Pada bulan Oktober, santri berada pada bulan yang bisa dikatakan sangat special. Karena bulan ini merupakan bulan di mana eksistensi santri tercantum dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Tepatnya pada tanggal 28 Oktober menjadi Hari Santri Nasional yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 15 Oktober 2015 silam. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri. Hal ini tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi kaum sarungan sekaligus menjadi bukti konkret bahwa eksistensi santri sudah diperhatikan oleh pemerintahan.
Kendati demekian, perihal ini memang patut dan harus didapatkan oleh kaum sarungan atas jasa dan kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Pasalnya dalam catatan sejarah kemerdekaan Indonesia, sudah tercatat secara komplit, tetapi sayang seribu sayang, eksistensi santri atas berkibar bebasnya Sang Saka belum diakui secara penuh oleh negara dan juga pemerintahannya. Tetapi dengan ditetapkannya hari santri pada 8 tahun silam menafi’kan persepsi tersebut. 28 Oktober menjadi momen yang sangat spesial bagi para santri.
Dalam catatan sejarah bahwa Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 oleh para ulama di bawah komando Rois Akbar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yakni KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, adalah pemicu utama dari meletusnya “Pertemburan Massal” pada tanggal 26-27-28-29 Oktober 1945 di mana pasukan Inggris dari Brigade 49 Maharatta yang dipimpin Bigadir Jenderal A.W.S Mallaby, diserang secara membabi buta oleh penduduk Kota Surabaya, yang mengakibatkan ratusan tantara Inggris tewas termasuk pimpinan, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby.
Fatwa Jihad dimaklumatkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, adalah perintah lurus pimpinan Alim Ulama kepada umat islam di sekitar pulau Jawa yang masuk pada radius masafatul qosr di mana dihukumkan wajib bagi mereka untuk membela tanah air. Kewajiban membela tanah air artinya saat itu adalah perintah untuk melawan tentara sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indie Civil Administration). Sementara Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945, adalah seruan permohonan dari Alim Ulama NU kepada pemerintah dalam menyikapi kedatangan musuh yang akan menjajah kembali bangsa Indonesia dengan seruan Jihad Fi Sabilillah.
Fakta sejarah perlawanan terhadap pasukan Inggris yang diboncengi NICA yang berujung pada pertempuran sengit di akhir Oktober 1945 inilah yang kemudian memicu peristiwa 10 Nopember 1945 yang disebut Hari Pahlawan.
Momentum itu kelanjutan dari gerakan spontan kaum santri yang sejak 19 September 1945 berhasil merobek bendera merah putih biru di atas Hotel Oranje Surabaya. Kaum santri sepanjang pertempuran akhir Oktober 1945 berhasil merebut kembali keadaan dengan mengalahkan pasukan pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigadir A.W.S. Mallaby. Bahkan dalam pertempuran tiga pekan yang heroik-sejak 10 November hingga 30 November 1945 tidak kurang dari 20.000 orang santri gugur dalam pertempuran tersebut.
Atas peranan yang begitu brillian, Sayyid Muhammad As’ad Shihab menyebutkan dalam salah satu karyanya, bahwa KH. Muhammad Hasyim As’ari adalah Awwalu Wadi’ Labinati Istiqlali Indonesia, (Peletak dasar-dasar kemerdekaan Indonesia).
Fatwa dan Resolusi Jihad inilah yang membuka mata dunia membuat negara-negara di dunia mengakui fakta bahwa Indonesia adalah negara yang telah merdeka dan berdaulat. Atas pengorbanan besar dibela dengan darah dan jiwa oleh rakyatnya.
Tanpa Fatwa dan Resolusi Jihad yang digaungkan oleh Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim As’ari untuk para santri tidak aka ada peristiwa ”pertempuran tanggal 26-29 Oktober 1945” yang menewaskan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 30 Oktober 1945. Tanpa pertempuran 26-29 Oktober 1945 tidak akan pernah ada peristiwa pertempuran Surabaya 10 November 1945. Tanpa Fatwa dan Resolusi Jihad, kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta tanggal 17 Agustus 1945 sulit bertahan lama. Kemerdekaan Indonesia belum diakui oleh negara-negara di dunia saat itu Indonesia dituduh negara fasisme buatan Jepang. Dari sinilah wujud ajaran dari Hadratussyaikh KH. Hasyim As’ari yang meletakkan kewajiban membela negara adalah sama pentingnya dengan kewajiban membela agama.
Dari catatan sejarah tersebut, bisa bisa ditarik kesimpulan bahwa peran santri sangatlah krusial dalam kemerdakaan bangsa NKRI. Eksistensi santri sekarang sudah muncul di lensa bumi Nusantara yang terpandang luar biasa. Patutlah kita berbangga menjadi santri, karena menjadi bagian atas kemerdekaan bangsa kita. Pada momen ini mari kita jaga reputasi santri agar terus menjadi Agen Of Change dalam bangsa Indonesia.