Kita Bisa Lebaran Setiap Hari
Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim. Selain karena limpahan ganjaran di bulan Ramadhan, menandakan berhasilnya kita melawan hawa nafsu lapar dahaga dan hal-hal ketaatan selama sebulan penuh. Idhul fitri. Kembali fitrah, suci. Selain itu lebaran juga penuh suka, tak ayal lebaran dijadikan hari raya umat islam yang selalu dinanti-nanti.
Tapi, ternyata kita bisa lebaran setiap hari. Tidak perlu menunggu Ramadhan dengan segala halang rintang. Sekali lagi, kita bisa lebaran setiap hari.
Lebaran selain identik dengan kegembiraan, juga tentang silahturahmi, maaf-maafan, berbagi makanan, dan lainnya. Inilah hal inti dari makna lebaran dengan segala kebahagiaan.
Pertama, silahturahmi. Pertemuan antar keluarga, kerabat, tetangga, hingga handai taulan dan teman menjadi suatu yang dinanti ketika lebaran. Hidup dengan segala kesibukannnya masing-masing membuat menjadi momen yang tepat dalam pertemuan yang cepat. Tapi, untuk bersilahturahmi tidak perlu untuk menunggu lebaran. Kita bisa bersilahturahmi setiap hari. Jika memungkinkan, kita datangi rumah keluarga kita, kerabat, tetangga, juga teman. Kita sambung kembali tali persaudaraan. Tetapi, jika tidak memungkinkan, kita bisa berkomunikasi lewat telpon. Bertanya kabar dan keadaan. Kita bisa saling terikat dalam kekerabatan dalam sinyal telpon. Jangan sampai terputus komunikasi.
Betapa pentingnya silahturahmi, Nabi Muhammad Saw telah bersabda,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ، ذَرْهَ
“Beribadahlah pada Allah SWT dengan sempurna jangan syirik, dirikanlah salat, tunaikan zakat, dan jalinlah silaturahmi dengan orangtua dan saudara.” (HR. Bukhari).
Bukan tanpa alasan, karena mukmin satu adalah saudara mukmin yang lain. Kita ini bagai suatu bangunan yang mana jika satu bagian runtuh, runtuh lainnya. Harus saling menguatkan.
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Selain itu, setiap hal yang diperintahkan dalam syariat tentu memiliki hikmah di dalamnya. Ada hal baik di dalamnya. Begitu juga silahturahmi. Sangat banyak fadilah keutamaan dari silahturahmi. Kita semua tau, bahwa silahturahmi dapat mempelancar rezeki dan memperpanjang umur. Sebagai mana hadits,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim.”
Kedua, maaf-maafan. Sebagai makhluk yang pasti memiliki kesalahan, tentu harus saling memaafkan. Kebanyakan orang malah harus menunggu lebaran untuk hal ini. untuk serius dalam hal maaf- memaafkan ini. Hal itu tidak perlu. Setiap hari, baik sengaja atau tidak, pasti ada saja kesalahan yang kita lakukan. Masa kita melakukan kesalahan sekarang, harus menunggu lebaran untuk meminta maaf. Terlalu lama. Siapa yang bisa menjamin umur kita bisa sampai lebaran?
Banyak hal yang membuat kita sulit meminta maaf atas segala kesalahan. Entah gengsi, entah takut tidak dimaafkan. Ada yang perlu kita ketahui, kewajiban bagi orang yang memiliki kesalahan adalah meminta maaf. Urusan dimaafkan atau tidak, ya itu urusan dia. Allah memerintahkan kita untuk jadi pemaaf,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199).
Ketiga, berbagi makanan. Dalam hidup, makanan adalah kebutuhan sekunder. Penting. Tapi, tidak semuanya mendapatkan rata dalam proposisi. Rezeki orang berbeda. Seperti yang sudah dikatakan di awal, muslim itu layaknya sebuah bangunan. Seharusnya kita saling menguatkan. Sudah seharusnya yang kuat membantu yang lemah, yang mampu membantu yang kurang mampu. Tidak hanya peduli dan baik pada sesama untuk urusan makanan di saat lebaran. Karena pahala dan ridho allah tidak hanya turun di saat lebaran. Tetapi, di manapun dan kapanpun besertaan dengan kebaikan yang dilakukan. Bukankah kita tau tentang cerita khalifah Umar bin Khattab yang meminggul bahan makanan di tengah malam untuk rakyatnya yang lapar?
Tidak perlu memandang jauh, jika kita ada makanan lebih, lihat keluarga kita dan bagi. Lihat tetangga kita dan bagi. Tidak perlu menunggu lebaran.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261).
Lebaran memang selalu menyimpan kenangan tersendiri di hati setiap orang muslim. Besertaan kebahagiaan dan kehangatan yang tercipta. Tidak perlu menunggu lebaran untuk berbuat kebaikan. Tidak harus menunggu ramadhan sebagai ajang pembersihan diri, kita bisa lebaran setiap hari.