Adabu Lisan, Tak Ada Luka yang Pulih Dengan Sempurna
Hidup memang tak selamanya indah. Dan kita tak bisa menghendaki sesuatu sesuai dengan apa yang kita mau. Tapi yang perlu kita tahu, tuhan telah menciptakan sekenario kehidupaan yang sedemikian rupa indahnya tanpa mampu tertebak oleh logika akal tak sempurna manusia.
Konsep hitung-menghitung Tuhan Yang Maha Esa tak selamanya satu ditambah satu itu jawabannya dua begitu juga empat yang tak selalu didapat dari penjumlahan dua ditambah dua.
Hidup memang penuh lika-liku, tangis dan tawa, serta bahagia juga duka. Semua telah memiliki porsinya masing-masing. Karena kehidupan dunia adalah hal fana. Tak ada kesedihan yang abadi juga kebahagiaan yang sempurna. Ingat itu!
Dan disisni, penulis ingin mengulas sebuah kisah tentang kehidupan yang penulis dapat dari buku Kompas Kehidupan buah pena Lora Ismaiel Amin Kholil.
Dalam buku ke-3 nya, dituliskan kisah seperti ini,
“Ketika Al-Ma’mum (Putra Harun Ar-Rasyid) masih kecil, gurunya memukulnya dengan tongkat tanpa sebab. Kemudian Al-Ma’mum bertanya, “Mengapa engkau memukulku?”
Gurunya menjawab, “Diam!”, begitupun setrerusnya, setiap Al-Ma’mum bertanya apa kesalahanya, sang guru selalu membentaknya “Diam!”
Hingga 20 tahun kemudian ketika Al-Ma’mum menjdi kholifah menggantikan sang ayah. Al-Ma’mum kembali bertemu dengan sang guru, lalu ia bertanya, “Mengapa dulu engkau sering memukulku tanpa sebab?”
Sang guru pun menjawab, “Agar engkau tahu. Bahwa orang yang disakiti tak akan pernah lupa, agar engkau tahu bagaimana sakitnya didzolimi, dengan begitu engkau akan berpikir seribu kali untuk menyakiti dan mendzolimi orang lain.”
Dan kisah ini juga selaras dengan apa yang disampaikan oleh guru mulia Habib Umar bin Hafidz bahwa,
“Menyakiti hati orang lebih besar dosanya daripada menghancurkan ka’bah sekalipun”
Oleh sebab itu, kita sebagai sesama umat manusia sudah seharusnya saling menghargai lagi menghormati antara yang satu dengan yang lainnya. Yang tua menyayangi yang lebih muda dan yang muda menghormati yang lebih tua. Dengan begitu akan terciptalah kerukunan dan kesejahteraan dalam kehidupan.
Terlebih lagi dalam adab lisan, meskipun lisan tak bertulang tapi ketajamamnya sudah seperti belati. Karena lisan adalah lathi yang dapat dengan mudahnya menusuk-nusuk hati. Dan perlu pembaca tahu takan ada luka yang pulih dengan sempurna sebagaimana tak akan ada bubur yang dapat kembali menjadi nasi. Jika memaafkan saja bukan perkara mudah terlebih lagi untuk melupakan pun perlu bersusah payah.
“Karena semua luka dapat diobati, kecuali luka yang disebabkan oleh lisan”
Habib Umar bin Hafidz