Loyalitas Hamba: Pengorbanan Pengurbanan.
Sebagaimana yang telah tertuang dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 102-105, sudah semenjak kecil, terlebih ketika mendekati Idul Adha, kita selalu diperdengarkan tentang kisah keteladanan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, dalam menjalankan perintah Allah dengan penuh sabar dan tawakal: hanya mengharap ridho-Nya.
Kisah yang bermula dari Nabi Ibrahim yang bermimpi menyembelih Nabi Ismail, sampai berulang 3 kali dan mendapat kebenaran atas mimpi itu; menyampaikan isi mimpi dan meminta pendapat putranya, berangkatnya mereka ke Mina dan dialog mengharukan, lalu hingga terjadilah kejadian penyembelihan yang ditukar Allah dengan seekor kambing yang menurut Syekh Jalaluddin Al-Mahalli, merupakan kambing kurbannya Habil yang diangkat ke langit oleh Allah.
Tapi, apakah kita tau, cerita yang melatarbelakangi asal muasal kurban yang tak hanya sekedar dari mimpinya Nabi Ibrahim itu?
Dijelaskan dalam kitab Durrah An-Nashihin, Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawi berkata:
قيل سبب ذبح إبراهيم إسماعيل عليهما السلام أنه قرب ألف شاة وثلاثمائة بقرة ومائة بدنة في سبيل الله, فتعجب الناس والمللائكة من ذلك, فقال إبراهيم عليه السلام: كل ما تقرب به ليس بشيء عندي, والله لو كان لي ابن لأذبحنه في سبيل الله, وأتقرب به إل الله تعالى, فلما قال إبراهيم عليه السلام هذا القول, مضى عليه زمان فنسي هذا القول. فلما جاء إلى الأرض المقدسة سأل ربه الولد فأجب الله دعاءه وبشره بلولد وولدته أمه
“Dikatakan, bahwa sebab menyembelihnya Nabi Ibrahim atas Nabi Ismail alaihimassalam adalah, bahwa Nabi Ibrahim As. pernah berkurban 1000 ekor kambing, 300 sapi, dan 100 ekor unta di jalan Allah. Maka orang-orang dan para malaikat yang menyaksikan akan hal itu merasa kagum kepadanya. Namun Nabi Ibarhim As. berkata, ‘Semua yang telah dikorbankan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Demi Allah, seandainya aku mempunyai anak, maka aku akan menyembelihnya di jalan Allah, dan (penyembelihan itu) aku jadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.’
Ketika Nabi Ibrahim selesai mengucapkan perkataan tadi, maka berlalulah waktu, sekian lama, sehingga beliau tidak ingat lagi pada ucapan itu.
Syahdan, tatkala Nabi Ibrahim As. datang ke negeri yang disucikan (Baitul Maqdis), Beliau memohon kepada Allah agar dikaruniai anak. Maka Allah memperkenankan doanya dan Allah menyampaikan kabar gembira kepadanya mengenai anak itu. Kemudian anak itu pun dilahirkan oleh ibunya.”