Kediri-Pers Mahrusy (13/03), Berangkat dari sebuah pengajian kilatan yang digelar ba’da Sholat Asar berjam’ah di depan kantor Asrama Darsyi. Ustadz Rizky Sayhril Hajj menemani ngabuburit santri dengan berbagi banyak cerita kepada para mahasisiwi dan mahasantri.
Berawal dari membahas nama Nabi Nuh yang bermakna jeritan penyesalan dalam Kitab Jalbur Rizki. Kemudian beliau menceritakan sekilas asal muasal nama Nuh tersebut. Beliau bercerita, “Dulu Nabi Nuh itu pernah mencela anjing yang menghalangi perjalanan beliau, hingga ditegurlah oleh Allah SWT. Sebab tragedi itu beliau menjadi menyesal,” tutur asatid Madrasah Diniyah Putri.
Dari kisah Nabi Nuh tersebut beliau berpesan, “Jangan menjelek-jelekkan orang jelek, karena meskipun tanpa dijelekan pasti sudah jelek. Ditakutkan nantinya kejelekan tersebut kembali kepada kita,” pesan beliau kepada seluruh santri.
Maksudnya, jika disinkronkan dengan kisah Nabi Nuh yang mencela anjing, tidak ada yang bisa menolak takdir yang Allah berikan. Karena kita sebagai mahluk tidak bisa memilih ingin menjadi apa kita di dunia. Maka dari itu, jangan sekali-kali mencela mahluk ciptaan Allah bagaimanapun itu wujudnya.
Setelah itu, pembahsan merembet ketasawuf, beliau bertanya, “Tahu Hizb Nashor?” serentak para santri menjawab, “Ya,” karena itu merupakan amalan yang setiap hari dibaca oleh seluruh santri Al-Mahrusiyah.
Kemudian beliau kembali bertanya, “Siapa yang menyusun Hizb Nashor?” seluruh sntri terdiam, hingga beliau memberi jawaban, “Yang menyusun Hizb Nashor itu Imam Abul Hasan Asadzali,” beliau merupakan seorang sufi muda yang memiliki torikoh Asadziliyah. Sejak kecil kurang lebih usia 13 atau 14 tahun beliau sudah di torikoh menjadi wali oleh Allah SWT melalui Nabi Khidir a.s.
Dikisahkan beliau ini hidup pada zamannya kaum Dahri, yaitu kamu jahil yang senang berdebat. Suatu hari sebelum debat dengan kaum Dahri gurunya bermimpi ada sebuah rumah yang ditutupi oleh pohon rindang. Namun, pohon tersebut diserang oleh hama hingga daunya gugur berjatuhan.
Keajaiban pun datang, tiba-tiba muncul macan yang naik pohon menghancurkan seluruh hama. Singkat cerita, ternyata isyaroh mimpi yang menjadi macan itu merupakan Imam Abul Hasan Asadzali yang akan membasmi kaum Dahri.
Tiba di lokasi debat anatara kaum Dahri dengan Imam Abul Hasan Asadzali, di lokasi tersebut kaum Dahri berdiri di mimbar sedangkan Imam Abul Hasan berada dibawah. Tanpa basa-basi kaum Dahri memberikan tiga pertanyan perkara tasawuf, yang pertama dimana Allah berada? Kedua sebelum Allah apa dan sesudah Allah apa? Ketiga atau terakhir Allah sedang apa?
Hebatnya tiga pertanyaan ini dijawab singkat, tuntas, serta logis oleh Imam Abul Hasan Asadzali. Pertanyaan pertama dijawab, “Allah itu dimana-mana, analoginya diibaratkan segelas susu itu dimana minyak saminnya. Jawabnya pasti ada dimana-mana karena minyak samin merupakan kandungan dari susu. Dan seperti itulah Allah, semua unsur itu terdapat Allah SWT.”
Dilanjutkan menjawab pertanyaan kedua, “Sebelum Allah itu tidak ada apa-apa dan sesudah Allah juga tidak ada apa-apa. Analoginya seperti jari-jari tangan, ujung sebelah kiri jempol dan ujung sebelah kanan kelingking. Dan seperti itulah Allah SWT.”
Terakhir menjawab pertanyaan ketiga, Imam Abul Hasan berkata, “Petanyaan ini akan saya jawab tapi dengan syarat,” tutur sang sufi muda yang langsung di setujui oleh kaum Dahri. Imam Abul Hasan melanjutkan, “Syaratnya kamu turun dari mimbar dan saya naik ke mimbar,” tapa banyak bertanya kaum Dahri turun dari mimbar dan naiklah Imam Abul Hasan ke mimbar, kemudian beliau menjawab, “Inilah yang dilakukan Allah sekarang menurunkan orang yang bathil dan manaikan orang yang berhak.” Wallahu a’lam.