkombinasikan antara perkara yang haq dengan yang terjadi di lapangan. Tugas kita adalah mengaplikasikan apa yang dapat kita kontribusikan sesuai ilmu yang sudah kita pelajari. Maka itulah yang dinamakan Al-Faqih Al-Haqiqi. Hal ini selaras dengan Firman-Nya dalam Q.S. Al-Mujadilah ayat 11;
“قَوْلُهُ تَعَالَى: ” يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan beberapa derajatnya orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.” (Q.S. Al-Mujadilah ayat 11)
Didalam ayat tersebut, terdapat huruf athof berupa wawu. Ini menunjukkan bahwasanya antara lafadz الَّذِينَ آمَنُوا dengan lafadz الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ beriringan. Dan keduanya harus imbang. Orang beriman tanpa dilandasi ilmu, tidaklah bisa dikatakan ‘orang’. Begitu juga ilmu tanpa segenggam iman, merupakan suatu kehancuan. Apalagi kalau sudah tidak berilmu, tidak iman pula. Jangan sampai ya, teman-teman. Yang benar adalah punya ilmu, dan itu didasari kekuatan iman.
Berangkat dari ayat diatas, Abah Reza kemudian menyampaikan beberapa tipikal seseorang yang ‘alim (mempunyai ilmu) yang dibagi menjadi 3 pembagian;
Yaitu seseorang yang mengetahui perintah Allah, mengetahui hukum-hukum yang ditetapkan syari’ah, akan tetapi ia tidak memiliki rasa خوف terhadap Allah SWT.
Sebagai contoh, ada seseorang yang mengetahui bahwasanya “الصلاة على وقتها” (melaksanakan sholat itu harus sesuai dengan waktunya). Akan tetapi, karena ia tidak takut terhadap Allah, ia tidak mengindahkan hukum tersebut meskipun tau hukum berikut konsekuensinya.
Contoh lagi, ada seseorang bernama Zaid. Ia merupakan pemuda yang ‘alim, ingatannya tajam dan wawasannya luas. Akan tetapi Zaid ini sering menggunakan qoul-qoul dlo’if (pendapat yang lemah) dalam menyikapi problematika syari’ah. Maka Zaid inilah yang disebut sebagai عالم بأمر الله وغيرعالم بالله karena ia sosok yang berilmu namun tidak takut terhadap Allah sebagai Sang Pemberi Ilmu.
Yaitu seseorang yang memiliki rasa takut terhadap Allah, akan tetapi tidak memiliki ilmu. Ini biasa terjadi pada orang-orang yang ‘hijrah’ dengan cara instan. Mereka berpakaian layaknya seorang yang ‘alim, ibadahnya luar biasa, akan tetapi sering memunculkan bid’ah-bid’ah baru karena nihil ilmu.
Sebagai contoh, ada seorang musafir yang tidak mengamalkan sholat jamak qoshor, padahal itu merupakan bentuk rukhsoh (keringanan) bagi orang yang melakukan perjalanan. Contoh lagi, ada seorang pemuda yang memiliki keledai. Setiap hari ia memberikannya nafaqoh secara lahir dan bathin. Namun, saat ada teman yang menegur tindakannya, ia menjawab; “Saya ingin menjadi orang yang sempurna. Dalam artian, keledai ini merupakan مملوك (sesuatu yang saya miliki). Karena itu, saya ingin menafkahinya secara lahir dan bathin.” Nah, ini termasuk kategori orang yang عالم بالله وغير عالم بأمر الله karena ia memaknai tindakannya sebagai bentuk ibadah yang luar biasa, padahal sejatinya ia tidak tau ilmunya.
Yang terakhir ini merupakan kategori yang sempurna. Ia memiliki rasa takut terhadap Rabb-nya dan juga memiliki ilmu yang mendasarinya.
Usai menyampaikan tiga tipikal ‘alim diatas, K.H. Reza Ahmad Zahid menutupnya dengan do’a yang diamini segenap audiens yang hadir dalam acara Bahtsul Masaa-il Sughro Ke-1 Pondok Pesantren Putri HM Al-Mahrusiyah Lirboyo. Sebelum itu, Beliau mengakhiri kalam hikmahnya dengan harapan yang maknanya sangat mendalam;
“Dalam forum Bahtsul Masaa-il ini, semoga semangat kita dapat mengantarkan kita untuk terus mengamalkan apa yang telah kita ketahui, dapat mengantarkan kita kepada Allah sebagai Dzat yang Maha Mengetahui, dan juga mengantarkan kita pada golongan ke 3 ini. Semoga kita mendapat ilmu yang manfaat, menjadi seorang yang Faqih Haqiqi, dan juga menjadi seorang yang عالم بالله وعالم بأمر الله. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.”
Wallahu a’lam.