Keyakinan Besar Akan Sifat-Nya
Pagi yang cerah untuk kesekian kalinya di perkampungan Archa, terlihat di sebelah utara gunung yang menunjukkan kegagahanya, perkebunan di depan sana mulai menghasilkan buah-buah yang segar, menunjukkan bahwa hari telah berganti menjadi bulan, dan bulan telah berganti menjadi tahun. Perubahan alam sekitar sangat terasa bagi Malik, tapi tidak untuk penduduk terutama keluarganya. Entah kesalahan apa yang Malik perbuat hingga orang-orang di sekitarnya tak terkecuali keluarganya begitu tidak menyukainya.
“Eh, kalian mau ke mana?” Tanya salah satu penduduk.
“Kami mau ke arah sana.” Ucap penduduk yang lain.
“Lebih baik jangan ke sana, karena di sana kalian akan bertemu dengan orang itu.” Ucap penduduk yang tadi bertanya. Mendengar itu, penduduk yang tadi hendak pergi pun membatalkan niatnya. Mereka segera pergi menjauhi tempat tersebut.
Percakapan antara penduduk tadi masuk begitu saja di telinga Malik. Sambil menghembuskan nafas untuk yang ke sekian kalinya Ia berkata “Tak apa” Tidak ada kata lain yang keluar dari mulut Malik selain dua kata tersebut. Mata Malik pun tertuju pada buah segar di depannya yang siap untuk di petik. Ia berencana untuk memberikannya pada keluarga besarnya.
“Bu, ini dari siapa?” Tanya sang anak ketika melihat keranjang buah di teras rumahnya. Sang Ibu pun mengambil keranjang buah tersebut, tak perlu ditebak sang ibu tau ini dari siapa, pasti dari ‘dia’. “Bukan dari siapa-siapa. Ayo masuk!” Ucap sang Ibu sambil meletakkannya kembali ke tempat semula. Seperti hari-hari sebelumnya, sesuatu dari ‘dia’ tidak berarti apa-apa.
Bertahun-tahun hidup menjadi salah satu orang yang tidak disukai orang-orang di sekitarnya tanpa tahu kesalahan apa yang diperbuat membuat Malik ingin cepat-cepat pergi dari dunia ini. Dengan tubuh lemas tak berdaya, pada detik-detik menuju ajalnya, saat tak ada seorang pun disampingnya, Malik mulai melantunkan do’a “ Ya Allah, Engkau adalah Tuhan hamba yang tak berdaya ini, Tuhan seorang hamba yang selama ini hidup tak ada seorang pun yang menganggapnya ada, hamba tau dan yakin karena Engkau adalah Tuhan, pasti Engkau mempunyai sifat yang berbeda dengan makhluk-makhluk-Mu, biarkan mereka semua yang tidak suka pada hamba, hamba ikhlas asal bukan Engkau yang tidak menyukai hamba, karena Engkau adalah Tuhan yang tidak mungkin sama dengan makhluk-makhluk-Mu.” Selepas melantunkan do’a dengan penuh harapan, detik itu juga Malik menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Jenazahnya pun terbaring kesepian didalam rumahnya.
Di lain tempat.
Seorang Nabi yang dijuluki Kalam Allah mendatangi perkampungan Archa karena telah menerima perintah dari Tuhannya. Melihat sang utusan memasuki perkampungan, penduduk pun mulai berbondong-bondong menghampirinya “Wahai Nabi Allah, apa yang membuatmu datang kemari?” Tanya salah satu penduduk
“Aku kemari karena ingin mencari wali Allah yang telah meninggal dunia dan tak ada seorang pun yamg merawatnya, aku pun diperintah untuk merawat langsung jenazah wali Allah itu” Ucap sang Nabi.
“Demi Allah, dia bukan wali Allah. Semua penduduk tidak ada yang menyukainya bahkan membencinya. Lebih baik engkau jangan ke sana wahai Nabi Allah” Ucap penduduk yang lain sambil pergi meninggalkan tempat tesebut disusul penduduk yang lain. Mendengar itu, sang Nabi berdo’a pada Tuhannya “ Ya, Allah, Engkau bilang dia adalah wali-Mu, sedangkan semua penduduk di sini tidak ada yang menyukainya. Manakah yang benar wahai Tuhanku, dan apa yang harus hamba lakukan?”
Do’a sang Nabi meminta jawaban kepada Tuhannya “Wahai utusan-Ku, apa yang mereka katakan benar, tidak ada satupun penduduk bahkan keluarganya yang menyukainya. Tapi, dia juga wali-Ku karena menjelang ajalnya, Ia yakin bahwa Aku memiliki sifat yang berbeda dengan makhluk-makhluk-Ku, yang mana mereka sangat tidak suka padanya sedangkan Aku sangat menyukainya. Rawatlah jenazahnya! Sesungguhnya dia adalah wali-Ku dan dia termasuk golongan orang-orang yang khusnul khotimah”.
Karya : Nur Azizah, Santri Asal Pasuruan