Majelis Dzikir wa Maulidurrasul Dalam Rangka Haul Masyayikh Lirboyo, Gus Reza Beberkan Pentingnya Sifat Tawadhu dan Berkumpul Dalam Suatu Majlis
Kediri, Pers Mahrusy. Kamis (02/05) Malam. Majelis Dzikir wa Maulidurrasul Dalam Rangka Haul Masyayikh Lirboyo berjalan khidmat. Bertempat di Aula Muktamar Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri.
Gus Reza membeberkan mengenai suatu majlis yang menyebutkan dan menghormati para Auliya’, maka ia akan turut didoakan,
”Ulama kita zaman dahulu ketika hadir dalam suatu majlis, lantas dalam majlis itu disebutkan para auliya dan ulama dengan keadaan yang bagus dan sopan santun. dengan duduk yang bagus dan sopan, itu sama saja mereka menjaga maqom para auliya, maka yakinlah insyaallah para Ashabul Haul dan ulama yang disebut pasti akan mendoakan kita.” Kata Gus Reza.
Beliau juga menyebutkan alasan dari kenapa Haul itu bisa sebab seseorang bisa mendapat keberkahan.
“Sebab majelis haul itu adalah majelis pertemuan antara yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia, maka sebenarnya itu adalah suatu majlis dimana mereka bertemu para ashabul haul, dan kita akan mendapatkan keberkahan dari beliau beliau semua. Apalagi mendengarkan sejarah, kisah maupun sirh dari para auliya yang disebut, seperti Kanjeng Syeikh Abdul Qadir Jailani, kita disini dalam rangka Hurmat Haul Masyayikh Lirboyo, Syeikh Utsman Al-Ishaqi, Syeikh Asrori Al-Ishaqi maupun leluluhur kita, kalian pastikan teringat sejarahnya maupun sirahnya.” Tambah Katib PBNU ini.
Gus Reza mengingatkan kalau seorang tholabul ilmu harus memiliki sikap tawadhu’, beliau menukil sebuah hikayah dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani,
“Ada sebuah cerita, dulu ketika Syeikh Abdul Qadir Jailani sowan kepada gurunya, bersama kedua temannya Ibnu Syaqa’ dan Ibnu Abi Isyrun. Sebelum ketiganya berangkat, masing-masing dari mereka menceritakan keperluan yang akan diutarakan kepada gurunya. “Aku akan bertanya sesuatu yang sulit, hingga guru kita susah menjawabnya” kata Ibnu Syaqa’.”
Ibnu Abi Isyrun pun demikian “Aku akan bertanya tentang masalah intelektual, untuk menguji guru.” Tutur Ibnu Isyrun.
Tapi, Syekh Abdul Qadir punya pendapat yang berbeda, beliau punya keperluan yang sederhana, “Aku hanya ingin meminta doa kepada guru,” Kata Syeikh Abdul Qadir.
Ketika sudah sampai kediaman guru mereka, belum sempat mengutarakan kebutuhannya masing-masing, ternyata beliau sudah tahu, Terkait Ibnu Syaqo’, Sang Guru langsung berkata, “Wahai Ibnu Syaqa’, sesungguhnya aku tahu maksud kedatanganmu, kamu sudah terlihat sombong, segeralah pulang!” Tegur sang guru.
Sama halnya dengan Ibnu Isyrun, dia disuruh bergegas pulang karena sifat congkaknya, sebelum itu ia diberi sebuah jawaban dari pertanyaan yang belum sempat ia tanyakan. Lain halnya dengan Syekh Abdul Qodir, ia mendapat sambutan dari sang guru. Setelah didoakan, gurunya berkata,”Kau akan jadi pemimpin para waliyullah wahai Abdul Qadir”.
ilmu itu tidak akan menetap pada tempat yang tinggi, seperti halnya air yang mengalir, tapi air akan menetap pada hal rendah, ilmu akan menetap pada kalian, menghiasi diri kita dengan Akhlakul Karimah dan sikap Tawadhu’.