Kokoh Sudah Tembok Hatiku
Adzan subuh berkumandang menyusuri keheningan, menembus mimpi mempesona dalam nyenyak tidur para pejihad pengetahuan agama. Pondok Pesantren As-Salam mendadak terang benderang menyambut gema adzan, yang sudah terdengar sejak tadi, riuh gertak tidak kalah membisingkan, sudah tugas mereka untuk setiap hari membangunkan para santri yang masih tumbang tertidur di kamarnya masing-masing. “Ayo bangun, kalau tidak mau kena siram” Pekik salah seorang pengurus sambil mencoba membangunkan santri, dipersenjatai gayung dan ember penuh terisi air yang siap mengguyur wajah-wajah penuh kantuk itu.
“Cepat bangun Zul, nanti kamu kena siram” sambil menggoyang-goyangkan badan Zulkifli, Huda dengan wajah penuh rasa kantuk mencoba membangunkan sahabatnya itu. Terus dicobanya sampai Zulkifli benar-benar membuka matanya.
“Iya, Aku sudah bangun” Akhirnya, bergerak juga badan itu bersiap-siap mengambil posisi duduk bersila. dilihatnya pintu kamar tergambar jelas badan besar pengurus yang sudah bersiap ingin mengguyur Zulkifli, untung saja dirinya bangun tepat waktu sebelum pengurus itu sempat menciduk air dari ember. Pandangannya beralih ke sahabatnya Huda yang sudah bersiap, lengkap dengan sorban di pundaknya.
“Cepat siap-siap, Aku tunggu di depan kamar” Huda segera meninggalkan Zulkifli yang sibuk mengambil perlengkapan di lemarinya. Setelah semua siap, Zulkifli buru-buru menuju Huda yang setia menunggunya di depan kamar. Berdua berjalan menuju masjid yang sudah dipenuhi oleh para santri yang sibuk melaksanakan ibadah, sebagian dari mereka ada yang sudah bersiap menyusun shaf dengan rapi bersiap jamaah. Huda dan Zulkifli menggelar sajadah bersebelah, di shaf hampir paling belakang.
Pemandangan manis dua orang sahabat yang sudah dekat sejak awal mereka bertemu di antrian pendaftaran santri baru. Kedekatan mereka seperti Upin-Ipin yang tidak terpisahkan, kemana-mana mereka selalu berdua dari ke kamar, kantin, masjid bahkan sampai kelas di sekolah yang mereka tidak bisa pilih pun mereka tetap bersama, mereka berdua sekelas.
Namun, kenyataan pahit membuat Huda harus menyiapkan hati yang kuat untuk tetap bersahabat dengan Zulkifli. Pondok Pesantren yang Zulkifli pilih sebelum pindah ke As-Salam menjadi alasannya, beberapa bahkan hampir semua santri As-Salam mengetahui kabar yang sempat viral ini.
***
“Huda, Kamu kan tahu sendiri kalau Zulkifli itu sebelumnya mondok di Pondok Pesantren yang sudah terkenal kemelencengannya, lalu buat apa kamu terus bersahabat dengan dia. Kamu tidak takut, terpengaruh dan terjerumus jika terus bersahabat” panjang lebar Kang Tegar menceramahi Huda, kali ini Huda harus sendiri tanpa sahabatnya Zulkifli yang sudah tertidur lelap ditemani bantal kesayangannya. Memang malam larut, namun kopi pahit tidak bisa ditelantarkan begitu saja. Santri-santri yang lain mungkin boleh tidur, tapi tidak untuk Huda, kali ini Huda diperintahkan pembina kamarnya Kang Tegar untuk menemaninya ngopi di dalam kamar yang sudah dipenuhi dengan dengkuran itu. Membahas persahabatannya dengan Zulkifli yang dianggap kebanyakan orang beraliran melenceng. Banyak orang mencoba menjauhkannya dari sahabatnya itu, berkat status yang sudah terlanjur disandang Zulkifli sejak pertama kali masuk ke Pondok Pesantren As-Salam.
