web analytics
AD PLACEMENT

Is’al!

AD PLACEMENT
0 0
Read Time:5 Minute, 43 Second

“Ada yang mau bertanya?”

Suasana kelas itu hening. Ustadz Hamdan pun telah menjelaskan bab mubtada khobar dari kitab Al Jurumiah dengan panjang lebar. Mulai dari pengertian, pembagian, dan contoh-contohnya. Tetapi, tetap saja mereka diam. Tak ada sesuatu yang ditanyakan dan tak ada kalimat yang diucapkan. Mereka tetap diam dan selalu diam.

Di kelas itu tak pernah ada pertanyaan dan tak pernah ada yang ditanyakan. Baik pelajaran itu sulit ataupun mudah, mereka tetap diam. Kamu salah jika menganggap mereka pintar! Salah besar!

Begitu juga dengan Jamal. Ia adalah salah satu dari murid kelas itu. Ia selalu diam dan selalu tak paham di setiap pelajaran. Padahal cita-citanya ingin menjadi Dosen Al Azhar, Mesir. Lalu, ia berusaha keras untuk menjadi cerdas dan mewujudkan mimpinya. Tapi, ia bingung bagaimana caranya?

AD PLACEMENT

 

***

 

Also Read: Harapan | Cerpen

Pagi itu, ia sekolah formal. Semua buku pelajaran ia bawa, juga semua alat tulis lengkap tak tertinggal. Tapi sayangnya, semua guru tak ada yang masuk kelas. Rapat. Ia ingin pulang, tapi belum waktunya. Dan teman-temannya menghilang; Pergi ke WC, ke kantin, atau malah tertidur di kelas. Itu semua sudah biasa.

AD PLACEMENT

Ia lebih memilih membaca buku-buku yang sudah ia bawa berat-berat dari kamar. Ia memilih Buku Bahasa Indonesia. Halaman demi halaman, lembar demi lembar, dan bab demi bab ia baca. Ia sempat terhenti pada suatu kalimat. Ia baca ulang, ia coba pahami. Sebuah Pribahasa yang berbunya, “Malu bertanya, sesat di jalan.” Ia pahami dan tersadar. Cara awal untuk menjadi cerdas adalah dengan bertanya!

Sejak saat itu dan hari itu, ia jadi rajin bertanya. Tak ada seorang guru pun yang lepas dari pertanyaannya. Ia merasa ada kemajuan dalam pengetahuannya. Ia sangat senang bertanya, tapi tidak dengan teman-temannya. Bahkan, mereka kesal dengan sikap Jamal yang suka bertanya. Telinga mereka panas!

Also Read: Menuju Ka’bah

“Heh, Jamal! Lu kenapa, sih senang banget nanya?” Ucap Andi mewakilkan keluh kesah teman-temannya selama ini.

“Kan, banyak tanya kita jadi banyak tau. Bagus, kan?” Jawab Jamal polos.

AD PLACEMENT

“Bagus dari mana? Gini, nih kalau jarang baca Al Qur’an! Coba lu baca Surat Al-Baqoroh ayat 67 sampai 71 tentang Bani Israil terhadap Nabi Musa.”

“Kalian jangan kesal sama aku. Lagian apa salahnya senang nanya?”

“Heh, Onta! Lu tau, kenapa Dora dibenci seluruh makhluk bumi?”

“Nggak tau.”

“Karena dia BANYAK TANYA!”

“Deg.” Dada Jamal terasa sesak.

Mereka semua pergi dan Jamar termenung.

Ia bingung untuk menjadi cerdas. Antar rajin bertanya atau jangan bertanya, ia harus apa? Menurut Pribahasa, ia harus rajin bertanya. Tapi, kalau menurut cerita Bani Israil dalam Al Qur’an, ia jangan bertanya.

“Pribahasa dan Al Qur’an? Tentu lebih baik Al Qur’an!” pikirnya.

Sifat Jamal berbalik 180 derajat. Ia kembali pada sifat awalnya, anggota anti bertanya. Al Qur’an telah memotivasi jiwa Jamal yang labil. Hari-harinya pun kembali pada masa awal. Guru menjelaskan, ia diam. Guru, menerangkan, ia diam. Saking seringnya ia diam, ia menjadi korban pemfitnahan pelaku kentut.

Bahkan suatu hari, kelas bau tai. Semua mata mencari asal muasal bau itu. Hidung-hidung mulai mengendus mencoba mendeteksi objek masalah. Mereka semua tertuju pada Jamal. Jamal terdiam.

“Woi! Jamal ee di celana.” Heri teriak keras.

“Hiii!” Sekelas menyauti.

Jamal tetap diam.

“Jangan asal fitnah! Jangan menuduh tanpa bukti.” Salman menengahi keributan.

“Coba berdiri, Jamal!” Pinta Heri.

Jamal berdiri dan Heri mulai mendeteksi dengan mata dan hidungnya. Hasilnya, memang tidak terbukti.

“Sekarang coba angkat kakimu, Heri!” Pinta Salman.

Heri mengangkat kaki kirinya dan terlihat sebuah noda di bawah sepatunya. Itu tai kucing.

“Asal bau itu dari kamu, Heri. Jangan menuduh orang sembarangan. Lihat sepatu kamu ada kotoran kucing!”

“Hiii!” Satu kelas berbalik menyorakinya. Kali ini lebih keras.

