KH. Husein Muhammad, Tegaskan Kebebasan Ruang Gerak Perempuan dalam Pandangan Agama
Apakah kaum perempun dalam pandangan agama memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan, kedudukan dan keadilan hukum yang sama? Baik dalam urusan privat ataupun publik?
“Seperti halnya hak menentukan pilihan pasangan hidup, menjadi kepala keluarga, mendapatkan akses pendidikan dan upah yang sama dengan laki-laki atau bahkan menjadi kepala negara.” Tambah KH. Husein Muhammad dalam acara Seminar Nasional, Reaktualisasi Wacana Agama atas Ruang Gerak Perempuan pada (15/06) di Institut Agama Islam Tribakti Kediri.
Dalam pembahasan kali ini ditemukan dua aliran yang mendasar, aliran pertama berpendapat bahwa posisi perempuan adalah subordinat dari laki-laki. Posisi perempuan berada dibawah laki-laki. Perempuan dianggap inferior sedangkan lelaki superior. Kelompok ini menentang keras persamaan laki-laki dan perempuan, karena menyalahi hukum Tuhan.
Kehidupan manusia sampai hari ini masih belum bisa melihat bahwa perempuan memiliki potensi-potensi besar bagi kehidupan bersama. Kaum perempuan seakan-akan tidak diciptakan kecuali untuk melayani suami, melahirkan, menyusui anak dan menunggu rumah. Parahnya sampai perempuan menjadi objek kenikmatan dan kekerasan seksual, sehingga menjadi sumber kenikmatan bagi laki-laki. Keyakinan seperti ini telah melenyapkan potensi besar yang berguna bagi tugas-tugas besar kemanusiaan.
Sedangkan untuk aliran kedua berpegang bahwa perempuan mempunyai status dan posisi yang sama dengan laki-laki.
“Perempuan memiliki empat potensi kemanusiaan yang sama dengan laki-laki, ialah intelektual, spiritual, hasrat seksual dan energi tubuh atau fisik. Ahli tafsir mengatakan yang membedakan antara laki-laki dan perempuan adalah akal, bukan jenis kelamin. Dan laki-laki dianggap lebih unggul inteleknya. Padahal tingkat intelektual seseorang sebenarnya relatif, namun di dunia menanggap laki-laki lebih unggul. Karena sejak dulu perempuan sudah dirumahkan, disuruh sebagai pelayan dan menjadi sumber hasrat bagi laki-laki. Sebab itu perempuan dianggap bodoh.” Tutur Pengasuh PP. Darul Fikr ini.
Untuk aliran ini dianut oleh sangat sedikit ulama Islam. Masyarakat muslim masih mendominasi kerangka berpikir yang mendeskriminasi perempuan. Hal ini wajar saja, apalagi muslim merupakan produk pemikiran generasi klasik.
Sumber utama ajaran Islam menyediakan dua kategori teks, pertama teks universal yang mengandung pesan-pesan kemanusiaan, untuk semua orang di segala ruang dan waktu. Teks universal berpegang pada ungkapan Imam Ghozali dalam Al-Kulliyat al-Khams (lima prinsip universal).
“Lima prinsip itu ialah Hifzh al-Din (perlindungan terhadap keyakinan), Hifzh al-Nafs (Perlindungan atas Hak Hidup), Hifzh al-‘Aql (perlindungan atas hak berpikir dan berekspresi), Hifzh al-nasl/al-‘irdh (perlindungan atas hak-hak reproduksi dan kehormatan diri) dan Hifzh al-Mal (perlindungan atas hak milik),” tegas sang Konsultan Yayasan Balqis untuk Hak-hak Perempuan.
Kedua adalah teks partikular, yang menunjukkan pada kasus tertentu. Teks partikular hadir sebagai respon dari suatu peristiwa atau kasus. Mayoritas ahli hukum Islam mengatakan bahwa apabila terjadi pertentangan antara teks universal dengan partikular, maka teks partikular membatasi berlakunya teks universal. Pandangan ini ditolak keras oleh Imam al-Syathibi.
Adanya teks partikular ini membuat posisi perempuan semakin terdiskriminasi. Lebih-lebih ditopang oleh tiga dalil yang mendukung paham ini, yang pertama dijelaskan dalam Surat An-nisa ayat 34:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ
“Laki-laki adalah pemimpin atas kaum perempuan, disebabkan Allah mengunggulkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki memberikan sebagian nafkahnya.”
Padahal kata sebagian disini ditafsiri bukan untuk seluruh laki-laki, hanya diperuntukkan sebagian laki-laki saja. Jadi jangan beranggapan laki-laki menjadi nomer satu seutuhnya. Selain itu, Arrijal yang tertera dalam Surat An-nisa memiliki maksud bahwa manusia mempunyai sifat-sifat maskulin.
Lantaran gagah bukan hanya milik laki-laki saja, perempuan juga mampu berkemampuan gagah aktif. Terbukti sejak dulu ada sosok Ratu Balqis yang sukses memimpin kerajaan di Yaman. Malah wanita terdekat rosulullah pun memiliki kegagahan tersendiri, beliau salah satu pemegang perowi terbanyak dengan 2210 haditsnya, menempati posisi keempat setelah Anas bin Malik.
Kedua, Hadits nabi yang mengatakan, tidak ada fitnah yang mengejamkan selain dari perempuan. Perempuan adalah sumber dari segala fitnah.
Ketiga, Kondisi perempuan selalu di bedakan. Sejak lahir sudah dipisahkan dari aturan aqiqah, hingga saat ini seklumit posisi wanita sering menjadi permasalahan, entah dipandang dari sudut agama ataupun sosial.
Sedang dalam surat Al-Hujurat ayat 13 mengatakan:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
“Wahai manusia, kami ciptakan kalian laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling terhormat diantara kalian dihadapan Allah adalah yang bertakwa.”
Dari dalil ini bisa ditarik benang merah bahwa keunggulan seseorang dinilai dari komitmen kemanusiaan. Karena ketaqwaan adalah komitmen kemanusiaan. Jadi laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang setara.
Menurut Syathibi, ayat tentang kesetaraan manusia diatas bersifat pasti, tetap dan berlaku universal, oleh karena itu harus diutamakan. Teks ini tidaklah berdiri sendiri, melainkan merupakan refleksi dan respond dari situasi peristiwa kehidupan nyata yang senantiasa mengalami perubahan secara dinamis.
“Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan secara faktual menciptakan beban baru dan menimbulkan kemiskinan. Penderitaan ini berdampak serius pada kesehatan reproduksi, pendidikan dan kesejahteraan keluarga, bangsa, bahkan negara. Hal ini tidak bisa terjadi secara terus-menerus. Karena kehadiran Islam ialah sebagai The Humanisasi Perempuan,” lugas Anggota Mustasyar PBNU ini.
Sebab itu KH. Husein Muhammad senantiasa mengajak untuk menegakan prinsip-prinsip kemanusiaan, Islam model Rahmatal lil ‘Alamin, yaitu; 1. Perlindungan atas hak hidup, 2. Hak berkeyakinan, 3. Hak berpikir, 4. Hak atas kehormatan, 5. Hak atas kesehatan reproduksi, 6. Hak atas kepemilikan kekayaan, dan 7. Hak atas keterpeliharaan dan kelesterian lingkungan.
Dengan demikian, maka keharmonisan Islam akan semakin kental. Bukan saja untuk antar dua makhluk yang berbeda kelamin, melainkan dengan berbagai sifat atau karakter. Juga mencakup untuk seluruh sendi kehidupan, baik yang berakal ataupun yang tidak.
Oleh: Iwan Nur