Gema Manaqib Sulthonul Auliya Memperingati Maulid Nabi dan Haul Nyai Hj. Qomariyah
Kediri-Pers Mahrusy (15/10/2022), dalam rangka memperingati maulid nabi dan haul Ibu Nyai Hj. Qomariyah Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah menggelar pembacaan manaqib dan maulidud diba’i.
Acara yang di partisipasi oleh seluruh santri putri Al-Mahrusiyah umumnya dan Sakan Darur Rosyidah serta Sakan Ustmaniyah khususnya diselenggarakan di aula Sakan Ustmaniyah.
Acara berlangsung meriah dengan aula yang dihias sedemikian rupa hingga terlihat megah menambah nuansa indah dan kenyamanan dalam melantunkan bait-bait manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani.
Tak hanya dengan hiasan banner hijau dan bunga-bunga yang menyejukan mata, aula juga dihias dengan warna-warni makanan ringan dan beraneka buah-buahan yang akan di bagi-bagikan diakhir acara.
Manaqib tahun ini lebih ramai dari manaqib tahun-tahun yang lalu. Dikarenakan jumlah santri putri Al-Mahrusiyah yang semakin membludak tak terhingga. Hingga acara manaqib yang biasanya cukup digelar di lokal aula Ustmaniyah saja untuk menampung seluruh santri Sakan Darur Rrosyidah dan Ustmaniyah, sekarang lokal diperluas hingga lantai tiga karena jumlah santri putri yang melebihi kapsitas aula.
Meskipun harus berdesakan dan kepanasan karena berbagi ruangan dengan santri yang jumlahnya kurang lebih lima ratusan, semangat dan antusias para santri dalam rangka memeriahkan maulid nabi dan haul manaqib tidak kandas meskipun diselimuti hawa panas.
Acara di mulai ba’da sholat jamaah magrib dengan membaca istighotsah bersama yang diimami oleh beliau Ibu Nur Wahidah selaku penasehat aktif Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah Putri.
Kemudian acara disambung dengan pembacaan manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani dan maulidud diba’i yang di pimpin oleh beliau Ning Hj. Ita Rosyidah Miskiyah.
Setelah melantunkan bait-bait manaqib dan diba’iyah oleh tim pembaca yang diikuti seluruh santri putri. Acara dilanjutkan dengan mauidzoh hasanah yang langsung diisi oleh beliau Ning Ochi.
Beliau membuka mauidzoh dengan ngendikan, “Ibu Nyai Hj. Qomariya adalah ibu kami, ibu kalian, dan ibu kita semua. Jadi, kita bersama di malam hari ini dalam rangka memperingati maulid nabi dan haulnya Ibu Nyai Hj. Qomariyah,” tutur cucu almarhumah Nyai Hj. Qomariyah.
Beliau kemudian melanjutkan dengan bertanya, “Memperingati maulid nabi ada dalilnya tidak?” serentak seluruh santri putri menjawab tidak, hingga beliau melanjutkan dawuhnya, “Apakah cinta perlu dalil? Disini kita niati untuk memperingati maulid nabi sebagai bentuk syukur karena kita cinta kepada nabi,” tutur putri bungsu Nyai Hj. Zakiyatul Misykiyah Al-Ishaqi.
Selain itu beliau juga dawuh kepada santri-santrinya kenapa harus memperingati maulid nabi atau kelahirannya kanjeng nabi dan bukan wafatnya beliau. Langsung dijawab oleh beliau karena kelahirannya baginda Nabi Muhammad SAW merupakn rahmat seluruh alam dan wafatnya atau kembalinya beliau ke rahmatullah adalah duka bagi alam semesta.
“Lalu mengapa ketika manusia meninggal kita memperingati wafat atau haulnya?” tanya beliau kepada seluruh santri, beliau menjawab, “Karena tak lain untuk tadkiroh linafsi atau memperingatkan diri kita sendiri dan sebagai ajang bagi kita untuk kirim do’a,”
Maka dari itu beliau berpesan dengan nada perintah untuk mengekspresikan cinta dan rindu kita kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW. Mumpung sekarang bulan maulid maka perbanyaklah membaca sholawat dan niat baik.
