KH Dimyati Rois Sang Penemu Bakat KH Kafabihi Mahrus
Kiai besar yang alim dan mubalig yang ulung serta negarawan yang handal, itulah cerminan Mbah Dim. seperti yang telah kita ketahui, beliau pernah mondok di Lirboyo.
“Sekitar tahun 1960 M. Saya berangkat mondok ke Lirboyo. Yang Kedua saya berangkat kesana pada tahun 1970 M. Pada waktu itu saya ikut mengaji cuma sebentar”.
Kenang Mbah Dim dikutip dalam buku Pesantren Lirboyo, sejarah, peristiwa, fenomena dan Legenda.
Namun, waktu yang sebentar itu, Mbah Dim muda sudah akrab dengan sang Guru, KH Mahrus Aly.
“Setiap saya memberikan pengajian, saya juga sering bercerita tentang sosok Kiai Mahrus.” Aku Mbah Dim di buku yang sama.
Di Usia Mbah Dim ke-31 tahun, beliau meminta Mbah Mahrus untuk mengakadkan pernikahannya dengan Putri KH Abdullah Irfan.
Waktu acara walimah di desa Tegal, Glagah, Bulakamba, Brebes, kediaman Mbah Dim. Kiai Mahrus Ali pun hadir pada acara syukuran nikah tersebut.
Kemudian Mbah Dim diminta Mbah Mahrus untuk mendidik putra beliau. Lalu Mbah Dim memiliki Pilihan sendiri ialah KH Abdullah Kaffabihi Mahrus muda yang dipilih Mbah Dim.
Dalam hal ini, Mbah Mahrus menilai, Mbah Dim lebih jeli daripada beliau sendiri sebagai seorang ayah.
Mbah Mahrus dalam beberapa kesempatan memang pernah dawuh, bahwa mengenai buah hati tidak perlu dikekang dan mengarahkan orang tua untuk mendukung bakat sang anak.
Salah satu pesan Kiai Mahrus terhadap santri-santri saat itu adalah, “Kamu jangan selalu fanatik di pendidikan, jangan paksakan anakmu sesuai dengan kehendakmu, tapi tolong arahkan bakat anak itu. Bakat anak itu apa, kemudian kamu dukung sesuai dengan bakatnya.” Kenang H. Hisyam dalam buku Kesan Mendalam para Alumni kepada tiga tokoh Lirboyo.
Hal itu beliau buktikan sendiri dimana putra-putra Yai Mahrus mencari tempat mencari ilmu
sesuai dengan keinginan sang buah hati.
Mungkin yang fenomenal adalah ‘Kaburnya’ Yai Imam nyantri di Sarang.
Dalam Hal Bakat ini, KH Dimyati Rois lah yang menemukan bakat Buya Kaffa.
Masih dari buku yang sama, KH Dr. Hasanudin mengisahkan Bergurunya Buya Kaffa muda kepada Mbah Dim,
“Sepeninggal Kiai Mahrus, Gus Kafa yang masih kelas 1 SMA, menemui Pak Dim yang setiap bulan kebetulan selalu ngaji di Lirboyo. Gus Kafa mengatakan, “Pak Dim, Abah kan kiai besar. “Terus?” jawab Pak Dim. “Masa” anaknya gak bisa ngaji,” kata Gus Kafa. “Mau bisa ya, belajar,” jawab Pak Dim enteng. Lalu Pak Dim menyuruh Gus Kafa ngaji Al-Arba’in An-Nawawi. Saat disuruh mbaca tidak bisa. Padahal sudah diharakati. Pak Dim marah-marah, dan mengatakan, “Kalau gak bisa mendingan gak usah ngaji sekalian.” Akhirnya semaleman Gus Kafa katanya gak bisa tidur.”
Kenang alumni yang pernah jadi Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat dan Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
meskipun terkesan keras, namun itulah wujud bahasa cinta Mbah Dim kepada Buya Kaffa.
Seperti kisah diatas, lantas Buya Kaffa nyantri kepada Mbah Dim. Sekaligus guru kinasih beliau. bisa dilihat dari foto-foto Buya Kaffa seorang Tokoh Kiai Besar yang mengecup kaki Mbah Dim. Moment ta’dzim Buya Kaffa kepada Mbah Dim juga banyak berseliweran di Medsos.
Kisah beliau-beliau ini memang sangat pantas untuk kita tiru. Mbah Yai Mahrus yang suport terhadap bakat sang anak. Mbah Dim yang begitu telaten mendidik putra dari sang Guru. Dan Buya Kaffa yang teramat ta’dzim terhadap guru yang telah membesarkannya.
Teruntuk Beliau Mbah Mahrus dan Mbah Dim semoga kita dapat barokahnya.
Dan Buya Kaffa senantiasa panjang umur sehat wal afiat maa salamah.
Al-Fatihah….
Oleh: Elnahrowi, Redaksi Elmahrusy.media