“Ketika kita menyikapi semuanya dengan penuh kesabaran dan ikhtiar yang dihiasi amal saleh, insyaallah kita akan menjadi umat yang lulus dari ujian ini,” kata kiai yang akrab disapa Gus Reza itu saat memberi Tausiah pada acara Pembacaan Shalawat Nariyah dan Doa Untuk Keselamatan Bangsa dari Wabah, Senin (5/7) malam. (www.nu.or.id)
Ketika Menag Yaqut Cholil Qoumas berhasil mensosialisaikan terkait dengan aturan pemerintah menjelang Hari Raya Idul Adha 1442 H dan penyembelihan kurban di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur pada tanggal 25 Juni 2021, yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2021 bahwasannya wajib menerapkan protokol kesehatan, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ada suatu kabar entah itu nikmat atau musibah bagi seluruh santri. Namun perkara seperti itu tergantung kita yang menyikapi, ketika kita ikhlas maka bisa kita anggap itu sebagai nikmat, begitupun sebaliknya.
Selain sebagai puncak ibadah haji, bulan dzulhijjah merupakan hari yang sangat bersejarah, tepatnya pada tanggal delapan dan Sembilan, yang lebih masyhur dengan sebutan yaumul tarwiyah dan yaumul arafah. Pada hari tersebut seluruh jamaah haji berbondong-bondong melaksanakan ibadah haji dan berkumpul di tanah arafah, mereka pasrah melebur menjadi satu seluruh dunia tanpa membandingkan apapun dan menghapus segala yang mereka miliki dihadapan allah. SWT entah itu kekuasaan, jabatan, harta dan lainnya.
Hari raya Idul adha adalah salah satu hari besar dalam islam, banyak rangkaian tradisi yang dilakukan di seluruh penjuru, dari sabang sampai merauke. Mungkin yang kita tau hanya sebatas sholat ied, kurban, silaturrahmi ke keluarga atau bakar-bakaran. Tapi, taukah kalian kalau ternyata perayaan idul adha di negeri kita ini lebih dari sekadar sungkem-sungkeman dan masak gule kambing. Bahkan banyak esensi dalam perayaan idul adha tersebut, terlebih bagi seorang santri, seperti saya.
Salah satunya yaitu makna kesabaran sesuai dengan kisah bersejarah tanggal sepuluh dzulhijjah, yaitu tentang sebuah kesabaran seorang Nabi dimana beliau harus merelakan putranya untuk dijadikan hewan kurban. Pada saat itu Nabi Ibrahim AS mendapat wahyu perintah dari Allah SWT melalui mimpi untuk menyembelih Nabi Ismail, yang tak lain adalah putranya sendiri. Lantas bagaimana, apakah sebagai seorang ayah tega melihat anaknya sendiri disembelih?
Ketaatan Nabi Ibrahim sebagai salah satu utusan allah swt melebihi kecintaan dengan Nabi Ismail hingga akhirnya Nabi Ibrahim memberanikan diri untuk menyampailkan mimpi tersebut, tanpa diduga Nabi Ismail mengiyakan dengan ikhlas apa yang menjadi permintaan seorang ayahnya, kemudian saat menyembelih setan membisiki Nabi Ibrahim untuk tidak melakukan hal tersebut. Namun, Nabi Ibrahim tetap bertekad melaksanakan wahyu allah tersebut, dan Nabi Ibrahim mengambil batu kemudian melemparkannya kepada setan dengan teriakan “Bismillahi Allahu Akbar”. Kejadian ini kemudian dijadikan rangkaian ibadah haji yaitu melempar jumroh.
Kisah ini termuat dalam Al-Qur’an Surat As-Shaffat ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”
Begitulah cerita kesabaran Nabi Ibrahim, tak lain cerita kesabaran kita sebagai santri. Tidak bertemu dengan orang tua, tidak ada sambangan(penjengukan), makan saat lebaran hanya bersama teman dan masih banyak lagi. Namun justru hal-hal seperti itu yang menjadikan santri lebih istimewa dengan yang lain. Pelajaran tersebut bahkan tanpa disadari menimbulkan sifat tenggang rasa, peduli terhadap sesama teman, sabar, dan terbiasa hidup mandiri.
Semoga sosialisasi dari menag tersebut memang jalan yang terbaik bagi kita semua, kabar pandemi yang semakin memanas bahkan akhir-akhir ini kabar kewafatan ulama sering kita dengar, baik dari mulut ke mulut atau menggemborkanlewat media ke media lainnya, seolah kita memang sedang diuji untuk mempersiapkan siapa yang akan menjadi generasi selanjutnya, membuat santri lebih giat beribadah meminta kepada allah agar diberikan keimanan, ilmu yang manfaat barokah dan tak lupa mendoakan agar diberi kesehatan untuk seluruh ulama, guru, keluarga, dan seluruh umat muslim. Wallahua’lam
Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H J
Oleh: Laeli Zzakiyah