Kesan KH Faruq Qusyairi Perihal Kedermawanan dan Keteladanan KH. Imam Yahya Mahrus
Salah satu alumni sepuh Pondok Al-Mahrusiyah, Bapak KH. Faruq Qusyairi memberikan kesan-kesannya selama nyantri dengan Yai Imam, Ketua Pondok periode 1992-1994 ini menganggap Yai Imam sebagai figure seorang kiai yang mengajarkan santrinya untuk selalu bermasyarakat, hal itu dilihat sendiri oleh yai Faruq, dimana pada zaman itu, KH. Imam sering menjadi makmum, sedangkan imam sholatnya adalah para santri-santri senior.
Yai Faruq sendiri bisa berkhutbah maupun mengisi ceramah diberbagai acara sebab didikan Yai Imam, “Awal saya berkhutbah itu karena perintah dari Yai Imam, pas itu pada saat acara penrnikahan nya Mas Putut disebuah rumah yang sekarang menjadi Asrama Utsmani.” Tutur KH. Faruq. Lebih dari itu, dalam jadwal khutbah di Masjid Kampus Tribakti terdapat nama Yai Imam, tapi beliau lebih sering menyuruh santri-santrinya untuk menggantikan, ini membuktikan Yai Imam mengajarkan untuk praktek dalam bermasyarakat.
Ada suatu kejadian menarik, pada saat pernikahan di Jalan Penanggungan, acara itu terbatas, Yai Faruq hadir dengan KH. Idris Marzuqi, KH. Rofi’I Yaqub, dan KH. Imam Yahya. tanpa diduga-dua Yai Imam spontan memberikan Yai Faruq perintah:
“Ruq, faruq moco qur’an, yo? Khutbah pisan yo?.”
Lantas, saya menjawab: “Enggeh.” Masya Allah rasanya.
Hal-hal semacam ini terus dialami Yai Faruq, ada lagi kejadian penuh terkesan semasa Yai Faruq sudah mengisi khutbah diluar, pada saat itu terdapat dua motor di ndalem, ada motor yang biasanya dipakai teman-teman mereknya Shogun, satunya biasa dipakai Yai Imam sendiri, Yai Faruq akan berpergian menggunakan motor Shogun, tepai Yai Imam mencegahnya,
“Awakmu ojo ngge motor iki, gae en seng iki (motor yang biasa dipakai Yai Imam). Subhanallah.”
Selain itu, Yai Imam tergolong orang yang sangat loman (dermawan) kepada siapa saja, setiap ada penjual yang datang ke ndalem, beliau langsung menanggapinya. “Nggeh, regine pinten? Kurang lebih seperti itu, bahkan seorang penjual yang jual monyet tetap beliau beli. Ataupun disaat ndalem terdapat berkat dan beberapa makanan.
Yai Faruq menyaksikan sendiri akan hal itu, kadang-kadang beliau dipanggil KH. Imam
“Ruq-ruq iki kekno neng seng jogo,” kalau tidak “Iki panganan kekno neng tukang-tukang.” bukti kalau Yai Imam merupakan pribadi yang tidak mementingakan kepentingan pribadi.
Begitulah sedikit Kesan Yai Faruq dengan Sang Guru, KH. Imam Yahya Mahrus.