web analytics

Apa yang Harus Dilakukan Untuk Menghadapi Ujian dan Cobaan?

Apa yang Harus Dilakukan Untuk Menghadapi Ujian dan Cobaan?
0 0
Read Time:5 Minute, 9 Second

Dalam hidup, kita tidak bisa menepis atau bahkan menolak perihal cobaan. Setiap orang tentu diberikan, tidak hanya nikmat, tapi juga ada ujian dan cobaan.

Representasinya, ujian dan cobaan itu sebagai cara dinaikkannya derajat kita. Ujian dan cobaan itu sebagai jalan atas pemberian pahala yang berlaku. Dalam konsepnya memang, selain karena manusia adalah makhluk “tengah” yang terdiri atas taat dan nafsu: tidak hanya taat seperti malaikat, tidak hanya nafsu seperti setan. Pemberian pahala dan ridho  Allah itu tidak hanya melalui ibadah, tapi berhasilnya menahan dan mengatur nafsu adalah kebaikan.

Lalu, sejatinya, ujian dan cobaan bukan hanya perihal perkara yang sulit dan tidak mengenakan. Seperti yang kita tahu, ujian dan cobaan kaprahnya kita artikan dengan kurang ketercukupan rezeki, menurunnya kesehatan diri, keterburukan interaksi, hingga perihal kerjaan yang mendistraksi. Kita memahami ujian dan cobaan hanya sebatas itu: hal-hal yang tidak mengenakan.

Nyatanya, tidak!

Jika saja ujian dan cobaan yang tidak mengenakan, cukup mudah rasanya bagi kita mengartikan dan sadar jika kita sedang diuji. Pola pikir kita akan terkonstruk ketika hal yang memberatkan dan tidak mengenakan sedang kita hadapi, pastinya pikiran akan menyimpulkan: kita sedang diuji dan diberi cobaan.

Tapi ternyata, ada suatu cobaan yang lebih sulit dari hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, ialah dicobanya kita dengan hal-hal ringan dan kesenangan: ujian dan cobaan yang berupa kenikmatan. Dengan diberi keluasan rezeki, meningkatnya kesehatan diri, harmonisnya interaksi, dan perihal kerjaan yang mengapresiasi.

اِنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun ayat 15).

Mengapa harta dan anak-anak disebut cobaan? Karena tentunya manusia itu teramat mencintai harta dan anak-anak atau keluarga. Padahal sejatinya itu adalah cobaan. Cinta adalah kesenangan. Tapi tentunya, tidak menafikan cinta adalah jalur dan lajur jalan diberinya cobaan. Hingga, bisa ditarik luas perihal pembahasan ini.

Juga termasuk “amanah”. Bisa saja dengan diberi amanah untuk memegang uang rakyat, ia dicoba dengan harta dalam amanah, hingganya tergelincir dan tidak mampu: ia korupsi.

Tentu luas sekali pembahasan sabar ini.

Tapi, amalan apa yang diperlukan ketika kita dihadapkan dengan cobaan? Apa yang harus kita lakukan?

Allah menjawab perihal ini dalam surat Al-Baqarah ayat 155-156 yang berbunyi:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar (155), Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepadanya kami akan kembali)” (156).”

Amalan dalam menghadapi ujian dan cobaan ada 2: sabar dan kalimat tarji’.

Imam Al-Ghazali merumuskan perihal 3 konsep tingkatan sabar dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin:

وقال بعض العارفين اهل الصبر على ثلاثة مقامات أولها ترك الشهوة وهذه درجة التائبين وثانيها الرضا بالمقدور وهذه درجة الزاهدين وثالثها المحبة لما يصنع به مولاه وهذه درجة الصديقين

“Sebagian ulama makrifat mengatakan, ‘Orang sabar terdiri atas tiga tingkatan. Pertama, orang yang sabar meninggalkan syahwat. Ini derajat orang yang bertobat. Kedua, ridha (menerima) atas takdir. Ini derajat orang yang zuhud. Ketiga, mencintai apa yang dilakukan Allah terhadapnya. Ini derajat orang yang as-shiddiq,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 72).

Tapi bukan berarti, setiap ada ujian dan cobaan yang menimpa, kita hanya diam sabar tidak melakukan apa-apa, kita hanya menerima dan pasrah. Tidak seperti itu!

Tentu ada pengklasifikasian perihal sabar ini. Sebatas mana sabar yang diperbolehkan, sebatas mana sabar yang tidak diperbolehkan. Benar juga ungkapan, “sabar itu ada batasnya!”

Lagi-lagi, dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengatakan:

واعلم أن الصبر أيضاً ينقسم باعتبار حكمه إلى فرض ونفل ومكروه ومحرم فالصبر عن المحظورات فرض وعلى المكاره نفل والصبر على الأذى المحظور محظور كمن تقطع يده أو يد ولده وهو يصبر عليه ساكتا وكمن يقصد حريمه بشهوة محظورة فتهيج غيرته فيصبر عن اظهاره الغيرة ويسكت على ما يجري على أهله فهذا الصبر محرم

“Sabar dapat dibagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan hukumnya: sabar wajib, sunah, makruh, dan haram. Sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat adalah wajib. Sementara menahan diri dari yang makruh merupakan sabar sunah. Sedangkan menahan diri dari sesuatu yang dapat membahayakan merupakan terlarang (haram) seperti menahan diri ketika disakiti. Misalnya orang yang dipotong tangannya, atau tangan anaknya sementara ia hanya berdiam saja. contoh lainnya, sabar ketika melihat istrinya diganggu orang lain sehingga membangkitkan cemburunya tetapi ia memilih tidak menampakkan rasa cemburunya. Begitu juga orang yang diam saat orang lain mengganggu keluarganya. Semua itu sabar yang diharamkan.”

Perihal pentingnya sabar, Sayyidin Ali bin Abi Thalib, sampai mengatakan, “Ketahuilah bahwa kaitan antara kesabaran dan keimanan adalah ibarat kepala dan tubuh. Jika kepala manusia sudah tidak ada, secara langsung tubuhnya juga tidak akan berfungsi. Demikian pula dengan kesabaran. Apabila kesabaran sudah hilang, keimanan pun akan hilang.”

Lalu, untuk bacaan tarji adalah bacaan yng dianjurkan ketika kita ditimpa dan mendapatkan ujian. Melansir dari NU Online, ada versi lain dari kalimat tarji yang bisa diamalkan:

إنّاَ للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجِرْنِي فِي مُصِيبَتي وأَخْلِفْ لِي خَيْراً مِنْها

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.”

Dengan itu, semoga kita termasuk orang yang diberi kekuatan dalam menjalani ibadah dan menghadapi ujian. Aamiin.

Wallahu a’lam.

 

 

 

 

 

 

 

 

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like