Keturunan shalih dan shalihah merupakan impian dan harapan seluruh orang tua. Anak-anak yang dilahirkan di dunia tidak selalu sama dengan watak dan karakter orang tuanya. Oleh karena itu kasih sayang dan pemenuhan nafkah tidaklah cukup untuk membangun jiwa dengan karakter yang indah. Tarbiyah atau konsep parenting yang diajarkan orang tua terhadap anak harus bisa menyesuaikan dengan kebutuhan dan minat seorang anak tanpa mengabaikan nilai-nilai moral dan spritual.
Pada diri anak kecil terlahir sebuah karakter indah yang bisa kita temukan kecerdasan orang dewasa. Sebagaimana yang diceritakan Imam Asmu’i beliau pernah bertanya pada seorang anak kecil di pedalaman Arab, “Apa kau akan senang jika memiliki beribu-ribu dirham tapi dirimu sendiri bodoh?” Anak kecil itu menjawab, “tidak”. Beliau bertanya lagi, “mengapa tidak?” Anak itu akhirnya menjawab, “aku takut hartaku akan berhamburan karena kebodohanku hingga hartaku lenyap namun kebodohan itu tetap ada padaku.”
Tidak diragukan lagi bahwa jawaban indah seorang anak kecil dapat menggambarkan watak dan akalnya yang terlahir bersama didikan orang tuanya. Sebagian dari teori yang bagus dalam ilmu parenting yaitu mendidik melalui dongeng. Al-Qur’an adalah bukti terkuat sebuah didikan melalui kisah-kisahnya. Namun jangan lupa sebagai orang tua juga harus memperhatikan metode berinteraksi terhadap anak-anaknya.
Keberhasilan sebuah parenting orang tua ketika ia mampu menyampaikan nilai-nilai moralitas dengan cara yang disukai oleh anak-anaknya. Hal ini sangat terbukti efektif karena biasanya seorang anak kecil mudah sekali menirukan apa yang ia dengar dan apa yang ia lihat. Metode berinteraksi sangatlah penting karena sebuah teori tak akan berjalan dengan baik tanpa adanya pemahaman metode. Seperti halnya cara orang tua menasehati anak yang berusia 5 tahun dengan usia 20 tahun jelas berbeda.
Sedewasa apapun seorang anak ia tetaplah anak kecil di depan orang tuanya, akan tetapi anak juga harus memahami bahwa apa yang kita kira itu adalah sebuah ‘ikut campur’ tak lain adalah sebuah kalimat kepedulian. Orang tua tidak bisa merubah watak kepeduliannya. Namun dari sini orang tua juga harus saling memahami bahwa anak memiliki fitrah dan kegemarannya masing-masing. Terkadang orang tua memilihkan masa depan anak-anaknya seperti menentukan jurusan kuliah menurut mereka itu yang terbaik, namun hati seorang anak menolaknya dan ia tidak diberi ruang terbuka oleh orang tuanya. Komunikasi dan ruang hati seringkali terlupakan oleh orang tua terhadap hak-hak anaknya.
Adab dan etika orang tua juga harus selalu diperhatikan sebagaimana menurut Imam Al-Ghazali yang disebutkan dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman 444), setidaknya ada lima (5) adab orang tua terhadap anak-anaknya sebagai berikut:
أداب الوالد مع أولاده: يعينهم على بره، ولا يكلفهم من البر فوق طاقتهم، ولا يلح عليهم في وقت ضجرهم ولا يمنعهم من طاعة ربهم، ولا يمن عليهم بتربيتهم .
“Adab orang tua terhadap anak, yakni membantu mereka berbuat baik kepada orang tua, tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi batas kemampuannya, tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah, tidak menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah SWT, tidak membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”
Seorang anak juga harus selalu berhusnudzon bahwa keluarga selalu menginginkan yang terbaik untuk kita. Seluruh orang tua pasti memiliki watak cinta, jadi wajar saja jika seorang ibu selalu khawatir terhadap anaknya karena dirimu bagian dari hidupnya.
Mereka berupaya menjaga dan melindungi meskipun terkadang caranya sedikit kurang enak. Namun satu hal janganlah sampai membuat hati kita lupa bahwa di balik itu semua adalah upaya orang tua mencintai anak-anaknya. Kita semua akan paham ketika kita menjadi seorang ayah, betapa mulianya ayah kita. Ketika menjadi seorang ibu kita baru sadar bahwa betapa istimewanya wanita yang melahirkan kita.
Lahumul fatihah….