Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam dari Sunan Giri, kini kami memasuki Kota Gresik, tepatnya di Kampung Gapura, Kota Gresik, Jawa Timur. Sekitar pukul 10.30 WIB, kami memasuki Pelabuhan untuk mengendarai DAMRI (sejenis elf yang digunakan untuk menuju area Makam Sunan Gresik). Para peserta ziaroh cukup berjuang antre kendaraan saja tanpa perlu menunggu antrean tiket yang panjang, karena semuanya sudah diatur panitia. Alhamdulillah.
Agenda kami di Makam Sunan Gresik ini adalah pembacaan tahlil dan do’a seperti biasa. Pembacaan tahlil dipimpin langsung oleh K.H. Melvin Zainul Asyiqien. Kemudian para Dzurriyyah Mahrusiyah beserta Ibu Nyai Hj. Zakiyyah mendekat ke arah makam dan memanjatkan do’a bersama yang dipimpin oleh K.H. Reza Ahmad Zahid.
Usai tahlil, kami istirahat sejenak dan melaksanakan sholat jamak taqdim dhuhur dan ashar. Sekitar pukul 14.00 WIB, baru kami melanjutkan perjalanan ke tujuan selanjutnya, yakni ke Makam Sunan Drajat di daerah Paciran Lamongan.
Siapakah sebenarnya tokoh yang disebut Sunan Gresik ini?
Beliau adalah Maulana Malik Ibrahim, seorang tokoh penyebar agama Islam yang dimakamkan di daerah Gresik. Sebagian masyarakat memberi sebutan Syaikh Maghribi sehingga timbul asumsi bahwa Beliau berasal dari daerah Maghrib, yaitu Maroko, Afrika Utara.
Sir Thomas Stanford Raffles dalam History of Java menyatakan bahwa berdasar sumber-sumber lokal, Maulana Ibrahim adalah seorang panditha masyhur asal Arabia, keturunan Zainal Abidin dan Sepupu Raja Chermen telah menetap di Leran, Janggala bersama para penganut Islam yang lain.
Beberapa versi seputar keberadaan tokoh Maulana Malik Ibrahim semakin menimbulkan perbedaan asumsi yang menajam tentang siapa jati diri tokoh yang disebut Syaikh Maulana Malik Ibrahim tersebut. Bahkan, menurut penulisan yang lebih belakangan, telah disusun tulisan yang lebih spekulatif Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang mengaitkannya dengan golongan Alawiyyin keturunan Nabi Muhammad SAW, dari Fatimah Az-zahra dengan Ali bin Abi Thalib dari jalur Sayyidina Husain.
Sementara itu, berdasarkan pembacaan epigraf asal Perancis, J.P. Moquette atas tulisan pada prasasti makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang ditulis dalam De Datum op den Grafsteen van Malik Ibrahim te Grissee, disebutkan bahwa almarhum yang bernama Al-Malik Ibrahim, yang wafat pada Hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 H (8 April 1419), berasal dari Khasan, sebuah tempat di Persia (Iran).
Selain itu, berdasar pembacaan inskripsi pada batu nisan makamnya, yang dibaca oleh Moquette, yang ditandai kalimat Laa ilaha illallah, Surah Al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi); Surah Ali Imran ayat 185; Surah Ar-Rahman ayat 26-27; dan Surah At-Taubah ayat 21-22, terdapat penjelasan bahwa tokoh bernama Al-Malik Ibrahim adalah seorang tokoh terhormat yang berkedudukan sebagai berikut;
Secara utuh, terjemahan dari inskripsi batu nisan Syaikh Maulana Malik Ibrahim menurut J.P. Moquette adalah sebagai berikut;
Inilah makam almarhum al-maghfur, yang mengharap rahmat Allah Yang Maha Luhur, guru kebanggan para Pangeran, tongkat penopang para raja dan menteri, siraman bagi kaum fakir miskin, syahid yang berbahagia dan lambing cemerlang Negara dalam urusan agama; al-Malik Ibrahim yang terkenal dengan nama Kakek Bantal berasal dari Khasan. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan menempatkannya ke dalam surga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 H.
Syaikh Maulana Malik Ibrahim pertama kali mendarat di Jawa dan menyiarkan ajaran Islam di daerah Sembalo, di dekat Desa Leran Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik, yaitu 9 km di arah utara Kota Gresik. Beliau mendirikan Masjid pertama di Desa Pasucinan, Manyar. Aktifitas yang mula-mula dilakukan Maulana Malik Ibrahim adalah berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan yang disebut Desa Rumo, yang menurut cerita setempat berkaitan dengan kata Rum (Persia), yang berarti tempat kediaman orang Rum.
Setelah masa dakwahnya berhasil di Sembalo, Maulana Malik Ibrahim kemudian pindah ke Kota Gresik, tinggal di Desa Sawo. Setelah itu, ia datang ke Kutaraja Majapahit, mengahadp Raja dan mendakwahkan Agama Islam kepada Raja. Namun Raja Majapahit belum mau masuk Islam, akan tetapi menerimanya dan kemudian menganugrahinya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik, yang belakangan dinamakan dengan nama Desa Gapura.
Disinilah Maulana Malik Ibrahim membuka Pesantren untuk mendidik kader-kader Pemimpin umat dan Penyebar Islam yang diharapkan dapat melanjutkan misinya, menyampaikan kebenaran Islam kepada masyarakat di wilayah Majapahit yang sedang mengalami kemerosotan akibat perang saudara.
Wallahu a’lam.
Baca perjalanan Khazanah 2024 selanjutnya di https://elmahrusy.id/sunan-drajat-tujuh-falsafah-yang-dijadikan-pijakan/