Laqob Sang Penghapus Do’a Orang Tua
Salah satu panggilan yang sering kali kita jumpai di dunia pesantren adalah sebutan-sebutan aneh yang khusus diberikan kepada seseorang, entah itu karena kebiasaan orang tersebut, hobi, impian dan bisa juga karena bentuk fisik (perawakan) seseorang. Hal diatas dinamakan dengan laqob.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), devinisi nama sendiri merupakan kata yang digunakan untuk menyebut atau memanggil orang, benda, tempat, binatang dan sebagainya. Namun, dalam artikel kali ini menyangkut nama yang disematkan pada seseorang.
Seperti yang kita ketahui, nama ini lazimnya merupakan bentuk do’a sekaligus harapan orang tua kepada anak. Do’a agar kelak anak ini memperoleh suatu sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Nama merupakan identitas bagi seseorang, bila orang tersebut di panggil dengan menggunakan namanya, maka ia akan mafhum perihal dirinya yang dipanggil dan orang lain pun akan paham bahwa nama ini menjadi identitas bagi orang tersebut.
Namun bagaimana jadinya bila kita dipanggil bukan menggunakan nama kita? tapi menggunakan gelar atau laqob. Apakah mempunyai fungsi yang sama dengan nama dan apakah doa sekaligus harapan orang tua kita dengan adanya nama itu akan tetap ada? mari kita telisik lebih mendalam lagi mengenai kaitan laqob yang menggantikan peran nama dalam memanggil seseorang.
Laqob ini mempunyai 2 macam pembagian. Pertama, laqob bertujuan untuk memuliakan atau bentuk penghargaan terhadap orang lain, dalam istilah ini laqob disebut sebagai gelar. Kedua, laqob yang bertujuan sebagai ungkapan merendahkan atau mencaci orang lain, seperti ejekan yang kini dikenal orang-orang dengan istilah bullying.
Laqob yang bertujuan sebagai bentuk memuliakan dan bentuk mengapresiasi (gelar) ini sebagaimana yang kita ketahui contoh kecilnya terdapat pada gelar-gelar yang di sematkan kepada sahabat. Contohnya adalah gelar yang di tujukan kepada khulafaurrasyidin, Abu Bakar dengan gelar as-shiddiq, umar dengan gelar al-faruq, ustman dengan gelar dzu’nurain, dan Ali dengan sebutan Karamallahu’wajhah. Itu semua merupakan bentuk-bentuk gelar yang disematkan pada seseorang.
Adapun laqob merupakan suatu panggilan yang disematkan pada seseorang bisa berupa gelar yang berupa pujian atau ejekan. Hal ini sesuai dengan apa yang di katakan oleh syaikh Sarifuddin Yahya al-Imrithi dalam nadhomnya, sebagai berikut.
.فَمَا بِمْدْحٍ أَوْ بِذَمٍ مُشْعِرُ فَلَقَبٌ
Artinya: “suatu nama yang menunjukan terhadap pujian atau hinaan maka namakanlah dengan laqob.”
Bilamana laqob disematkan ini bermakna pujian (gelar) meniru gambaran atau watak orang alim (ulama) maka diharapkan bagi orang tersebut entah itu sikap, keilmuan, budi pakerti dan lainnya ini bisa meniru gambaran ulama tersebut. Jadi, jangan heran kalau banyak orang ini menamai atau memanggil orang lain dengan menggunakan nama pemuka agama atau tokoh yang mempunyai pengaruh besar bagi bangsa, negara bahkan dunia, dengan adanya harapan orang yang dilaqobi ini, dapat menjadi harapan dan penolong bagi orang-orang disekelilingnya.
Namun apabila laqob yang disematkat ini adalah laqob yang menunjukan ejekan, cacian, bully dan merendahkan. Maka hal inilah yang tidak diperbolehkan oleh agama. Karena dapat menyakiti atau melukai perasaan orang lain.
Dalam kaitannya ini, banyak hadis yang menjelaskan mengenai hukum tidak diperbolehkannya melaqobkan dengan sesuatu yang bertujuan menghina atau ejekan. Salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Malik dalam kitab al-Muwatha’ dari Abi Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan al-Khudri. Rasulullah Saw, bersabda: “janganlah kalian menyakiti diri kalian sendiri dan orang lain”.
Inti pembahasan pada hadis diatas, adalah adanya seseorang tidak boleh sampai melukai orang lain, hal ini mempunyai penjelasan entah itu secara dzohiriah atau batiniyah, intinya itu seseorang tidak diperkenankan melukai sesamanya. Pembahasan laqob yang menunjukan ejekan didalam al-qur’an terdapat pada sebagian surah al-Hujarat ayat 11. Sebagai berikut:
(11:وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاٌلأَلْقَبِ (الخجرات
Artinya: “janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”
Dalam Islam pemberian nama (laqob) yang buruk ini dilarang. Seperti melaqobkan dengan menggunakan nama-nama syaitan, laqob dengan mengkiblatkan kepada nama orang-orang yang sombong, laqob dengan adanya kesan kesombongan, dan nama-nama (laqob) buruk lainnya. Semua itu dilarang dalam Islam.
Terkait laqob yang menghapus do’a orang tua ini terdapat pada laqob-laqob buruk yang senantiasa digunakan oleh orang-orang untuk memanggil orang lain. Hal ini dikarenakan nama asli seseorang tidak lagi digunakan, karena orang lain terus memanggilnya menggunakan laqobnya, bukan nama aslinya. Bahkan sampai ada orang yang mengenal orang lain ini dari laqobnya, tapi tidak mengenal nama aslinya.
Catatan khusus yang terdapat pada laqob ini, apabila orang yang dipanggil dengan laqob tersebut memang menerima atau tidak mempermasalahkan dirinya dipanggil dengan sebutan apapun. Maka memanggil dengan menggunakan laqob tidak dipermasalahkan. Jadi, jangan sekali-kali kita memanggil atau memaksakan penyebutan (Laqob) pada orang lain.
Do’a orang tua yang tersematkan dalam nama kita, adalah do’a sekaligus harapan mereka. Kini seolah-olah hilang tertimbun dengan laqob-laqob aneh yang menghiasi diri kita. Biasakanlah dari diri kita sendiri memanggil orang dengan menggunakan namanya sebagai bentuk turut mendo’akan dan mengharapan apa yang orang tuanya dambakan.sekian