Media Sosial Tidak Hanya Untuk Cari Perhatian
Di era serba digital sekarang, kebebasan berpendapat menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan, ingin mengutarakan kesedihan, kesenangan, pencapaian prestasi, bahkan sedang sakit pun kini mudah disampaikan, melalui akun-akun media sosial seperti Instagram, facebook, tik-tok dan aplikasi yang lain.
Jika dulu kita mengutarakan kritik dikekang, sekarang cukup komen maka seseorang bisa leluasa menyampaikan cara pandang. Tapi terkadang kebablasan sampai membuat orang lain tersakiti, sebab perkataan yang dia tulis membuat sakit hati.
Apalagi media sosial sekarang mendukung manusia untuk selalu aktif berkecimpung agar tidak diakatakan sebagai seseorang yang terbelakang di bumi ini, menuntut manusia untuk menguasai segala hal dibidang digital, seperti belanja online, pesan tiket online dan baru-baru ini mengisi bensin bersubsidi harus menggunakan barcode yang didapat dari aplikasi online, maka jangan heran, beberapa puluh tahun kedepan kegiatan manusian akan bergantung pada sistem yang serba digital.
Ironisnya, sekarang banyak orang menganggap media sosial sebagai tempat untuk berkeluh kesah, mengupload segala hal yang sebenarnya tidak perlu, keluarga sedang bertengkar malah dengan bangga di publish biar banyak orang tahu, hatinya sedang tidak baik, ia ungkapkan melalui statusnya, karena ia menganggap akan tenang jika ditempuh dengan cara seperti ini.
Perilaku tersebut sepatutnya untuk dihindari, karena jika sudah kecanduan, kemungkinan terkena sebuah gangguan kepribadian yang lazimnya disebut sebagai Historionic Personality Disorder (HPD), dilansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Histrionic personality disorder (HPD) merupakan gangguan kepribadian yang membuat penderitanya memiliki keinginan berlebih untuk menjadi pusat perhatian. Orang dengan gangguan ini juga cenderung memiliki emosi yang tidak stabil dan perilaku yang manipulatif.
Bahaya kan? Jangan sampai jati diri kita bergantung pada penilaian orang lain, karena itu akan membuat diri merasa terkekang dan menuntut sesorang untuk sempurna, tetapi ujung-ujungnya membuat diri menjadi lelah sendiri, ingat sebuah pepatah arab mengatakan kun anta tazdad jamala (Jadilah diri sendiri).
Melihat dari realita yang memprihatinkan mengenai salah kaprah seseorang dalam bermedia sosial, mari kita ubah mindset buruk itu, jangan hanya media sosialmu dijadikan sebagai ajang cari perhatian, tapi ubahlah melalui konten-konten kreatif yang memberikan kemanfaatan, beranda sudah terlalu penuh untuk menampung keluhan dan ujaran kebencian, melainkan masih terbuka dan menunggu uploadan yang menyejukan serta berisi pesan-pesan maupun motivasi keehidupan.
Makanya, Syeikh Abu Sai’d Al-Khadimi, seseorang Ahli Hadist dan Fikih (Wafat 1156 H), mengatakan,
قَالَ الْحَلَبِيُّ التَّمَلُّقُ لِغَيْرِ الْمُعَلِّمِ مِنْ أَفْعَالِ أَهْلِ الذِّلَّةِ وَالضِّعَةِ وَمِمَّا يُزْرِي بِفَاعِلِهِ وَيَدُلُّ عَلَى سَقَاطَتِهِ وَقِلَّةِ مِقْدَارِ نَفْسِهِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يُهِينَ نَفْسَهُ كَمَا لَيْسَ لِغَيْرِهِ أَنْ يُهِينَهُ
Artinya, “Al-Halabi berkata, mencari perhatian kepada selain guru merupakan pekerjaan orang-orang yang rendah lagi hina, ia bertumpu untuk selalu berpangku tangan, padahal perilaku seperti itu merupakan cerminan dari harga diri yang amat buruk, manusia tidak boleh menghina dirinya sendiri, begitu juga untuk menghina orang lain,”
Marilah merefleksi diri untuk selalu bersikap positif ketika terjun di media sosial, menjadikannya sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu-ilmu yang kita peroleh, dengan catatan kita harus ikhlas, bukan malah punya niatan untuk diperhatikan dan tenar di mata orang lain,
أخلص وذا أن لاتريد بطا عة * إلاّ التّقرب من الهك ذي الكلا
“Berikhlaslah yaitu engkau tidak mengharap apapun dengan sebuah ketaatan kecuali murni untuk mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Menjaga” (Perkataan Imam Ghozali disarikan dari Kitab Salalimul Fudhola.
Wallahu A’lam.