Menakar Gelar dan Belajar, Mana yang Perlu di Kejar?
Barangkali yang telah lulus SMA, S 1 bahkan S 2 mengalami sebuah problematika, mau lanjut ke jenjang selanjutnya atau cukup sampai disini saja? Mau terus mengejar Gelar Atau apa adanya yang penting Belajar? Selanjutnya mau yang penting sarjana atau sarjana itu Penting?
Nah, untuk yang mengalami posisi dilema ini saya akan berbagi pengalaman, barangkali bisa menjadi jalan dan jawaban atas kebuntuan dan kebimbangan kita.
Pengalaman ini kebetulan atau memang sudah ditakdirkan saya peroleh dari dua tokoh Cendekia, Buya Husein Muhammad dan Dr Heryono Tarjono, perlu digaris bawahi, keduanya adalah senior saya, sama-sama Alumni Pondok Lirboyo, jadi sangat berhak saya mendapat ilmu dari beliau keduanya, heheu.
Pertama dari Buya Husein, disela-sela diskusi kami, beliau lebih condong bahwa gelar itu tidak terlalu penting, beliau lebih mementingkan belajar, sampai hari ini menjadi catatan penting lagi, Bukan Sekolah, bukan kuliah yang menjadi penting, beliau beranggapan bahwa yang terpenting adalah belajar dan belajar bukan perihal gelar,
“Tapi membacalah yang penting, kuliah atau sekolah hanyalah wadah untuk memaksa mendengar dan mengerjakan sesuatu, jadi maunya belajar karena ada aturan. Jadi yang paling baik adalah tidak karena aturan, tapi menjadi penting karena untuk menjadi masa depan sendiri.” Tandas beliau dengan tegas.
Beliau kemudian mecontohkan ulama-ulama terdahulu, “Tokoh-tokoh besar itu gak ada sekolahnya tidak ada kuliahnhya, tapi membaca, termasuk Syekh Nawawi Banten membacanya itu dari rumah ke Masjidil Harom itu. Kalau Gus Dur itu membacanya malah macam-macam. Jangan biarkan hari-harimu itu pergi tanpa membaca, menulis membangun pengetahuan gitu.” Terang ulama yang juga produktif menulis ini.
Buya Husein menandaskan bahwa bergelar tidak menjamin pintar, yang tidak bergelar pun bukan berarti bodoh, “Karena itu Profesor Doctor tidak selalu pintar, yang tidak memiliki gelar bukan berarti bodoh, sama sekali tidak. Terlalu banyak profesor doctor yang tidak berguna. Karena Mereka mencari Ijazah bukan mencari ilmu, untuk mencari duit untuk mendapatkan pekerjaan.” Tutur beliau. Begitu penjelasan dari Buya Husein yang tidak mementingkan Gelar.
Lalu bagaimana dengan pandangan bahwa sarjana itu penting?
Dalam perkara ini saya mendapat pandangan lain mengenai gelar dan belajar, tepatnya dari hasil soan saya kepada Dr. Heryono, sosok yang juga pengurus PBNU ini menyatakan realita sekarang masyarakat itu sangat memperhitungkan gelar formal, penyandang gelar Doctoral Universitas Sriwijaya Palembang ini menyampaikan kepada saya bahwa masyarakat sekarang itu ketika mencari solusi dari sebuah problematika bisa lebih mendegarkan dan mempertimbangkan yang memiliki gelar daripada yang bicara itu tidak atau lebih rendah gelarnya,
“Istilahnya mas, masyarakat lebih undzur Man qola-nya bukan ma qolanya jadi sepintar apapun kamu akan kalah dianggap dengan yang memiliki gelar lebih tinggi dari kamu” Kira-kira begitu Terangnya pagi kala itu.
Bisa diartikan kebanyakan masyarakat ataupun instansi itu melihat siapa yang berbicara bukan tentang apa yang dibicarakan, apalagi sekarang mayoritas lini profesi membutuhkan Ijazah.
Secara tidak langsung Mas Hery menyenggol saya untuk segera melanjutkan pendidikan ketingkat selanjutny, heheu.
Gimana? Sampai sini silakan pembaca angan-angan sendiri mau menitik beratkan Gelar atau Belajar?
Ya barangkali yang marasa mampu kuliah baik dari finansial, waktu atau aspek lainnya lebih baik kuliah setinggi-tingginya seperti yang dituturkan Bapak Hery diatas, yang belum mampu kuliah jangan sampai menjadi alasan untuk berhenti belajar, mengikuti dawuh Buya Husein diatas. Sekian semoga bermanfaat. Wallohua’lam.