Zaman Edan
Amenangi Zaman Edan
Ewuh boya ing Pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni boya keduman
melik kaliren wekasanipun
Dilalah kersaning Allah
Sebegja-begjane wong Kang Lali
luwih Begja wong kang eling lan Waspada..
Yang berarti:
Menjumpai Zaman Edan
Pikiran Serba ragu
Mau ikut edan tidak tahan
Jika tidak ikut-ikutan tidak kebagian
Ujung-ujungnya kelaparan
Untunglah atas kehendak Allah
Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa,
Lebih beruntung orang yang ingat dan waspada
Karangan Ronggowarsito di atas relevan di zaman sekarang, bagaimana kita bisa melihat orang-orang banyak yang berbuat ‘edan’ di luar batas dan menerabas sisi kewajaran. Pejabat yang abai terhadap amanat, wanita-wanita yang mengumbar aurat, orang berilmu yang berbuat bejat, pemuda yang gemar maksiat.
Seperangkat perbuatan-perbuatan edan itu dilakukan tak jarang demi mengeruk penghasilan dan uang.
Sisi edan itu menjamur di mana-mana, bahkan menjadi tontonan dan berujung tuntunan. Mereka lupa pada jati dirinya, hingga berlaku di luar norma dan agama. Misal mereka yang menonjolkan aurat berleak-leok di medsos demi mengeruk engagement dan endorse. Ditonton sedemikian banyak orang. Pemerintah yang korupsi, kolusi nepotisme, menjamur di lingkungan perkantoran. Belum lagi banyak pedagang yang curang.
Perbuatan di atas membuat yang waras pun menjadi was-was dan cemas. Seperti tulisan Ronggowarsito, “Mau ikut edan tidak tahan, jika tidak ikut-ikutan tidak kebagian”.
Mereka yang kuat iman tetap jalan sebagaimana mestinya tidak lupa jati dirinya, meskipun cuma keduman sedikit dan nasib yang menjerit.
Mereka yang tidak kuat iman, akan larut ikut edan lupa pada dirinya. Mereka yang sebelumnya solehah bisa jadi solehot. Mereka yang umaro’ berubah wujud menjadi warok berdasi nan rapi. Mereka yang berbudi luhur, malah masuk bui hidupnya hancur. Itu konsekuensi bagi yang tidak kuat iman.
Maka bagaimanapun, orang memang mengeruk untung, namun ‘sak bejo-bejone wong kang lali, luweh bejo wong kang eling lan waspada’.
Seberuntung-beruntungnya orang yang lupa norma dan agama tadi lebih beruntung orang yang tetap taat beragama.
Di zaman edan ini, yang bisa kita laku adalah defensif alias bertahan, kita tidak mungkin melawan arus, kita ikuti tapi jangan sampai terseret. Kalau memang sekeliling kita korup, kita tidak boleh anti pekerjaan kantoran namun bagaimana kita tidak terjerembab di dalamnya sudah luarbiasa.
Bagi pemuda, misal sekeliling kita pada pacaran, jangan takut untuk tidak keduman jodoh apalagi menjadi bodoh, kita tidak boleh menolak mentah-mentah interaksi dengan lawan jenis. Kita tetap interaksi, tapi dengan batas yang mesti.
Kita tidak boleh lengah yang bisa membuat marwah kita jatuh serendah tanah, kita perlu banyak-banyak berdo’a supaya diberi kekuatan iman dan taqwa. Jauh tahun sebelum Ronggowarsito menulis Zaman Edan, Nabi kita sudah memprediksi bahwa,
يأتي على النَّاسِ زمانٌ الصَّابرُ فيهم على دينِه كالقابضِ على الجمرِ
“Akan datang suatu masa, orang yang bersabar berpegang pada agamanya, seperti menggenggam bara api”
Begitulah Zaman Edan yang dikatakan Ronggowarsito, nyata adanya dan kita sedang mengalaminya. Semoga kita diberi kekuatan untuk sekadar bertahan di tengah zaman edan ini, bagaimanapun kita tidak boleh terkungkung terus dalam cemas dan was-was, karena selain Zaman Edan, orang Jawa juga mengamini akan muncul Ratu Adil. Wallahua’lam.
Refrensi: Zaman Edan Ranggawarsita, menaklukkan hawa nafsu di Zaman tak menentu, Agus Wahyudi Penerbit: Narasi