Kilas Navigasi Imam Syafi’i
Mazhab Syafii’I merupakan mazhab dengan jumlah pengikut terbanyak kedua setelah Mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i ini sebagian besar pemeluknya adalah penduduk di daerah Asia Tenggara. Imam Syafi’I sendiri merupakan salah satu murid dari Imam Malik, sang pemilik Mazhab Maliki.
Imam Syafi’i merupakan guru besar yang sebagian besar di ikuti oleh ulama-ulama di berbagai wilayah. Di Indonesia sendiri banyak ulama-ulama, dan kiai yang menjadikan Mazhab Syafi’i sebagai paham yang mereka anut dalam menentukan permasalahan terkait ilmu fiqh. Imam Syafi’i lahir di Ashkelon, Gaza, Palestina. Lahir pada tahun 150 H atau tahun 767 M. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwasanya Imam Syafi’i ini lahir di Asqalan, sebuah kota yang berjarak sekitar 12 mil dari kota Gaza. Imam Syafi’i sendiri termasuk kerabat dari Rasulullah SAW. sebab, ia termasuk ke dalam Bani Muthalib atau keturunan dari Al-Muthalib, yang merupakan saudara dari Hasyim, yang tak lain adalah kakek dari Rasullullah Saw.
Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i. Adapun nama Abu Abdullah merupakan gelar yang di berikan kepadanya. Sedangkan nama asli Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris. Menyesuaikan dengan kebiasaan orang Arab yang selalu menempatkan gelar didepan nama aslinya. Nama Syafi’i sendiri di ambil dari salah satu nama kakeknya, yakni Syafi’i bin Asy-Syaib. Menyesuaikan keinginan ayahnya.
Imam Syafi’i merupakan putra dari pasangan Idris bin Abbas, dan Fatimah al-Azdiyah. Saat Imam Syafi’i masih berada di kandungan ibunya, sang ibu bermimpi tentang sebuah bintang yang keluar dari perutnya, dan terus naik membumbung tinggi. Kemudian, bintang tersebut pecah dan berserakan menerangi daerah-daerah di sekelilingnya. Yang mana mimpi tersebut mempunyai artian kelak akan lahir seseorang yang ilmunya mengungguli jagat raya.
Ketika Imam Syafi’i lahir, bertepatan dengan kematian dua ulama besar di Mekkah, dan Madinah. Yakni Imam Abu Hanifah di kota Madinah dan Imam Ibnu Juraij al-Makky di kota Mekkah. Membuat para ahli filsafat ini semakin mempercayai bahwa kelak Imam Syafi’ilah yang akan menggantikan mereka.
Kegeniusan dan kecerdasan Imam Syafi’i ini telah terlihat sejak ia masih kanak-kanak. Pada usia 7 tahun ia telah hafal Al-Qur’an, dan ketika berusia 10 tahun ia telah hafal kitab Al-Muwatha’ karya Imam Malik. Pada usia 15 tahun (ada yang mengatakan 18 tahun) ia telah berfatwa, dengan di dukung oleh gurunya yakni Imam Muslim bin Khalid al-Zanji.
Imam Syafi’i adalah orang yang dikenal dengan keluasan ilmunya. Dalam catatan sejarah menyatakan Imam Syafi’i pernah menuntut ilmu di daerah Mekkah, Madinah, Yaman, Kuffah, Baghdad, dan Mesir. Hingga ia menjadi ulama tersohor dan terpandang hingga saat ini.
Bahkan Imam Syafi’i ini sendiri pernah menuntut ilmu di empat tempat sekaligus secara berurutan: Mekkah, Madinah, Yaman, dan Irak. Kesuksesan Imam Syafi’i menjadi seorang mujtahid besar pun tak terlepas dari guru-gurunya.
Sebagian besar guru Imam Syafi’i merupakan ulama-ulama besar di zamannya, di daerah Mekkah Imam Syafi’i berguru pada Muslim bin Khalid az-Zanji, Ismail bin Qusthain, Sofyan bin Uyainah, Sa’ad bin Abi Salim al-Qaddah, Daud bin Abdurrahman al-‘Athar, dan Abdul hamid bin Abdul Aziz. Di daerah Madinah Imam Syafi’i menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas (guru pertama Imam Syafi’i saat berada di Madinah), Ibrahim bin Sa’ad al-Anshari, Abdul ’Aziz bin Muhammad ad-Darurdi, Muhammad bin Sa’id dll. Di daerah Yaman Imam Syafi’i tercatat pernah belajar kepada empat orang ulama, yakni Mathraf bin Mazin, Hisyam bin Abu Yusuf Qadli Shan’a, Umar bin Abi Salamah (pembangun Mazhab Auza’i), dan Yahya bin Hasan (pembangun Mazhab Leist). Di tanah Irak Imam Syafi’i menimba ilmu kepada banyak ulama, diantarannya ialah Waki bin Jarrah, Humad bin Usamah, Ismail bin Ulayyah, dan Muhammad bin Hasan dll.
Imam Syafi’i meninggal pada tahun 204 H atau tahun 821 M pada usia 54 tahun. Salah satu penyebabnya ialah penyakit wasir yang di deritanya selama kurang lebih empat tahun. Selama itu, ia menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru (qaul jadid) di Mesir.
Kepergian Imam Syafi’i pun menyisakan duka di hati masyarakat Mesir dan para pengikutnya di seluruh penjuru dunia. Bahkan 40 hari setelah di makakamkannya, makamnya tetap penuh sesak oleh para peziarah. Makam Imam Syafi’i terletak di tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam (sekarang di kenal dengan Turbah asy-Syafi’i.
Semoga beliau mendapatkan limpahan rahmat , dan kasih sayang dari Allah Swt. Aamiin.