“Jas Biru untuk Bapak”
Bagian I
–Solo,26 Februari 2004—
Kabut pagi berhasil menyusuri sepenjuru desa ini, nampak kicauan burung dengan merdu mengisi langit-langit dan cakrawala tiada henti. Seolah dunia tahu akan hadirnya sosok yang kuat dan hebat telah lahir ditengah-tengah masyarakat tersebut. meski begitu, bayi tak berdosa tersebut harus menanggung porak porandanya keluarganya, yang hampir membinasakan raganya. bayi itu adalah Zara Yumna. Yang kelak akan menjadi gadis yang berparas ayu, cerdas dan magnet ilmu pengetahuan di daerah kelahirannya. Bayi Broken Home tersebut menjadi tanggung jawab pakdhe dan budhenya sepenuhnya, karena kekejaman orang tuanya, Hingga pada akhirnya muncullah ketulusan dan kasih sayang seseorang yang mau merawatnya hingga nanti, dipenghujung titik kesuksesannya. Disinilah, Kisah Yumna dimulai.
—-
–Lirboyo, 28 Juni 2019–
Brukkk—
Beberapa pasang mata santri putri seperti tengah menonton pertandingan sepak bola, kala melihat Yumna tergopoh-gopoh menuju koridor asramanya, namun tidak berhasil membawa tumpukan kitab dengan benar. Dia jatuh tersungkur.
“Kamu ngapain yum? gak apa-apa kan?!” tanya Risa, teman sekamar Yumna.
“Eumh,, Gak apa-apa kok, tadi kesandung batu kecil .. jadi gini deh,” Jawab Yumna menahan malu.
“Yaudah ayo kembali ke kelas!”.
Yumna adalah salah satu santri putri di Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah,Lirboyo. Sudah hampir 3 tahun lamanya, ia menuntut ilmu di pondok pesantren besar ini, sifat dan karakter Yumna dalam menghadapi sesuatu memang selalu membuat teman-temannya betah jika bersamanya, ia ramah, mandiri dan cerdas. hingga satu sisi yang menjadi latar belakangnya saat ini, tak banyak yang mengetahui. Hanya Risa lah, satu-satunya teman yang akan ia curhati ketika ia menghadapi suatu masalah atau selayaknya bersenda gurau demi mencairkan problema kehidupan sebagai sesama santri.
Di kamar..
“Yum, bentar lagi kita mau Haflah Akhirussanah lho.. gimana, udah kabari emak bapakmu?”,
“Hehe.. belum ris, emangnya orang tua wajib hadir tho?”. jawab Yumna,
Sembari diiringi kegetiran yang dirasakan hatinya, Ia tak tahu harus berkata apa kepada Emak dan Bapaknya, Karena ia tahu biaya kendaraan dari Solo ke Kediri tidaklah sedikit, pasti akan sangat menyusahkan jika ia meminta Emak Bapaknya untuk hadir ke acara Haflah Akhirussanah-nya nanti.
“Ya.. setidaknya beliau berdua tahu, kalau kamu bakal lulus, dilut maneh yum..”
Risa sebenarnya tahu, apa yang ada dipikiran Yumna—sahabatnya itu, namun dia hanya bermaksud agar Yumna bisa sepertinya dan teman-teman santri yang lain, yang sudah merencanakan kapan orang tuanya akan datang? atau sekedar datang dan berniat langsung menjemput anaknya pulang setelah acara haflah selesai.
“belum tahu ris, aku bingung harus ngasih tahunya gimana..”, Jawab Yumna nampak lesu.
“Yaudah besok coba kamu telfon bapakmu ya,, masa kamu gak mau mereka hadir?”, Risa dengan gayanya yang lembut yang selalu berhasil meyakinkan Yumna.
—-
Keesokan harinya..
Hari ini adalah hari paling melelahkan, pasalnya tugas pelajaran kelas 12 semakin menumpuk saja, hal tersebut membuat Yumna sedikit kewalahan, belum lagi 2 Minggu lagi Ujian Madrasah Diniyah sudah akan menyambutnya. Hal ini juga akan membuatnya lebih ekstra lagi dalam menyiapkan belajarnya, dan harus bisa membagi waktu untuk ujian-ujian yang akan datang mulai dari Ujian Madrasah Qiro’atul Qur’an(MQQ), Ujian Sorogan Kitab(LBM), hingga ujian utama yaitu Ujian Madrasah Diniyah yang paling mendebarkan.
“Baik mbak-mbak, pelajaran Fathul Qarib bab Jinayat sudah rampung nggih, besok siapkan buku tamrinnya, saya mau mengambil nilai tamrin sampeyan-sampeyan semua..” , Ujar salah satu Mustahiq (Ustadz) Yumna sebelum akhirnya salam dan pergi meninggalkan kelas.
“Nggih pak..” sahut mbak-mbak santri serempak.
Terlihat dari luar kelas, Kiki datang menemui Yumna dengan tergesa-gesa,
“Yum, kamu dipanggil Ustadzah Lina,, cepetan ke kantor sekarang!”,
“Lhoh, sik-sik. kamu darimana? kok kamu bawa salam dari ustadzah Lina?” tanya Yumna heran, pasalnya dari tadi dia memang tidak melihat Kiki berada di kelas.
“ Aku dari Jedhing Yum, kan lewat kantor.. terus aku disuruh buat manggil kamu!”. tungkas Kiki.
“Oalah gitu, yaudah makasih ya.. wis kamu duduk dulu, pasti capek abis lari-lari,”
Tanpa menunggu lama, Yumna langsung menuju Kantor memenuhi panggilan Ustadzah Lina, yang juga merupakan munawwib kelasnya.
tok-tok-tok
“Assalamu’alaikum..”
Bersambung…