web analytics

Liburan dan Lebaran Di Pondok

Liburan dan Lebaran Di Pondok
0 0
Read Time:5 Minute, 18 Second

Momen liburan ramadlan merupakan momen yang ditungu-tunggu oleh semua santri, momen menikmati sahur dan buka bersama keluarga tercinta di ujung cerita bulan Ramadlan, menikmati vibes lebaran di kampung halaman yang tidak bisa diwakili dengan suasana apapun, bersilaturrahmi sanak family (dan mungkin ada dari readers yang menunggu momen liburan ini karena orang tua do’i Syawal ke rumah heu-;)

Namun tidak dengan sebagian dari kami yang harus menikmati momen liburan di Pesantren, sementara kerinduan dan segala hal tentang cerita ramadlan dan lebaran di kampung halaman kami tahan dan kami tutup untuk cerita tahun depan (semoga saja, kalau tudak di rumah mertua ;p)

Sedikit penulis spill “kenapa kami tidak pulang dan memilih liburan di Pesantren?”. Sebenarnya kalau bagi penulis ini bukan pilihan, ini keharusan dan kewajiban (meskipun bagi sebagian yang lain, ini atas pilihan bukan keharusan apalagi paksaan), Yahh, karena peraturan, tepatnya peraturan yang baru berlaku tahun ini, tahun dimana penulis berniat akan menyelesaikan khidmahnya sebagai santri aktif, dan peraturannya adalah “Setiap tamatan baik formal atu non formal dan pengurus yang akan boyong maka harus melaksanakan liburan di Pondok”.

Baik, kita masuk ke pembahasan inti, (karena tulisan diatas hanya pemanis saja. Eh maksudya kata pengantar)

Liburan dan lebaran di Pesantren

Meski harus jauh dari keluarga saat lebaran, namun itu tidak menjadi alasan kami santri-santri di asrama Ar-Roudloh tidak bisa menikmati momen lebaran dengan suka ria. Saat orang-orang di luar sana beramai-beramai menyalakan kembang api dan petasan sebagai bentuk syi’ar syukur menyambut hari raya ‘iedul fitri, kami menikmati bentuk syukur itu dengan takbiran dan bakar-bakar berbagai jenis makanan, dari yang lumrahnya dibakar sampai yang di luar nalar, uniknya kami melakukannya di lantai 5 atau jemuran (biasanya teman-teman asrama Ar-Roudloh menyebutnya Baitul Maqdis, keren gak tuh, malam takbirannya di Palestina :D).

Kegiatan pagi hari di hari raya, seluruh santri baik putra ataupun putri melaksanakan sholat ‘ied di Mushola HMP (musholanya calon suami, ups :|), sholat diimami oleh Agus Izzul Maula Dliyaullah, yang membuat kami senang luar bisa umina tercinta ibu Nyai Hj. Zakiyatul Miskiyah hadir ikut jama’ah bersama ning Ochi, panggilan akrab ning Hj. Ita Rosyida Miskiyyah dan Ning Nana panggilan akrab Hj. Nafisah. Setelah rangkaian sholat ‘ied selesai kami ber-mushofahah meminta ma’af dan ridlo kepada  Ibu, ning Ochi dan Ning Nana.

Tidak selesai hanya sampai disitu, pulang dari Mushola kami lanjut berma’af-ma’afan dengan teman-teman dan sejenak meluruskan badan serta menyiapkan tenaga karena kegiatan berikutnya yang akan kami lakukan adalah sowan-sowan meminta ma’af dan ridlo kepada dzurriyah Lirboyo. Kami berangkat dari asrama jam 08.30 bersama dengan teman-teman 2 asrama lainnya, Darur Rosyidah dan Daru Zainab. Ndalem yang pertama kami kunjungi adalah ndalem romo KH. Anwar Mansur, kami harus menunggu beberapa menit sampai kami disilahkan masuk, karena tamunya luar biasa banyak, tamu dari luar dan dari santri-santri dari unit Lirboyo yang lain, setelah kami semua duduk beliau yai War panggilan akrab KH. Anwar Mansur  langsung berdo’a (biasanya ziyadah do’a dilakukan saat terakhir dan setelah memberikan wejengan, ini baru duduk sudah do’a, karena tamunya banyak bangeeet. Heu,-). Kami izin pamit pulang dan bersalaman dengan  Ibu Nyai Mahfudzotin, istri dari yai War.

