Ketika Santri Mengkritisi Peraturan Kiai
Ketika di pondok kemarin, saya ngobrol dengan adek-adek kelas, kami bertukar kabar, menanyakan jumlah nadzom yang dihafalkan mereka dan membahas harga seporsi nasi sayur apakah masih bertahan di angka Rp.3.500.
Kemudian obrolan mulai serius, ada yang mempertanyakan mengapa santri dilarang membeli jajanan diluar warung selain milik dzuriah (keluarga Kiai), aturan itu menurut dia dogma belaka, barangkali tidak rasional cenderung mengekang dan parahnya tidak turut mengangkat ekonomi warga sekitar.
Yang nanya ini bukan santri baru, melainkan sudah hampir tujuh tahun mondok, saya tidak kaget dengan sikap kriitisnya, minimal daya nalar dia mulai berkembang, dan pertanyaan ini juga yang dulu pernah saya pertanyakan- akhirnya saya beri sebuah paparan, Pertama, Dzuriyah dalam membuat aturan itu melihat mafsadah dan maslahatnya, tidak membuat aturan berdasar nafsu belaka, nah ketika ada larangan membeli selain warung dzuriyah, beliau itu belajar dari sejarah karena dahulu pernah kejadian santri-santri yang tiba-tiba keracunan setelah jajan diluar.
Sekarang pun tiada yang tahu kalau jajanan diluar benar-benar higienis, dan kita juga tidak tahu apabila tiba-tiba ada yang punya masalah terhadap dzuriyah apalagi sedang masa politis ini, kemudian menaruh racun pada makanan tersebut. Walhasil dzuriyah memakai kaidah dar’ul mafasid muqodimun ala jalbil masolih (mencegah kerusakan didahulukan atas mendatangkan kebaikan) dengan cara melarang jajan selain di warung dzuriah, guna mencegah kemungkinan-kemungkinan buruk terjadi.
Kedua, oleh dzuriah kalian diberi ilmu yang sangat melimpah, belum lagi setiap hari doa-doa selalu membuncah, kalian hanya dituntut untuk membayar SPP yang tergolong murah, nah disini masa dzuriyah yang telah memberikan segalanya kepada kalian, eh kalian malah memperkaya orang lain dengan membeli dagangan mereka? Maka alangakah baiknya perputaran ekonomi itu biar tetap di dzuriyah karena jelas, Harta kiai itu ujung-ujungya ya buat perkembangan pesantren. Jadi dari santri oleh santri dan ujungnya buat santri.
Kemudian dia mempertanyakan kenapa dulu ketika pemilihan ketua pondok yang dipilih santri secara langsung, suara terbanyak kok tidak jadi ketua pondok, melainkan malah patuh terhadap keputusan musyawarah keluarga dzuriyah? Bukankah itu tidak demokratis? Kemudian saya kasih analogi, “ketika ketua pondok dipilih berdasarkan suara terbanyak, bukannya sama saja satu suara santri yang bahkan belum genap setahun mondok, itu sama saja dengan suara kiai yang terlahir di pondok itu sendiri?”
Kemudian dia hanya terdiam dan saya melanjutkan.
“Itulah kelemahan demokrasi, di mana suara setiap orang dihitung sama meskipun beda latar belakang dan daya nalar, nah kelemahan demokrasi ini tidak bisa diberlakukan di pondok, Apalagi sebagian santri itu ketika milih cuma ikut-ikutan bahkan dipaksa oleh teman-teman, maka setelah dipilih santri, ketua pondok terpilih tadi ditimbang lagi oleh keluarga kiai, dianalisis secara mendalam karena beliau tahu betul kapasitas calon ketua pondok tadi.” Mereka cuma mengiyakan, antara paham dan hampa.
Terakhir mereka menanyakan, kenapa sebelumnya wajib berpeci hitam kok malah diwajibkan berpeci putih? Bukannya itu menyalahi tradisi? Yang ini saya jawab singkat, “sederhana rek, soale awakmu nek gawe peci ireng malas nyuci pecine reget ndak konangan, tapi nek pecine putih kan reget sitik konangan, dadine awakmu iso lebih njogo kebersihan dan sering-sering nyuci.” Mereka memaklumi betul kalau yang terakhir ini, alias tidak terebantahkan, haha.
Ya, beberapa peraturan pesantren itu tidak selamanya dogma dan normatif belaka, pasti ada alasan yang melatarbelakangi dan demi kemaslahatan bersama. Tentu aturan-aturan itu rasional, bagi santri yang mau menggunakan hati dan akalnya. Intinya tetap husnudzon dateng keluarga kiai. Sekian
Betul sekali, itu semua pembelajaran buat anak santri agar berfimir kritis
Yaps, leres mekaten
Top sekali ini merupakan informasi yang sangat tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sering mempertanyakan hal2 semacam ini, Terima kasih ustaaadz
Alhamdulillah, semoga bermanfaat ya buk…
Matursuwun informasinipun, dados faham aladanipun
Alhamdulillah