web analytics
AD PLACEMENT

Konsep Tawakkal Menurut Kyai Ihsan Jampes Kediri

Kyai Ihsan Jampes
AD PLACEMENT
0 0
Read Time:4 Minute, 12 Second

Kyai Ihsan Jampes merupakan salah satu tokoh pesantren yang berperan penting dalam proses Islamisasi Nusantara. Kealiman dan kesufiannya tidak hanya tersohor secara lokal, regional, dan nasional, tapi juga secara internasional. Hal ini dibuktikan dengan magnum opusnya – Sirajuth Thalibin – yang telah tersebar di berbagai belahan dunia, bahkan dijadikan materi wajib di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Pembumian nilai-nilai tasawuf Kyai Ihsan mengiblat tasawuf Sunni Ghazalian yang mudah dipahami dan diterapkan, seperti penjelasannya tentang konsep tawakkal. Menurut Kyai Ihsan Jampes, tawakkal lebih dimaknai sebagai;

إِعْتِمَادُ القَلْبِ على الله وَحْدَه ثِقَةً بِوَعْدِه وَاعْتِمادًا على كَمالِ كَرَمِه ورَحْمَتِه وهو مَنْزِلٌ مُنِيْفٌ مِنْ مَنازِل الدِّينِ ومَقامٌ شَريفٌ مِنْ مَقاماتِ المُوْقِنِيْنَ، بل هو مِنْ مَعالىِ درجاتِ المُقَرَّبِيْنَ.
“Bergantungnya hati hanya kepada Allah sebagai bentuk kepercayaan atas janji-Nya, sekaligus bergantung atas kesempurnaan kemuliaan dan rahmat-Nya. Tawakal adalah salah satu kedudukan yang luhur dari beberapa kedudukan agama dan salah satu maqam yang mulia dari beberapa maqam orang-orang yang yakin. Bahkan, tawakal termasuk dari derajat yang luhur bagi mereka yang dekat dengan-Nya.” (Kitab Sirajuth Thalibin Juz 2, hlm. 77)

Tawakkal dalam konteks kehidupan nyata terdapat beragam cara pandang dan implementasinya, bergantung pada kadar keimanan yang dimiliki seseorang sekaligus totalitasnya dalam mempraktikkan sikap tawakkal dalam kehidupan nyata. Bila ditilik secara mendalam, usaha mencari rizki – misalnya – adalah sebuah langkah yang bersifat manusiawi. Akan tetapi hukum kausalitas (sebab-akibat) menegaskan bahwa rizki tidak datang dengan sendirinya, melainkan perlu diusahakan dengan bekerja, sekalipun dalam kenyataannya usaha itu tidak berbanding lurus dengan rizki yang dihasilkan, apalagi bila dikaitkan dengan ketenangan dalam hidup. Jadi, sikap tawakkal adalah manifestasi dari percaya bahwa rizki itu benar-benar diatur oleh Allah, sekecil apapun makhluk-Nya, sebagai implementasi dari keimanan seseorang.

AD PLACEMENT

Kyai Ihsan Jampes memahami bahwa hakikat Tawakkal dalam soal rizki bergantung dalam pelakunya yang dibedakan dalam dua golongan besar, yakni kelompok khusus (ahl al-khusus) dan kelompok umum (ahl al-‘awam).
Bagi kelompok khusus, totalitas bertawakkal dibuktikan dengan usaha memotong secara menyeluruh semua penyebab yang berkaitan dengan dengan datangnya rizki. Tawakkal bagi mereka berdasar pada kepercayaan total bahwa Allah semata yang senantiasa memberikan rizki. Hal ini sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam Q.S. Ad-Dzariyat ayat 22;

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Q.S. Ad-Dzariyat: 22)

Ayat diatas menggambarkan bahwa rizki itu terkadang memang murni dari Allah, tanpa dominasi nalar kausalitas. Hal ini terjadi akibat tingkat kesholihan serta tingkat tawakkal seseorang yang menempatkan kuasa-Nya sebagai satu-satunya Dzat Pemberi Rizki. Cukup beralasan jika kemudian Kyai Ihsan menyebutkan beberapa do’a yang dimungkinkan mampu memberikan jalan bagi datangnya rizki, misalnya dengan memperbanyak bacaan hauqolah dan istighfar, begitu pula dengan membaca surat al-waqi’ah setiap hari, dan lain-lain.

Yang kedua yakni kelompok umum. Menurut kelompok ini, tawakkal diwujudkan dengan keharusan pelakunya terlibat dalam hukum kausalitas. Dalam hal ini, Kyai Ihsan Jampes mengutip hadist Nabi sebagai berikut;

AD PLACEMENT

عن عمر ابن الخطاب رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: (لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا)
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, dari Rosululloh SAW, bersabda; “Jika kamu semua bertawakkal kepada Allah dengan tawakkal yang sesungguhnya, niscya Allah memberikan rizki kepadamu sebagaimana Allah memberi rizki kepada burung, yang berangkat pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (Kitab Sirajuth Thalibin juz 2, hlm. 78)

Hadist ini dipahami bahwa rizki tidaklah diperoleh dengan santai (al-tabattal), melainkan dengan usaha keras melalui keterlibatan larut dalam sebab-musabab kehadirannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, muncul beragam model manusia yang merespon makna dan pentingnya bersikap tawakkal dalam hidup. Sebagian memasrahkan total persoalan kehidupan dengan bertawakkal kepada Allah, sedang sebagian yang lain mengambil langkah jalan tengah, yakni dengan tetap berusaha keras bekerja, tapi pada ending-nya pelaku meyakini bahwa sukses atau gagalnya sesuatu ada dalam kuasa Allah.

Untuk memperkuat pemahamannya tentang tawakkal, Kyai Ihsan menyitir syair yang berbunyi;

AD PLACEMENT

وَلَوْ كَانَتِ الأَرْزَاقُ تَجْرِيْ عَلىَ الحِجاَ * هَلَكْنَ إِذَنْ مِنْ جَهْلِهِنَّ البَهَائِمُ
“Seandainya rizki-rizki mengalir hanya kepada yang berakal, niscaya semua hewan peliharaan itu akan mati akibat kebodohannya.”

Syair ini nampaknya menjelaskan bahwa rizki memang tidak melulu memandang rasionalitas, misalnya kepandaian seseorang. Artinya, hukum kausalitas dalam persoalan rizki adalah dalam rangka usaha, bukan menentukannya.
Wallahu a’lam.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

AD PLACEMENT

Struggle

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Yai Imam, Manaqib, dan Majelis Dzikir

Yai Imam, Manaqib, dan Majelis Dzikir

Trinil, Kartini Kecil

Trinil, Kartini Kecil

Bekal Dalam Mencari Ilmu

Bekal Dalam Mencari Ilmu

Sholat Tarawih Cepat, Bagaimana Hukumnya

Sholat Tarawih Cepat, Bagaimana Hukumnya

Penjelasan Hakikatnya Ilmu dan keutamaannya, di Awal Pengajian Ramadhan kitab Ta’limul Muta’alim

Penjelasan Hakikatnya Ilmu dan keutamaannya, di Awal Pengajian Ramadhan kitab Ta’limul Muta’alim

Merefleksikan Ungkapan “Urip Mung Mampir Ngombe”

Merefleksikan Ungkapan “Urip Mung Mampir Ngombe”

AD PLACEMENT