Perjalanan selanjutnya adalah sowan ke makam mbah yai sepuh, berwasilah mencurahkan segala kekacauan perasaan dan fikiran serta memohon ridlo agar kelak diakui sebagai santrinya. Kami melanjutkan perjalanan ke PP Ar-Risalah, namun saat kami sudah sampai disana, Bu Nyai Hj. Aina ‘Ainaul Mardliyah Anwar (pengasuh PP Ar-Risalah) dan keluarga sedang tidak ada di kediaman. Kamipun melanjutkan ke kediaman bu Nyai Muflihah putri dari bu Nyai Hj. Ruqoyyah Marzuqi dan KH. Ridlwan Abdur Rozaq memohon ma’af dan do’a.

Meskipun hari sudah sangat siang, panas matahari tidak lantas meciutkan semangat kami untuk melanjutkan ziarah kepada dzuriyyah Lirboyo, karena kesempatan momen ini tidak bisa kami dapatkan di hari selain lebaran. Kami melanjutkan ke kediaman bu Nyai Hj. Ummi Sa’adah istri dari Alm. Al-Magfurlah KH. A. Habibulloh Zaini, beliau memberikan wejengan kunci dalam mencari ilmu, diantaranya adalah tenanan, tirakat, dan mempeng, beliau menceritakan bentuk tirakat dan kesungguhan mbah yai Abdul Karim saat mencari ilmu bahwa mbah yai Abdul Karim sekedar ingin makan tempe saja, beliau menunggu waktu yang cukup lama, samapai beliau sudah tidak punya keinginan untuk makan tempe itu baru beliau akan makan, ini bagian dari bentuk tirakat Yai sepuh, panggilan akrab mbah yai Abdul karim dalam menahan hawa nafsu. Lanjut bu nyai Ummi Sa’adah menekankan pentingnya tirakat saat masih di Pondok, cukup dengan menerima apa yang ada di Pondok itu sudah termasuk bagian daripada tirakat.

Perjalanan ziarah mencari barokah para dzuriyah Lirboyo di hari pertama hari raya ‘idul fitri kami sambung di hari berikutnya. Pada hari ke dua kami sowan-sowan ke dzurriyah Al-Mahrusiyah, kami mulai dari ibu nyai Hj. Zakiyatul Miskiyyah dan ning Ochi, berlanjut ke kediaman Agus H. Izzul Maula Dliyaullah dan ning Nana (Rumah kita sendiri ;D. Eh, maksudnya pengasuh asrama kami tercinta). Kami melanjutkan rihlah selanjutnya ke Al-Mahrusiyah 3 Ngampel, dzurriyah yang kami kunjungi pertama adalah Kh. Melvin Zainul ‘Asyiqien dan ning Aliyah Harir, lalu ke kediaman Agus H. Nabil Ali Utsman dan ning Nikita Nurul Millati dan terakhir sowan kepada KH. Reza Ahmad Zahid dan ning Hj. Niswatul Arifah.

Dari ketiga dzurriyah yang kami kunjungi di Al-Mahrusiyah 3, wejengan dengan pembahasan yang sama kami dapatkan yaitu perihal menghargai dan memakan suguhan dari tuan rumah saat bertamu, beliau me-nuqil apa yang di-dawuh-kan oleh KH. Imam Yahya Mahrus bahwa makan makanan yang disuguhkan saat hari raya itu besar barokahnya, diantaranya adalah mempercepat datangnya jodoh. Yai Reza menambahkan guyonan “seng mangane akeh, ndang ketemu jodone.”, “Amiiiin.” Disusul teriakan semangat dari teman-teman, “seng mangane sitik tambah suwe neng Pondok.” Beliau melanjutkan guyonan beliau sembari tertawa kecil.

Sebelum teman-teman santri pulang ke asrama masing-masing, kami berziarah ke makam muatsis PP. HM Al-Mahrusiyah Abina tercinta KH. Imam Yahya Mahrus. Lalu kami melanjutkan perjalanan pulang dan melaksanakan sholat ‘isya dan hajat berjama’ah, disambung dengan pembacaan istighotsah yang merupakan rutinitas wirid PP. HM Al-Mahrusiyah.

Rihlah ziarah kepada dzuriyah pasca hari raya tidak hanya berhenti di hari ke 2, kami melanjutkan di hari-hari selanjutnya, di kediaman Ibu nyai Hj Umi Sa’ adah Anwar yang akrab disapa ning Ida pengasuh PP. Darus Sa’adah Lirboyo, Ibu nyai Hj Azzah Noor Laila pengasuh PP. HMQ dan dzuriyahdzuriyah Lirboyo yang lain.

Oleh: Muflihah

About Post Author

elmahrusy16

Elmahrusy Media Merupakan Wadah literasi dan jurnalistik bagi santri, alumni dan pemerhati Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusiyah
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like