Selain itu dalam acara malam ini kita juga menghadirkan Syekh Abdul Qodir Jilani sang sulthonul auliya’ yang telah kita baca surohnya.
Kemudian beliau juga berbagi kisah inspiratif kepada para santri, sebelum menceritakan kisahnya beliau ngendikan, “Sebagian dari adab adalah mendengarkan kalimat dari orang yang berbicara,” kemudian barulah beliau bercerita, “Dikisahkan ini tentang المذ هب على قدر المشهد yaitu tentang pandangan yang kita berikan kepada seseorang yang akan memberikan pertolongan bagi siapa yang dipandang,” tutur beliau adik dari KH. Reza Ahmad Zahid.
Kisahnya seperti ini, “Ada tiga tholabul ilmi yang mendatangi seorang wali. Kemudian tiga pencari ilmu ini di kasyaf (trawang) oleh wali tersebut. Tholabul ilmi pertama, dia ditrawang kelak akan menjadi orang yang besar tapi akan mati su’ul khotimah. Tholabul ilmi kedua dia di kasyaf akan menjadi orang tinggi atau terpandang akan tetapi akan tergelincir di dunia, dan tholabul ilmi yang ketiga di kasyaf akan menjadi sulthonul auliya,” tutur beliau kepada para santri-santri.
Setelah itu beliau melanjutakan kisahnya, bahwa para tholabul ilmi tadi setelah di kasyaf oleh sang wali melakukan diskusi. Ternyata usut punya usut tholabul ilmi yang pertama sowan hanya berniat datang dan meragukan kewalian sang wali, tholabul ilmi kedua datang hanya sekedar datang tanpa ada rasa su’sdzon maupun husnudzon, sedangkan tholabul ilmi yang ketiga datang dengan niat ingin bertabaruk dan menggambil berkah dari sang wali.
Setelah waktu berlalu ternyata benar apa yang telah dituturkan sang wali. Si pencari ilmu pertama benar menjadi orang besar yakni imam masjid, namun karena mencintai wanita cantik Yahudi yang senatiasa melewati masjid tempat ia menjadi imam. Dia dibutakan oleh cintanya hingga murtad dan mati dalam keadaan su’ul khotimah.
Untuk tholabul ilmi yang kedua, dia menjadi orang tersohor yakni perdana mentri. Karena kepandaiannya diapun didekati banyak orang dan diberi uang suap.
Terakhir yakni kisah sang tholabul ilmi ketiga, ia benar menjadi wali bahkan menjadi sulthonul auliya sang pemimpin para wali.
Selesai kisah yang pertama beliau melanjutkan kisah yang kedua yakni tentang para perampok yang menyamar menjadi orang alim dan mendatangi suatu rumah. Di dalam rumah tersebut terdapat sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anaknya yang sudah gadis. Namun, si anak tersebut tidak bisa berjalan karena lumpuh.
Ketika para perampok yang menyamar tadi datang ke rumah, mereka dijamu dengan ramah dan dihormati sebagaimana orang alim. Tak hanya itu, ibu dan bapak dari sang gadis juga sering meminta air do’a.
Kemudian, tat kala para perampok yang menyamar tadi ingin melancarkan aksinya, tiba-tiba sang ayah girang dan sangat bahagia karena putrinya telah sembuh dari lumpuh. Para perampok pun kaget karena sang ayah bilang bahwa selama ini mereka meminta air atau makanan sisa dari para perampok untuk diberikan kepada putrinya, istilahnya tabarukan.
Dari dua kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa semua hal itu terjadi bagaimana kita memandang. Ning Ochi pun berpesan, “Jangan sampai memandang remeh orang lain karena siapa tahu ia lebih mulia dari kita,” pesan beliau menutup mauidzoh hasanah pada malam ini.
Setelah itu, acara ditutup dengan lempar-lempar buah oleh Ning Ochi yang di sambut dengan penuh antusias oleh para santri dengan diiringi tabuhan merdu dari tim habsyi putri. Wallahu a’lam