Kaya Cendekia Miskin Norma
Dengan penduduk sebanyak 270 Juta jiwa Indonesia berhasil menjadi negara terpadat nomor 4 didunia. Hal ini karena tingkat kelahiran yang masih sangat tinggi dengan angka 4,8 juta anak pertahun. Otomatis Indonesia akan memiliki sumber daya manusia yang sangat melimpah.
Demi mewujudkan cita-cita mulia Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, berbagai pihak menyelenggarakan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat Indonesia agar mampu bersaing dalam dunia kerja. Warga yang sadar dengan kebutuhan pendidikan pun semakin banyak. Sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menyekolahkan anaknya hingga pendidikan tertinggi yang mampu mereka raih.
Berdasarkan data BPS dalam statistik pendidikan Indonesia, jumlah SMA mengalami peningkatan yang signifikan. Padahal pada tahun pelajaran 2010/2011 berjumlah 11.306 hingga pada tahun pelajaran 2019/2020 meningkat menjadi 14.301 sekolah. Bahkan, lulusan perguruan tinggi mengalami kenaikan. Tahun 2010 presentasi lulusan perguruan tinggi sejumlah 6,4% dari jumlah penduduk dan mengalami kenaikan hingga pada tahun 2020 mencapai 9,49% dari total penduduk Indonesia. Hal ini saya rasa cukup untuk menampilkan peningkatan kualitas pendidikan masyarakat Indonesia.
Namun, peningkatan mutu pendidikan masyarakat tidak dibarengi dengan meningkatnya akhlak dan tata krama yang dimiliki anak bangsa. Banyak sekali anak bangsa yang memiliki title panjang dibelakang nama, namun tidak memiliki sopan santun dan rasa segan terhadap orang yang lebih tua. Berkata kasar bahkan merendahkan dianggap biasa dan normal dengan dalih pemikiran yang moderat.
Indonesia yang dahulu terkenal dengan bangsa yang menjunjung tinggi adab dan budaya perlahan-lahan luntur karena anak bangsa sendiri. Okelah mungkin dalam kehidupan “nyata” masih banyak ditemukan warga yang beradab. Bertemu tetangga saling tegur sapa, berbicara dengan yang lebih tua berbahasa krama. Terhadap yang lebih mulia menundukkan kepala. Namun di dunia maya banyak warga negara berubah menjadi kaum bar-bar tak berakal. Hujat sana sini.
Berceloteh dan berorasi seolah yang paling hebat. Banyak sekali ditemui netizen seperti ini. Mulai dari media sosial seperti IG, Fb dan Twitter yang berkomentar tanpa berfikir bahkan sampai dunia game yang toxic tak berkesudahan. Ketika muncul masalah yang belum jelas rimbanya mereka berkomentar seenak udel tanpa mencari kejelasan akar masalah tersebut. Sebut saja masalah seorang Pangeran Brunei yang diidolakan sebagian kaum hawa. Entah karena apa, kekasih pangeran itu dihujat habis-habisan oleh netijen Indonesia. Atau kasus Rey Martin, seorang seleb tiktok negara tetangga yang tiba-tiba dihujat tanpa alasan jelas. Maka tak heran bila beberapa media luar negeri memberikan label warga Indonesia sebagai warga yang paling tidak beradab.
Tapi lucunya, banyak kawan netijen yang menjadi “Singa” di dunia maya namun “kucing” di dunia nyata. Kalau dirasa malah seperti PECUNDANG. Di media sosial mereka berkoar-koar, memprovokasi dan menunjukkan seolah mereka pemberani. Begitu diciduk, mereka nangis sesenggukan meminta maaf dan membuat klarifikasi. Bahkan saking pengecutnya, mereka membuat fake account agar tidak diketahui pribadi mereka sebenarnya.
Memang hal ini disebabkan oleh berbagai hal. Mulai dari faktor lingkungan maya dan lingkungan nyata. Bagaimana kebejatan moral salah satu warga yang ditiru oleh warga lainnya sehingga menjadi tren. Mereka berlaku bebas dan beranggapan di dunia maya mereka bebas dan aman. Di dunia nyata mereka dihadapkan dengan lingkungan sosial yang mulai berubah sebab tontonan yang kurang edukatif, orang tua yang tidak mengajarkan anaknya beretika dan tokoh masyarakat yang acuh dengan rusaknya circle pergaulan.
Oleh sebab itu, demi memperbaiki mental dan karakter bangsa, marilah kita tanamankan kembali tata krama yang menjadi khas anak bangsa. Dimedia sosial pun kita perlu berbenah diri. Khususnya muda-mudi, alangkah bijaknya berfikir dahulu, sebelum memberikan komentar yang tak berakal. Dan saya rasa perlu undang-undang hukuman toxic media sosial, agar ketika ada permasalahan tidak cukup membuat video klarifikasi dan masalah selesai. Namun perlu pula dibui atau didenda agar menimbulkan efek jera.
Wallahu a’lam bisshowab.
Sumber gambar: http://infomasjid.com/
Oleh: Alwi Maftuhul Huda