Indonesia Sebagai Contoh Negara Bertoleransi dan Moderat Dalam Beragama
Sikap toleransi, tidak akan jauh dengan moderasi. Karena dua kata tersebut memiliki maksud atau tujuan yang hampir sama, apalagi jika dikaitkan dengan agama atau keyakinan. Bila diobjektifkan secara definisi, toleransi beragama berati menghargai dan menghormati suatu perbedaan atau ketidakselarasan dalam berkeyakinan dalam berakidah. Sedangkan moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim atau berlebihan. Nah, itulah mengapa pentingnya dua prinsip tersebut untuk dimiliki oleh setiap orang.
Untuk di Indonesia sendiri, sikap toleransi sudah sangat melekat pada masyarakat luas. Dengan agama yang sangat bervarian yang jumlahnya enam agama, yang terdiri dari Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik dan Konghuchu menunjukan betapa tingginya sikap toleransi di Indonesia. Walaupun bila dilihat dari segi sosial yang sangat erat dalam berinteraksi setiap harinya, sama sekali tidak menimbulkan gesekan atau permusuhan. Mereka semua saling menghormati satu sama lain, dari sinilah Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki toleransi dan moderasi yang sangat tinggi.
Bila dilihat dari bukti realita yang ada, memang banyak sekali bukti yang menunjukan bahwa Indonesia benar-benar negara yang bertoleran dan moderat dalam beragama. Contohnya di Jakarta, terdapat Masjid terbesar se-Asia Tenggara yaitu Masjid Istiqlal yang letaknya berseberangan dengan Gereja Katerdal. Jema’ah yang berbeda keyakinan tersebut saling menghormati satu sama lain. Bahkan ketika hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Jema’ah Gereja Katerdal menyediakan halamannya untuk tempat parkir. Terdapat pula bangunan tempat ibadah, yang corak bangunannya hasil dari akulturasi beberapa agama, seperti Masjid Menara Kudus, Masjid Cheng Ho Surabaya, Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Masjid Raya Cipaganti Bandung dan Masjid Raya Sumatera Barat.
Ada salah satu orang Indonesia yang dinobatkan sebagai Bapak “Pluralisme” dunia, yang tidak asing dikenal oleh kalangan masyarakat, beliau adalah Presiden ke-4 Indonesia yaitu, Abdurrahman Wahid atau akrab disapa dengan “Gus Dur”. Beliau salah satu figur yang netral dalam masalah perbedaan, baik perbedaan keyakinan ataupun perbedaan pendapat. Beliau mewakili dari sekian banyak masyarakat Indoensia sebagai gambaran negara yang bertoleransi dan moderasi tinggi. Beliau sendiri pernah menuturkan beberapa ucapan mengenai perbedaan yaitu, “Perbedaan dalam berbagai hal termasuk aliran dan agama, sebaiknya diterima karena itu bukan masalah. Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi toleransinya. Berkat perbedaan, semua menjadi terang.”
Lalu ketika ada pertanyaan, seberapakah pentingnya sikap toleransi dan moderasi dalam beragama? Apakah kita perlu memiliki hal tersebut. Jawabannya adalah sangat penting dan perlu sekali, sikap toleransi dan moderasi harus dimiliki oleh setiap insan. Karena dengan toleransi dan moderasi akan mencegah terhadap hal anarkisme dan rasisme terutama bagi orang-orang yang sangat fanatik dalam berkeyakinan. Sikap toleransi dan moderasi dalam beragama sendiri, memiliki dampak besar bagi suatu kondisi perbedaan, salah satunya adalah dampak mutualisme atau saling menguntungkan satu sama lainnya.
Indonesia yang sekarang notabenya sebagai negara mayoritas Islam, tidak akan pernah putus dengan namanya perbedaan, karena sebelum Islam tumbuh besar dan mendominasi di Indonesia, agama nenek moyanglah pendahulunya. Maka dari itu, esensi dan eksistensi Negara Indonesia adalah adanya perbedaan dengan tanpa timbulnya perpecahan ataupun perselisihan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Indonesia, layak menjadi contoh bagi dunia, sebagai negara yang bertoleransi dan moderasi tinggi dalam perbedaan, terutama dalam beragama. Apalagi belum lama ini Indonesia menjadi tuan rumah atas R20 yang merupakan konferensi bagi para petinggi agama yang ada di dunia. Terselenggaranya R20 juga sebagai esensi Indonesia yang menyatukan segala perbedaan.
Suatu perbedaan, sejatinya bukanlah suatu problem yang harus diperdebatkan. Karena dengan perbedaan akan membawa terhadap hal kemanusiawian, terutama tumbuh sikap saling menghargai dan menghormati antar golongan. Perbedaan pula akan membawa dampak positif, bila di sikapi dengan humanis bukan dengan apatis. Segala perbedaan bukanlah hal yang harus dibingungkan, karena Sang Kholiq menilai manusia dari satu penilaian yang sifatnya sama, yaitu dengan ketakwaan seseorang kepada Tuhannya. Dari situ pula nantinya akan menujuk secara vertikal terhadap jalan moderasi, yang mana akan menyeimbangkan atau menengahi perbedaan yang ada.
Dalam Al-Qur’an juga sejak awal telah menginformasikan kepada kita bahwa komunitas manusia tidak mungkin bisa menjadi satu kesatuan yang homogen, “Jika tuhanmu menghendaki niscaya ia akan menjadikan manusia sebagai satu umat”(Q.S. Hud/11:118). Al-Qur’an yang notabenya sebagai pedoman hidup umat Islam juga menjelaskan untuk menjauhi segala kebencian terhadap perbedaan, “Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil.”(Q.S al-Maidah/5:8).
Teruntuk dalam agama Islam sendiri, sangat mentolelir atas fleksibelitas dalam memperjuangkan cita-cita, selain itu islam tidak memaksa golongan lain untuk masuk dalam Agama Islam, karena sudah jelas misi Agama Islam hadir di kehidupan ini adalah untuk menjadi rahmat semua alam.
Dari hal di atas sudah diterapkan di Indonesia yang sangat menjunjung tinggi sikap toleransi dan moderasi dalam beragama. Oleh karena itu, Indonesia layak menjadi contoh di mata dunia sebagai negara yang bertolaransi dan moderat dalam beragama.