Dari dahulu hingga sekarang, sampai kapanpun, masjid adalah tempat yang sakral bagi segenap umat ini, Umat Islam. Memang karena masjid merupakan tempat peribadatan Umat Islam. Bukan hanya itu, selain sakral, masjid juga merupakan simbol kemajuan, menjadi pusat peradaban islam. Masjid tak hanya menjadi tempat untuk menyembah tuhan, tapi juga untuk pertemuan dan tempat berkembangnya pendidikan.
Sejak dahulu, Rasulullah Saw sudah mengenalkan dan menyebarkan islam melalui sarana masjid. Lalu, semakin berkembang, berkembang, dan pesat sampai di masa para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in hingga sampai pada zaman sekarang. Hal itu terbukti dengan halaqah sebagai sistem pengajaran yang efektif antara guru dengan murid yang mana sistem pembelajaran ini lebih fokus dan intern dari sekedar mendengar, membaca, dan menulis. Seorang murid juga bebas bertanya tentang apapun yang belum dimengerti pada gurunya. Penuh interaktif.
Meski sudah banyak berdiri berbagai pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan yang membawahi hal ini, sistem halaqah belum sempurna lenyap. Halaqah masih lestari. Pondok pesantren masih banyak yang meneruskan sistem pembelajaran ini. Juga tak sedikit di berbagai masjid dengan halaqah kultumnya, seperti di Masjid Raya Ampel, contohnya.
Tetapi, kita tak terlalu terburu-buru untuk kata masjid dan luas. Cukup lingkup masjid sebagai sarana beribadah saja. Realitasnya di negara kita, ada 2 fakta mengenai masjid; pertama, masjid hanya berlomba-lomba megah, galang dana sana-sini, bangun sana-sini, saat sudah menjadi masjid tetap longgar. Renggang sepi jama’ah. Hal itu selaras dengan sabda Nabi yang telah meramal tentang keadaan saat ini,
وروي عن الحسن ان النبي صلى الله عليه وسلم قال ياءتي على امتي زمان يكون حديثهم في مساجدهم لامردنياهم ليس الله فيهم حاجة فلا تجالسوهم
“Diriwayatkan dari Hasan, sesungguhnya Nabi Saw bersabda, ‘akan datang pada umatku suatu zaman yang mana masjid dibuat membahas aktivitas urusan duniawi, mereka bukan termasuk sabilillah (ahli menegakkan agama), oleh karena itu janganlah engkau ikut mencampuri urusannya.’”
Hitung saja gelintir para jama’ah di waktu subuh itu. Miris. Bahkan, Buya Hamka pernah berkata, “jika ingin melihat orang islam maka lihatlah ketika hari raya idul fitri, itulah orang islam. Tetapi jika mau melihat orang beriman maka datanglah ke masjid ketika shalat subuh.”
Kedua, masjid seperti panti jompo. Bagaimana tidak? Jujur, di setiap sholat 5 waktu masjid selalu dipenuhi oleh para orang sepuh. Jika para anak muda, tetap saja persentase orang sepuh manula selalu tak ada lawan. Menjadi mayoritas tanpa batas.
Lalu, timbul 2 ppertanyaan; ’kenapa orang sepuh lebih dominan?’ dan ‘kenapa anak muda kalah jumlah saing?’
Mungkin untuk pertanyaan pertama, bisa saja jika sudah berumur sepuh lebih dekat pikirannya untuk selalu mengingat mati. ’Wajar saja jika orang sepuh lebih salih!’ Memang uban dan keriput adalah tanda usia lanjut, tapi bukan berarti ajal menjemput. Seharusnya jangan ada mindset seperti ini. Karena ajal memang tak pernah pandang bulu. Bukankah كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ? Bukankah seperti itu ucap surat Ali Imran ayat 185? Ya, setiap yang bernyawa pasti akan mati. Seharusnya jika pasti mati, kenapa untuk ke masjid harus dinanti-nanti?
Untuk pertanyaaan yang kedua, penyebabnya mungkin masjid bukanlah tempat yang menarik. Selain tidak karena untuk sholat, tak ada alasan lain untuk senang pergi ke masjid. Jalan keluarnya adalah harus dimulai dari lingkungan rumah. Orang tua harus memberi pelajaran dan mencontohkan bagi anaknya agar senang ke masjid. Hal itu tentu sangat berpengaruh. Selain itu, seharusnya para pemudi-pemuda diikutkan dalam setiap agenda masjid. Bisa dengan IRMA atau ikatan remaja masjid diaktifkan dan ditotalitaskan. Maka dengan itu tak ada istilah lagi masjid adalah panti jompo yang diisi oleh para orang-orang sepuh saja. Masjid milik semua lapis umur umat islam.
Tak ada kesia-siaan dalam kebaikan. Termasuk dalam ihya’u masajid. Banyak redaksi yang menjelaskan hal itu.
وقال الحسن البصري رحمه الله تعالى مهمور الحور في الجنة كنس المساجد وعمارتها
“Berkata Hasan Al-Bashri Rahimahullah Ta’ala, ’maharnya bidarari di surga adalah menyapu masjid dan meramaikannya (masjid).’”
وقال عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه المساجد بيوت الله في الاءرض والمصلى فيها زائر الله وحق على المزور ان يكرم زائره
“Berkata Umar bin Khatab Radiyallahu ta’ala ’anhu, ’masjid itu rumah allah di bumi. Dan orang yang melaksanakan sholat di dalamnya adalah orang yang berziarah pada allah. Dan hak terhadap tamu adalah dengan memuliakannya.”
Semoga Allah menjaga dan meridhoi kita. Amiin.
Wallahu a’lam.