Madrasah Aliyah Al-Mahrusiyah, Elmahrusy Media.
Rabu (27/12) Madrasah Aliyah Al-Mahrusiyah bersama Elmahrusy Media mengadakan Ngaji Jurnalistik yang kini sudah sampai edisi 5. Acara tahunan yang berupa seminar jurnalistik bagi para siswa dan siswi MA, tidak menutup kesempatan bagi mahasiswa yang ingin mengikuti dan mengambil ilmu dari Ngaji Jurnalistik ini, meski tetap harus mengikuti syarat dan ketentuan.
Dalam Ngaji Jurnalistik 5 kali ini mengusung tema, “Melestarikan Tradisi Literasi Peninggalan Ulama Salafi” dengan diikuti hampir 150 peserta yang memenuhi Auditorium Madrasah Aliyah lantai 3.
Para peserta yang sudah absen dan dipersilahkan duduk akan disuguhi dengan menonton konten-konten dari MA Al-Mahrusiyah ataupun Elmahrusy Media di pra acara. Hingga, MC berdiri untuk membacakan susunan acara yang berlanjut sambutan-sambutan. Mulai dari Ketua Panitia oleh Dinda Iwan Nur Sekha, Balitbang oleh Bapak Miftahul Huda, Pembina Osis oleh Bapak Bagus, Pers Mahrusy oleh Ibu Annisa Mifatahurahmah, dan Waka Kesiswaan oleh Bapak Washoli.
Selepas itu, acara beranjak ke pembacaan pemenang 3 karya terbaik dan pembagian doorprize. Suasana langsung riuh kala nama-nama mulai dipanggil untuk maju ke panggung dan menerima doorprize. Juara dibacakan mulai dari Juara tiga dengan dimenangkan oleh Rahmad Ikbal Devid, Juara 2 oleh Garnis Jihan Jauda, dan Juara 1 dimenangkan oleh Azzakhruf Pangestu. Pak Bagus dan Pak Willy dihaturkan untuk memberikan doorprize.
Saudara Dinda Iwan kembali maju ke panggung, bukan sebagai ketua panitia, kali ini ia bertindak sebagai moderator untuk menemani acara inti berupa talk show yang dipematerikan oleh Bapak Moh Aziz Nawawi sebagai pemateri utama dan Bapak Fajruddin Fatwa.
Pada talkshow itu tentu mendapatkan apresiasi dan antusias lebih dari para peserta yang sudah menunggu dari awal. Apalagi pada saat Bapak Aziz maju di awal untuk menjelaskan materinya. Beliau yang juga memiliki background motivator dan public speaker, terlihat begitu santai dan mudah dalam membawa suasana.
“Membaca dan menulis tidak bisa dipisahkan. Dan teknik jitu sukses membaca itu ada 2: pertama, baca berulang kali kalimat yang belum dipaham. Kedua, hal yang kamu paham dari membaca itu harus ditularkan dan sampaikan kepada orang lain.” Terang beliau saat menejelaskan akan pentingnya membaca bagi seorang penulis.
Tidak hanya itu, dalam kesempatan materi yang beliau sampaikan, pengalaman rihlah keilmuan yang dimulai dari didikan keras orang tua di masa kecil sampai hebatnya beliau yang sudah menginjakkan kaki di 35 negara dan 5 benua. Beliau, Sang Pengsung ‘Santri Mendunia’.
“Selama saya berkeliling dunia, saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun alias gratis. Itu semua berkat usaha belajar dan do’a yang tiada henti. Dan sekarang, salah satu tugas saya yang menjadi asisten profesor di filiphina harus selesai menulis 5 buku dalam sebualn.”
Para peserta semakin terpukau dari apa yang disampaikan oleh Pak Aziz. Apalagi saat membahas tentang pengalaman rihlah keilmuannya di luar negeri yang dijelaskan berserta tampilan foto di layar proyektor. Selain itu, teknis penulisan beliau jelaskan dengan penuh dalam, seperti alasan kenapa harus menulis dan teknik mudah menulis. Di luar itu, materi beliau ditunjang dari cerita-cerita tokoh hebat dari penulis hebat.
Dengan latar beliau yang motivator, public speaker, dan juga ahli terapi, talkshow terkesan lebih hidup dan fresh. Wajah-wajah ceria terliaht dari setiap peserta.
Berlanjut talkshow selanjutnya yang disampaikan oleh Bapak Fajruddin Fatwa selaku pemateri pembanding.
“Jika Pak Aziz mengusung santri mendunia, saya nggak mau kalah dengan mengusung santri melangit.”
Mungkin itu adalah satu-satunya celah kalimat yang bisa diiringi dengan tawa. Karena memang, selain karena durasi pemateri pembanding lebih singkat, Pak Fajruddin mengangkat pembahasan yang cukup berat dan fokus lebih: literatur pesantren.
Bagaimana beliau menjelaskan tentang literasi, literatur, dan literat. Menelisik akan kurukulum pesantren dengan membandingkannya akan salaf, indonesia, dan timur tengah. Begitu juga beliau mengajak para peserta akan menganalisi salah satu karya Gus Reza, kitab Malzamah, sebagai salah satu bukti tulisan kaum pesantren dengan kaidah penulisan yang terstruktur.
“Bahan baca santri itu dikelompokkan menjadi 3: primer, primer berupa kitab kuning. Sekunder, kitab putih yaitu buku bacaan selain kitab. Dan terakhir tersier, berupa media online. Sedangkan sekunder dan tersier memiliki proporsional yang sama. Tentunya primer itu harus didahulukan.”
Dalam akhir materi, Pak Fajruddin membahas akan transkrip dan karya ilmiah para ulama. Mulai dari kitabnya KH. Utsman Al-Ishaqi, tulisan KH. Mahrus Aly, KH. Imam Yahya Mahrus, hingga Gus Reza.
Talkshow itu ditutup dengan sesi tanya jawab dan pemberian doorprize dari osisi untuk para peserta yang berani bertanya.
Di penghujung acara, Gus Izzul datang dan langsung memberikan sambutannya. “Acara itu tentu memiliki dampak yang besar. sebagaimana judulnya, sudah seharusnya para santri itu melestarikan tradisi para ulama. Dan tradisi itu tidak hanya berupa barang, sistem pengajaran juga bisa dinamakan tradisi.
Hingga, acara benar-benar ditutup oleh pembacaan Alfatihah dan surat Al-Asr bersama-sama.
Wallahu A’lam.