Heri malu dan pergi ke toilet.

“Makasih ya, Man. Kamu udah mau nolong aku.”

“Sama-sama. Kamu kenapa, sih diam terus. Sebelumnya kamu aktif ngomong, aktif nanya. Apa gara-gara ceramah Bani Israil?”

“Iya. Aku nggak mau seperti Bani Israil. Makanya aku milih diam.”

“Bukan seperti itu, Mal. Ini udah bukan jamannya. Kita itu berbeda dengan Bani Israil. Udah lupain aja Bani Israil, pikir masa depan!”

“Terus supaya bisa pintar seperti kamu gimana caranya?”

Benar, Salman memang pintar. Terbukti ia menjadi juara satu bertahan dari SD.

“Ya, banyak belajar dan banyak tanya, jangan lupa dengan berdo’a.”

“Banyak bertanya?” Batinnya.

Jamal kembali termotivasi. Ia kembali menjadi Jamal yang baru dengan jiwa-jiwa bertanyanya yang kembali hidup. Rajin bertanya, lalu pintar! Ia senang bertanya. Setiap ada kesempatan di kelas, ia pasti bertanya. Bahkan, kini lebih menggila. Di luar kelas pun ia pasti bertanya pada siapapun. Mau makan, tidur, main, nyuci, ia pasti bertanya dan pastinya tentang pelajaran. Ia sadar, Pondok Pesantren adalah gudangnya orang cerdas.

Pernah suatu hari, ia bertanya tentang suatu masalah Fiqh pada kakak kelasnya yang cerdas, Mumtaz namanya. Masalah itu mereka bahas sampai 5 jam lamanya. Bertanya adalah hidupnya.

 

***

 

Malam sabtu adalah jadwalnya pelajaran Hadist Arbain. Ustadz Yunus melanjutkan pelajaran sampai ke Hadist ke-9,

“Dari Abu Huroiroh Abdurrahman bin Sakhr Rodhiallohu anhu, Beliau berkata; saya mendengar Rosulullah SAW, bersabda; ‘apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka dan pertentangan mereka terhadap Nabi-Nabi mereka.’ Hadist riwayat Bukhori dan Muslim.”

Semua santri menyimak dengan seksama, termasuk Jamal. Ia tersentak. Semua pertanyaan yang ingin ia tanya harus sirna karena mendengar penjelasan Hadist tersebut. lagi-lagi Jamal menemukan argumen tentang larangan bertanya.

“Kali ini antara pernyataan Salman dan Hadist Nabi. Salman dan Nabi? Tentu utama Nabi.” Pikirnya.

“Ada yang ingin bertanya?” Ucap Ustadz Yunus setelah menjelaskan pelajaran Hadist.

Tak ada yang bertanya. Ustadz Yunus melirik Jamal dan tetap tak ada yang bertanya.

 

***

 

Semakin hari, Jamal semakin bingung dengan tujuannya untuk menjadi cerdas. Bingung antara harus rajin bertanya atau jangan bertanya. Dengan kebingungan yang semakin menumpuk, Jamal memilih sowan menghadap Kiai Musthofa, Kiainya, dengan maksud meminta pencerahan.

Pagi-pagi sekali, Jamal sudah berada di depan teras rumah Kiai Musthofa, menunggu beliau keluar. Jamal bersalaman ta’zhim pada sosok yang sangat ia hormati itu. Setelah Jamal mengeluarkan keluh kesah dan kebingungannya selama ini, Kiai Musthofa, berkata;

“Jadi seperti ini, Jamal,”

Jamal menyimak dengan penuh ta’zhim.

“Dalam hal bertanya, memang sangat dianjurkan bagi para pencari ilmu, terutama tentang ilmu agama yang belum ia ketahui. Tanyakanlah tentang pelajaran yang belum kamu pahami pada guru-gurumu. Itu tak apa. Malah bertanya menandakkan bahwa seorang santri itu berpikir terhadap pelajaran yang telah guru jelaskan. Jadi, bertanya itu baik. Dan sedangkan bertanya yang tidak dibenarkan adalah bertanya tentang sesuatu yang diperintahkan. Baik perintah Allah, Nabi, Oarng Tua, maupun Guru. Karena perintah itu cukup dilaksanakan, tak perlu banyak bertanya. Jangan seperti Bani Israil saat di perintahkan Nabi Musa AS. Dan jangan juga bertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat. Sampai sini paham ya, Jamal?”

“Paham, Yai. Terima kasih.”

Setelah mendengar pencerahan dari Kiai Musthofa, Jamal menjadi lega. Tenang. Semua masalah dan semua pertanyaan di hatinya terjawab. Ia tau harus apa!

 

***

About Post Author

Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Tagged with:
cerpenSantriTanya
AD PLACEMENT

Penulis Baik Hati, Tidak Sombong, dan Rajin Menabung*

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Mencari Pengganti Cincin Emas

Mencari Pengganti Cincin Emas

Harapan | Cerpen

Harapan | Cerpen

Menuju Ka’bah

Menuju Ka’bah

Teguran Abah Yai | Cerpen

Teguran Abah Yai | Cerpen

Bismillah, Aku Tidak Takut

Bismillah, Aku Tidak Takut

Sirep Jeding E

Sirep Jeding E

AD PLACEMENT