Baru saja singgah di depan rumah, gadis itu sudah menghela nafas kasarnya, Rumah yang kata orang adalah tempat pulang ternyaman itu mungkin tak di dapat dan tak dirasakan oleh Raina Sadira sedari usianya yang masih terbilang kecil. Ia masuk dengan begitu saja, toh juga jika dia salam siapa yang akan membalasnya. Pemandangan tak enak sudah terpampang jelas di depan matanya kala in membuka pintu utama rumahnya.
Terlihat seorang lelaki paruh baya yang notabene ialah ayah dari Raina duduk bersantai dengan perempuan di sebelahnya. Ya, yang benar saja itu bukan Iah Ibu Raina. Perempuan itu adalah lbu tiri Raina. Acuh tak acuh menjadi pilihan terbaiknya.
“Woy anak sial datang ngga salam kamu.” Ujar Ayah Raina dengan nada kekesalannya. Rain hanya menganggapnya angin lalu saja dan melanjutkan perjalanannya menuju kamarnya, “Peduli apa ayah sama aku” batin Raina saat ia memutar knop pintu kamarnya hendak membuka. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang melepas penat sekejap, lagi-lagi menghela napasnya kasar, terasa hari- hari nya sangat lah berat. Menatap langit-langit kamar sendu. Cinta pertama seorang perempuan yang di dapat dari laki- laki adalah dari ayahnya. Dan cinta pertama itu yang mematahkan hati Rain.
Rain mendudukkan dirinya di tepi ranjang. diam sejenak mengingat-ingat sesuatu. Ia membuka laci mencari sesuatu itu. buku diary nya yang lama, Ia buka kembali halaman demi halaman buku itu. Dan ia menemukan apa yang ia ingat, Ingat tadi
RAIN’S GOAL
Go to Bandara Neira Find Your Happiness.
Sedari dulu memang Raina sangatlah penasaran dengan yang namanya Bandara Neira. Ia lihat hanyalah danau yang di kelilingi oleh bukit-bukit hijau. Banyak orang berkata bahwasanya Bandara Neira ialah ketenanganmu yang sebenarnya. Sudut bibir gadis itu terangkat membentuk lengkungan manis yang menghiasi wajah kala ini.
Ia merogoh totebag nya mengeluarkan handphone dan mulai membuka, ya, tujuan nya yang pasti ialah mencari tiket dengan tujuan Nusa Tenggara Timur untuk jumpa si Neira, senyumannya tetap ada pada wajah nya kala ini. Senyumannya menambah lebar ketika la sudah mendapat apa yang ia inginkan. Ia bangun dari duduk nya dan sesaat itu ia meloncat-loncat seperti anak kecil yang mendapatkan mainannya.
“Akhirnya si Neira going to be mine!”
#
Terik matahari pagi ini mendukung suasana hati Raina yang sejak kemarin masih sama. Kini ia sudah siap untuk mengawali hari-hari yang sudah seharusnya ia jalani. Tetap dengan topeng yang melekat pada wajahnya. Menyiapkan tenaga untuk pura-pura bahagia setiap harinya ia isi dengan sarapan bubur ayam depan gang dan segelas teh manis hangat.
Seperti yang dijadwalkan oleh tiket Raina. Keberangkatan tujuan NTT pada hari ini pukul 20:00. Raina sudah merencanakan segalanya. Ia tak mau memberitahu perihal ini kepada ayah. Buat apa juga ia meminta izin sang ayah, percuma saja. Lebih baik ia diam daripada berdebat dengan orang yang membuatnya muat setiap harinya, melelahkan dan membuang-buang tenaga saja.
Raina hanya membawa ransel yang di dalamnya terdapat 1 baju ganti serta mata kuliah nya hari ini,
“Mau kemana kamu, ada apa dalam tes itu?” Tanya Ayah tatkala melihat Rain keluar rumah.
“Kuliah” Hanya itu saja yang di lontarkan Raina di lanjut dengan dia yang sibuk bersama sepatunya.
“Mau kabur ? Mau minggat? Minggat-minggat aja sana seneng orang mah. Tapi palingan nanti pulang juga, nggak kuat hidup sendiri, akhirnya pulang lagi” Dengan gampangnya ia berkata seperti itu.
“Ya, terserah.“ Lagi-lagi hanya sepatah kata saja yang dilontarkan Seorang Raina.
Ayah berdiri dengan gintai tangan yang terangkat hendak menampar Raina.
“Mau nampar? Tampar aja yah” Bela Raina.
“Ayo tampar nggak papa”
Ayah terdiam seketika. seperti di dalam hati terdalam nya ada perasaan yang bergejolak.
###
“Perhatian kepada seluruh penumpang Neirasia 0408 pesawat akan take off sebentar lagi, dihimbau untuk memakai sabuk pengaman dan mematikan seluruh alat elektronik yang di bawa. Terima kasih”.
Ucap pramugari maskapai, mendengar itu Raina segera melakukan demi keselamatan nya juga. Di dalam hatinya ia merapalkan doa-doa.
##
“Taksinya kakak:
“Taksi-taksi” Ramai lelaki paruh baya yang berteriak menawari kendaraan kepada Raina, sebab ia baru saja sampai selamat di Bandara NTT.
“Pak, sini Neira berapa ya?” Tanya Raina pada salah satu supir taksi yang menawarinya tadi.
“Neira 50 kakak,” sahut supir saksi itu yang membuat timbulnya wajah terkejut dari Raina.
“Nggak bisa kurang pak?” Tanya Rain kembali.
“Kakak ini orang mana?” Balik tanya supir taksi.
“Saya ini Orang Jawa pak.” Terlihat supir itu terdiam seperti mengira-ngira sesuatu dalam pikirannya.
“30 Neira”
“Ayo deh pak”
“Saya bawa tas kakak,” sembari meraih tas yang ada pada tangan kanan Rain, ia hanya menerima saja, supir tadi mengawali perjalanan dan Rain yang berada dekat di belakngnya mengikuti, ia menaiki Si Taksi Biru di kursi penumpang.
“Jauh-jauh kesini kak?”
“Iya pak, mau bertemu Neira.”
Lama perjalanan menuju tujuan Rain, akhirnya lelahnya terbalas ketika tiba di Bandara Neira, terbayar oleh keindahan nya Neira. Beruntung sekali Raina hari ini, Bandara Neira tak cukup ramai untuk kali ini, hanya beberapa orang yang dapat dihitung dengan jari, Raina singgah pada benteng seorang diri, menikmati indahnya Bandara Neira dari atas benteng membuat Rain serasa ingin pindah kependudukan dan tak ingin Kembali pada rumah yang membuatnya muak setiap hari, benar kata orang, Bandara Neira adalah ketenanangan sebenarnya.
###
“Neira, saya pamit, saya puas dengan indahmu.”
“Terima kasih.” Ucap Rain ketika ingin meninggalkan daerah Bandara Neira. Ia sudah akan Kembali ke rumah yang membuatnya muak, Rain melihat papan keberangkatannya untuk Kembali, ia menghela napasnya, merasa sedikit lega.
Oleh: Syarifa Putri Ramadhani