web analytics

Meletakkan Bucin Pada Tempatnya

Meletakkan Bucin Pada Tempatnya
0 0
Read Time:3 Minute, 33 Second

Bucin. Sebuah akronim dari Budak Cinta, konon yang sedang mengalaminya,
tai lalat berasa coklat
kopi yang pahit terasa legit
Sarden yang amis terasa manis
Hal-hal diluar logika pun dilakoni, demi satu kata ‘Cinta’.
serta deskripsi-deskripsi hiperbolic lainnya tentang Cinta.

Kisah per-Bucinan ini memang sudah tidak asing sejak dulu. Alkisah pada zaman Nabi Sulaiman As. ada seekor burung pipit jantan bermesra dengan pipit betina di tepi tembok istana, kemudian si betina masuk ke dalam istana melalui sebuah celah, Maka si jantan berkicau lantang menggodanya
“Keluarlah!”
“Atau jika tidak maka istana ini akan aku jungkirkan.”

Mendengar kicau burung tersebut. Nabi Sulaiman penasaran Beliau segera menghampiri dan memanggilnya. Apa maksudmu berbicara seperti itu? Burung jantan itu menjawab

يا نبيّ الله إنّ العشاق لا يؤاخذون بأقوالهم

“Wahai Nabi Allah orang-orang yang sedang jatuh cinta jangan dihukum gara-gara ucapan mereka”
Dalih si Pipit yang sedang mbucin itu.

Memang demikian realitanya, kekuatan cinta itu kadang membuat mahkluk berbuat diluar nalar.
Ada pula yang sampai tergila-gila, Maka tak salah ada ulama yang mengatakan
إذا قام ذكر الرجل ذهب ثلثا عقله
“Ketika sahwat pemuda bergejolak, hilanglah dua pertiga akalnya”.

Cinta sendiri acapkali menimbulkan konsekuensi, dalam Ihya’nya Imam Ghozali medefinisikan cinta itu membuat sang pecinta mencintai apa-apa yang berhubungan dengan kekasihnya, baik tulisannya, pekerjaannya, tingkah lakunya, serta bersedia meladeninya, gemar memujinya dan berusaha membuat kekasihnya bahagia.

Bahkan Baqiyah bin walid berkata
أن المؤمن إذا أحب المؤمن أحب كلبه
“Seorang mu’min ketika mencintai orang mu’min yang lain, maka dia sampai cinta pada anjingnya”

Yang tidak asing tentu syair si Majnun Bani Amir, kepada kekasihnya, Laila
أَمُرُّ عَلى الدِيارِ دِيارِ لَيلى#

أقبل ذا الـــــــجدار وذا الجـدارا

وما حب الديار شـــــغفن قلبي #

ولكن حب من ســـــــكن الديارا

“Aku melewati rumah-rumah (para penduduk), barangkali saja ada salah satu rumah itu yang ditempati Laila

Maka aku pun menciumi setiap dinding dari rumah-rumah itu.

Bukan karena hatiku mencintai dan merindukan rumah-rumah itu.

Tapi cintaku itu untuk (Laila) sang penghuni salah satu dari rumah-rumah itu”.

Efek dari cinta kadang membuat indera perasa kita mati, karena yang dirasakan adalah kenikmatan belaka, tiada yang lain, rasa cinta tadi menjadi bahagia secara bersamaan menenggelamkan rasa lara.

Disisi lain, Bucin adalah level tertinggi dari kekuatan cinta, hal itu diterangkan Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi dalam Tanwirul Qulubbnya,
Cinta (mahabbah) adalah kecenderungan tabiat kepada sesuatu karena sesuatu itu dianggap lezat oleh si pecinta. Bila kecenderungannya kuat, dinamai curahan hati (shababah) sebab hati tercurah padanya secara total.

Bila kecenderungannya lebih kuat lagi, disebut cinta membara (gharam), karena cintanya mengharuskan hati seperti orang yang berhutang.

Bila lebih kuat lagi, disebut cinta yang meluap-luap (‘isyqun). Bila lebih kuat lagi dinamai cinta yang mendalam (syaghaf), karena cintanya sampai menusuk ke bagian dalam hati.

Bila lebih kuat lagi, disebut cinta sempurna (tatim) atau penghambaan, karena si pecintanya menjadi hamba atau budak bagi yang dicintainya. Dia menjadi orang yang diuji, diperintah, berpiutang, dipenjara dan tidak memiliki daya demi yang dicinta. Bahkan tidak lagi bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya.

Tentu Konteks Syeh Imam Al-Kurdi diatas adalah Bucin kepada Sang Pencipta bukan kepada makhluknya.

Bucin yang sejati sendiri patut kita berikan kepada Allah Swt. dengan cara mentaati perintah dan menjauhi larangannya, Allah berfirman, قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.

Namun sayangnya kita sebagi manusia saking terlalu bucinnya kepada sesama hamba, sampai lupa bucin kepada Sang Pencipta, sampai-sampai
Banyak Orang Cerdas Isi Kepalanya Lepas
Hanya karena Paras
Kemudian rela menjadi Bodoh
Gegara takut tidak Jodoh.
Lalu, Merusak Citanya
Hanya karena Cintanya.

Bagaimanapun, minimal kita sudah memiliki modal awal yaitu cinta, tinggal kita kombinasikan saja. Jadi cinta kepada mahkluk sekaligus Cinta kepada Penciptanya, kita boleh mencintai sesama hamba, namun jangan sampai cinta tadi merusak diri kita, karena cinta yang menguntungkan satu sisi saja maka sama dengan riba. Karena kita dicipta untuk saling mengasihi bukan memanfaatkan satu sisi. Kecuali cinta kepada Sang Pencipta dan Rosulnya yang tiada batas. Sebucin apapun anda, semoga tetap berada dizona waras. Wallohu’alam. (@Elnahrowi)

 

About Post Author

Elnahrowi

Santri Pondok Al-Mahrusiyah yang suka Menulis dan Berjurnalis. Asal dari Sragen Jawa Tengah
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like