Membaca dan Nasib Bangsa Ini
Membaca adalah hal yang penting. Sangat penting. Manusia dituntut untuk menjadi makhluk yang berwawasan tinggi dan juga akhlak yang baik. Agar jalan pikirnya berkembang. Itulah tugasnya makhluk yang dibekali akal, sebagai pembeda dari hewan. Untuk itu semua tentu harus dicapai dengan belajar dan baca adalah salah satu dari tiga pokok belajar; membaca, menulis, dan mendengarkan. Itu semua didapat dalam sistem belajar mengajar di kelas. Interaksi guru dengan murid. Untuk membaca, kita harus berkenal akrab dengan buku. Buku adalah jembatan untuk kita bisa mendapatkan wawasan. Melihat dunia dari setiap huruf, kata, hingga kalimat yang ditulis oleh ahlinya.
Tapi, melansir dari laman KOMINFO, bahwa UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!
Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Cukup memperihatinkan. Indonesia sebagai negara yang besar dan makmur, tapi dalam masalah minat baca saja masih sangat rendah. Padahal membaca adalah hal yang sangat penting. Bagaimana bisa menulis dengan baik, dengan berpengetahuan, kalau membaca saja tidak minat? Belum lagi dengan masalah buta huruf di sebagian wilayah yang perlu mendapat perhatian khusus.
Tentu itu adalah pendapat yang jujur, juga serius. Terbukti di berbagai sekolah, kantin terlihat lebih ramai dari pada perpustakaan. Bahkan, di media sosial pun, terutama di youtube, chanel yang berisikan tentang makanan jauh lebih banyak ditonton dan diminati dibanding dengan chanel yang bernuansa keilmuan, ataupun motivasi, termasuk membaca.
Padahal seperti yang kita ketahui, wahyu pertama yang diterima oleh Rosulullah Saw adalah tentang membaca yang tertera dalam surat Al-Alaq ayat 1-5;
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥
“1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, 4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Bisa kita pahami, ayat pertama secara tidak langsung mengandung perintah membaca. Tentang baca membaca. Dan setelahnya tentang tulis menulis yang dilambangkan dengan Al-Qolam.
Jika tubuh butuh olahraga dengan berbagai aktivitas yang dapat mengundang keringat, otak pun begitu, butuh olahraga. Dan olahraganya dengan membaca. Begitu juga mengenai manfaat membaca adalah dengan mampunya meningkatkannya konsentrasi dan fokus. Membaca juga berguna untuk perkembangan memori otak.
Membaca juga merupakan bagian dari literasi yang perlu ditingkatkan. Tidak ada alasan untuk tidak bisa membaca. Tidak ada waktu dan kesempatan. Sekarang sudah banyak berbagai aplikasi perpustakaan online yang bertujuan mempermudah menjangkau buku bacaan lewat handphone. Sebut saja z-library, wattpad, iPusnas, storial.co, iJakarta, NetGallery, dan lainnya. Sekarang juga sudah banyak organisasi yang membangun perpustakaan keliling dan rumah baca dengan memiliki koleksi buku yang cukup lengkap. Jika sekalipun ingin lebih leluasa membaca, bisalah kalian membeli buku langsung di toko-toko buku online maupun ofline.
Bagaimana dengan santri? Tentu santri juga sangat perlu yang namanya membaca. Bukankah cara kita memahami ilmu agama dalam kitab-kitab karangan ulama dengan membaca? Ya, kita harus buka dan baca! Jika memang ditemukan lafaz kalimat yang tidak dipahami, bisa kita bertanya pada teman, kakak kelas, ataupun pada ustadz yang lebih paham.
Kerap kali di pondok pesantren ada berbagai banyak halaqah atau diskusi-diskusi, seperti sorogan dan majelis bathsul masail. Itu semua butuh membaca. Dan tidak hanya sekedar membaca, butuh juga fokus untuk mendapat paham itu.
Tentu, membaca adalah penting.
“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya. Maka pastilah bangsa itu akan musnah”
– Milan Kundera
Buka buku dan bacalah! Jangan sampai bangsa ini musnah dengan kebodohan. Kita semua tidak mau. Tidak pernah mau.