Ayo Bohong!
Berbohong adalah hal yang enak. Mengasikkan. Apalagi orang yang kita bohongi itu percaya terhadap apa yang kita ucapkan. Seru aja gitu. Saya yakin, semua orang, entah apa alasannya, pasti pernah berbohong. Ya, bohong adalah sesuatu yang tidak bisa terpisahkan dari manusia sebagai makhluk sosial yang diberi lisan dan akal untuk berpikir. Bagaimana tidak? Sejak kecil kita sudah dikenalkan dengan cerita pinokio, Si Hidung Panjang. Meskipun tujuannya hanya sekedar cerita pembelajaran.
Lisan, akal, dan medsos adalah kombinasi yang tepat dalam berbohong. Kita lihat saja, jika ada suatu isu, akan mudah sekali beredar berita hoax yang terkait dengannya. Tanpa dipilih-pilah, jika sekiranya mampu menarik perhatian meskipun dengan keresah dan amarah, gass ajalah! Kita kan sukanya seperti itu. Sekiranya ramai, entah benar atau tidak, share!
Tapi, apakah kita boleh berbohong? Tentu yang namanya berbohong adalah perbuatan tercela dan Islam melarangnya. Bahkan, Nabi Muhammad Saw telah memperingatkan dalam hadis,
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّار
Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: ‘Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka.’”
Terlebih lagi, perilaku berbohong dapat menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang munafik,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Rasulullah SAW bersabda: Tanda orang munafik tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianati.”
Apakah kita tidak mengetahui cerita Abu Lahab dan Istrinya, Si Pembawa Kayu Bakar, yang diabadikan dalam Al-Qur’an? Betapa menyedihkan siksaan bagi mereka, para pembohong.
فِىۡ جِيۡدِهَا حَبۡلٌ مِّنۡ مَّسَدٍ
”Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.”
Tentu kita tidak ingin hidup dalam murka Allah dan Rosulnya karena melakukan perkara yang dilarangnya. Apalagi harus hidup dalam bayang-bayang siksaan karena bohong tersebut. Nauzubillahi min dzalik.
Lalu, jika semua konsekuensi keburukan dari kebohongan sudah dijelaskan dan masih menimbulkan pertanyaan, ”Gimana kalau susah move on?”, “Berat?”, ”Nggak bisa hidup tanpa berbohong?” Ya, memang jika bohong sudah terlanjur mendarah daging dalam hatinya dan sangat terikat dengannya, maka boleh berbohong dengan kriteria seperti Hadis Nabi yang dijelaskan dalam kitab Tanbihul Ghofilin karangan Syekh Nasr bin Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi,
حدثنا سفيان بن ابي حصين يبلغ به الئ النبي صلئ الله عليه وسلم قال الكذب لايصلح الا في ثلاث في الحرب لاءن الحرب خدعة والرجل يصلح به بين اثنين والرجل يصلح به بينه وبين امراءته
“Diceritakan dari Sufyan bin Abi Husain meriwayatkan kepada kami bahwa dia tahu dari Nabi, semoga do’a dan damai besertanya. Beliau bersabda, ‘berbohong tidak sah, kecuali dalam tiga kasus; dalam perang, karena perang adalah penipuan, dan seorang lelaki yang mendamaikan antara dua orang, dan seorang lelaki yang mendamaikan antara dia dan istrinnya.”
- Bohong dalam keadaan perang.
Kita semua tahu, tujuan perang ialah untuk meraih kemenangan. Dan untuk meraih kemenangan kita membutuhkan strategi dan taktik. Bohong di sini diperlukan. Gunanya untuk mengecoh dan memperdaya musuh. Tidak mungkin pada saat perang kita saling jujur dan bertukar informasi antar pasukan. Ya, kalah!
- Bohong untuk mendamaikan 2 kubu yang sedang berseteru.
Hal itu diperbolehkan. Kita mendamaikan 2 kubu yang sedang berseteru dengan cara berbohong itu diperbolehkan. Caranya? Bisa dengan istilah lobi. Kita bisa nge-lobi masing-masing kubu dan mulai bertipu muslihat demi kedamaian kedua kubu. Kita membuat adem suasana dengan lisan kita. Jangan malah ikut-ikutan. Maksud di sini juga memasukan 2 orang yang sedang berseteru. Seperti, julidnya tetangga gara-gara telat bayar arisan.
- Bohong demi kebaikan hubungan suami istri.
Dalam hubungan suami istri yang namanya percekcokakan tidak dapat dihindari. Tentu, panji-panji keharmonisan harus ditegakkan. Jangan pentingkan ego. Meskipun harus berbohong. Ya, berbohonglah demi keharmonisan keluarga. Maksudnya? Bisa dicontohkan, seperti masakan istri yang tidak enak karena masih ’koki amatiran’, makan saja makanan itu dan katakan enak. Atau, Si Istri minta pendapat mengenai hasil dandan wajahnya yang ia rias setelah menonton tutorial di youtube, walaupun kamu kaget dengan hasilnya yang mungkin sedikit ’horor’, tapi tak apa. Bilang saja ia cantik. Berbohonglah demi keharmonisan. Tapi, berbohong dalam ‘selingkuh’ tidak bisa dibenarkan dalam hal ini. Awas aja!
***