MEMAKNAI HARI KEBANGKITAN NASIONAL
Kemajuan pemikiran Bangsa Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi, seperti Budi Utomo, Indische Partij, Sarekat Dagang Islam dan macam lainnya. Berkat dari gertakan serta pemikiran yang matang, organisasi hebat tersebut membawa Indonesia menjelma menjadi negara merdeka.
Sebut saja Budi Utomo dan organisasi yang dinaungi, dengan gigihnya menyatukan pemikiran serta suara pemuda Indonesia menjadi satu, hingga membuat kolonial khawatir ketar-ketir. Pada tanggal 20 Mei kelahiran Budi Utomo lah diperingati, lalu masih pantaskah 20 Mei di 2022 ini dinamakan hari kebangkitan nasional?
Amanah penting bagi kita untuk tidak menodai perjuangan Budi Utomo dan kawan-kawan. Jangan sampai niat mulia mereka terhapus karena perilaku kita membuat nusantara terjerumus, tak akan habis pikir jika perujuangan mereka sia-sia lantaran Indonesia sering kita sia-sia kan. Masih adakah nurani dalam relung hati, cobalah untuk menghayati apa yang sudah aku berikan untuk bangsa yang melindungiku sampai detik ini.
Tak ada kata terlambat, banyak aksi-aksi besar, agar nusantara menjadi hebat. Salah satunya adalah meneguhkan pancasila sebagai pemersatu bangsa. Sang proklamtor Ir.Soekarno menafsiri bahwa pancasila merupakan ekasila, yang artinya kelima sila itu tak boleh dipisahkan, nasionalisme kebangsaan bergandeng dengan peri kemanusiaan, agar terciptanya keadilan serta kesejahteraan sosial dan tetap berlandaskan keimanan kepada Tuhan yang maha esa.
Intisari pancasila, pada dasarnya juga terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
يا ايّها الناس انّ خلقنكم من ذكر وانثى وخلقنكم شعوبا وقبا ئل لتعارفوا انّ اكرمكم عند الله اثقاكم إنّ الله عليم خبير
Artinya:”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa serta bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya orang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” (Al-Hujurat : 31).
Lalu, tanamkan sikap toleransi dalam kehidupan. Bayangkan saja, jika sikap tenggang rasa telah luntur di hati manusia, maka bangsa ini akan mudah terpecah belah, masih ingat dengan sidang BPUPKI yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1928, pembentukan BPUPKI yang bertujuan untuk membuat dasar negara.
Disaat pembacaan Piagam Jakarta oleh Ir. Soekarno, hasil dari kerja keras panitia sembilan yang mewakili dari berbagai golongan, pihak Kristen agak keberatan dengan tujuh kata pada Piagam Jakarta “Dengan menjalankan Syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”, pendapat ini diungkapkan oleh Latuharhary dari Maluku. Dengan pertimbangan yang matang, akhirnya para tokoh Islam merelakan tujuh kata itu, niat dan tujuan mereka mulia, menjaga toleransi demi terciptanya keutuhan dan kedamaian negeri.
Tak cukup itu, budaya sebagai identitas diri juga harus lestari. Wali songo, sang penebar Islam di Pulau Jawa telah mencontohkan. Mereka dakwah tak lantas menghilangkan adat budaya setempat, karena sejatinya Islam memiliki ajaran universal yang mampu beralkulturasi dengan budaya setempat, tanpa harus meninggalkan ciri kekhasan budaya-budaya di nusantara, walaupun Agama Islam bersifat ta’abudi (pasrah penuh pada Allah dalam segala hal).
Namun, bukan berarti Islam anti terhadap kearifan budaya lokal, atau lumrah kita kenal “Almukhofadatu ala qodimi sholih wal akhdu bil jadidi ashlah” Menjaga budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang lebih baik.
Jika dtelisik lebih jauh, banyak sebenarnya aksi-aksi besar untuk mengharumkan negeri ini, tinggal bagaimana setiap individu mengintropeksi diri, untuk selalu berinovasi atau hanya bereaksi.
Selamat Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2022.
Wallahu a’lam.
Oleh: M. Azka Zulfarrohman