Khazanah23 Series; Makam Sunan Gunung Jati
Cirebon, Pers Mahrusy.
(02/02) Rombongan Khazanah ziaroh Pondok Pesantren HM Al-Mahrusiyah telah sampai di Makam Sunan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat. Dan di sini akan menjadi agenda ziaroh terakhir para peserta pada khazanah 23. Di jam 08 pagi saja area parkir sudah dipenuhi oleh banyaknya bus. Selain dari rombongan khazanah, juga terlihat para peziarah lain seperti dari Tuban dan Pasuruan.
Untuk sekilas, peserta turun dari bus dan ada waktu sebentar untuk transit bersantai. Sebelum nanti akhirnya tahlil dimulai. Di area kompleks Makam Sunan Gunung Jati, dekat parkiran, selain banyak pedagang dan rumah jasa penyewaan toilet, juga sedang ada proyek pembangunan Masjid besar dengan kendaraan serta alat-alat besar yang tanpa henti beroperasi.
Saat memasuki area makam pasti para peziarah akan disuguhi ornamen piring-piring yang menghiasi dinding. Ada yang tau kenapa? Menurut Pak Ilyas, selaku petugas makam, piring-piring itu adalah pemberian dari istri beliau yang dari Putri China, Ong Tien. Lalu, cerita beliau bisa menikahi Putri China tersebut dijelaskan oleh Pak Ilyas, “Saat Sunan Gunung Jati berdakwah ke China adalah sebagai tabib. Saking manjurnya pengobatan beliau, penyakit apapun sekali tiup langsung sembuh. Maka tentu hal itu membuat para tabib lokal tidak senang dan kalah saing. Dengan ide jahat, para tabib lokal itu memohon kepada raja agar mengetes kebenarannya dengan menaruh bokor atau baskom emas di dalam perut Sang Putri biar ditebak. Sunan Gunung Jati dipanggi dan ditanya, ‘hamil berapa bulan anakku?’ tanya raja. Sunan Gunung Jati menjawab, ‘ 9 bulan.’ tentu hal itu salah. Dan Sunan Gunung Jati disuruh kembali pulang ke Jawa. Tetapi, sesaat beliau pulang. Bokor atau panci di dalam perut tersebut menjadi kenyataan, Sang Putri hamil 9 bulan. Karena sebab itu, raja menyuruh Sang Putri untuk datang ke Jawa dan menikah.
Banyak hal yang menarik jika kita lihat Makam Sunan Gunung Jati, seperti juga lonceng yang bertengger di pojok selatan area makam. Ternyata lonceng itu untuk menunjukkan pergantian waktu. Jika waktu menunjukkan jam 1 maka akan berdentang satu kali. Begitu seterusnya. Tetapi, hitungannya hanya sampai 12.
Backing vokal khazanah terus menggemakan sholawat sholallah ala Muhammad tanpa henti. Sampai kira-kira 1 jam lebih lamanya. Bukan masalah lelah, semua hanya tentang sebanyak apa runtuh barokah. Tahlil dimulai saat bertepatan adzan dzuhur. Berhenti sejenak, lalu diteruskan kembali oleh Gus Melvin selaku pemimpin tahlil. Pada tahlil di makam terakhir perjalanan ini cukup berbeda. Ditambah beberapa potongan lafaz-lafaz istighosah, seperti hizib Salamah dan hizib nashor.
Pada pertengahan pembacaan tahlil pun beberapa kali mati lampu. Listrik tidak mampu, juga ganset yang tetap tidak kuat. Tapi, gema dari semangat, juga lantang suara para peserta tetap nyring terdengar. Namun, pada ziaroh kali ini peserta hanya ditempatkan di pintu awal atau pintu perwujudan. Tidak sampai atas.
Sama seperti makam yang sudah-sudah, selepas ziaroh gerimis turun cukup lebat. Membuat para dzuriyah harus dipayungi untuk berjalan menuju mobil. Para peserta yang malah tidak mempersiapkan membawa payung ke makam, malah memayungi dirinya dengan almamater. Ada-ada saja.
Selepas itu, para peserta dibebaskan untuk berbelanja dan membeli oleh-oleh. Mereka mulai menyasar ke tempat perbelanjaan yang mereka inginkan. Yang sekiranya pas dengan hati dan pikiran; enak, juga murah. Hehe. Terserah merekalah. Ada yang sebagian dari peserta duduk-duduk santai mengantri toilet. Pokoknya macam-macamlah. Apalagi panitia, sebisa mungkin dari tempat ngopi dan tarik nafas sedikit. Setidaknya bisa melepas penatnya.
Dari Makam Sunan Gunung Jati, rombongan akan bertolak ke Sragen, Jawa Tengah, ke Rumah Makan Nurul Huda untuk muwadda’ah atau perpisahan.