“Dia itu sahabat saya Kang Tegar, saya sudah tahu apa yang ada di dalam hatinya, kami tidak bisa dipisahkan cuma dia yang paham sama saya, Zulkifli itu tulus kang, dia kesini cuma mau belajar tidak ada niatan lain apalagi menghasut orang lain” Bela Huda kepada Kang Tegar yang masih terus menyuruhnya untuk menjauh dari Zulkifli. Huda sudah tahu, apa yang ada di hati dan isi kepala Zulkifli, bahwa sahabatnya itu bukanlah orang jahat aliran sesat yang terbiasa mencuci otak mangsanya untuk menghasut ikut ke aliran yang sama. Meskipun di Pondok yang sebelumnya, Zulkifli sudah terlanjur mempelajarinya dan mengamalkannya sedikit-sedikit. Namun Huda sadar, bahwa itu hanya kesalahan masa lalu Zulkifli dalam memilih instansi pendidikan bukan isi hati Zulkifli sesungguhnya, nyatanya sekarang Zulkifli sangat tekun belajar dan beberapa kali menanyakan masalahnya kepada Huda yang telaten menjawab pertanyaan yang terlontar dari Zulkifli meskipun ada saja pertanyaan yang membahas soal aliran yang melenceng, pertanyaan yang tidak pernah dijawab Huda dengan hati tenang.
“Ya sudah kalau itu maumu, Aku sudah mencoba menyelamatkanmu dari kesesatan, awas saja sampai aku dengar kamu terseret kasus pengeboman entah di mana nanti, Aku sudah mengingatkan; مَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَلَا هَادِيَ لَهٗ ۖوَيَذَرُهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi petunjuk. Allah membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan” Ancam Kang Tegar yang terlihat geram pada Huda, sambil menyeruput kopi pahit menyisakan ampas sisa pada gelas plastik yang masih menunggu untuk dibuang oleh orang yang meminumnya.
“Cepat siap-siap Huda, bangunin itu Zulkifli sebentar lagi subuh, daripada nanti Aku siram mukamu” perintah Kang Tegar menandakan adzan subuh sebentar lagi berkumandang dan para santri diwajibkan untuk berjamaah di masjid. Tidak terasa waktu subuh hampir tiba, terdengar sayup-sayup ayat Qur’an yang melantun merdu dari pucuk toa masjid yang tidak jauh dari asrama mereka. Dan Huda masih setia bersahabat dengan Zulkifli
***
Beberapa bulan sudah berlalu mereka semakin dekat, tanpa sekat. Namun juga tidak jarang orang-orang mencoba menjauhkan Huda dari Zulkifli, sama persis seperti yang dilakukan Kang Tegar kala itu. Namun hati Huda bagai baja, dirinya tetap kukuh pendirian bahwa masalah aliran tidak menjadi penghalang untuk bersahabat.
“Aku mau tanya sesuatu Hud, ini bagiku penting sekali” Rasa penasaran Zulkifli sudah memuncak, melihat dari gerak-gerik Zulkifli hal yang ingin ditanyakannya ini sangat penting sekali dan rahasia. Di Tengoknya keadaan sekitar, memastikan tidak ada yang mengetahui dan berharap bisa Huda memberikan jawaban dari hati terdalamnya yang sudah dapat dipastikan bahwa itu jawaban jujur sejujur-jujurnya dari Huda.
Setelah diseretnya Huda kebelakang toilet yang biasa dipakai anak-anak nakal untuk membolos madrasah dan setelah mengamati sekitar memastikan tidak ada orang lain yang tahu selain mereka, Zulkifli pun memberanikan diri bertanya “Aku sadar Hud kalau aku ini orang yang beraliran salah, Aku juga sadar kalau alasan ini yang membuat orang-orang selain diriku menjaga jarak terhadapku, tapi kenapa kamu mau bersahabat denganku Hud? Aku ini sesat” Ucap Zulkifli yang sangat emosional, matanya sembab menahan air keluar dari sana. Mengharap kejujuran Huda yang sudah ditunggu-tunggunya sejak awal persahabatan ini terjalin, namun Zulkifli memendamnya sendiri Dia berpikir jika Huda hanya kasihan melihatnya dan Huda pasti akan perlahan menjauh darinya. Namun semua yang dipikirkan Zulkifli salah besar setelah mendengar jawaban Huda.
“Ternyata kamu juga tahu Zul tentang masalah ini, Aku sudah dari dulu dihasut orang-orang untuk menjauhimu Zul, tapi hatiku sudah terlalu kokoh untuk meninggalkan persahabatan kita, aliran yang dipermasalahkan orang-orang tidak membuat hatiku goyah untuk bersahabat denganmu, ini tulus dari hati kecilku yang paling dalam Zul” Setetes demi setetes air mata membasahi pipi Huda, Zulkifli tidak kalah sedih air matanya juga menetes menyambut cerita dari Huda. Mereka berdua berpelukan dengan erat sambil terisak, pelukan dari hati kecil antara dua sahabat yang begitu menyayangi satu sama lain.