Mengenal Tokoh Sufisme Dunia
Apa sih Sufisme itu?
Sufisme adalah orang yang paham tentang ilmu tasawuf, atau Gerakan Islam yang menekankan pada penyucian jiwa, perbaikan akhlak, pembangunan lahir dan batin, serta pencarian kebahagiaan yang abadi adalah suatu manifestasi dari ajaran Islam yang holistik. Gerakan ini bertujuan untuk membentuk individu yang seimbang secara spiritual dan moral, menciptakan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Maka dari itu kegiatan sufisme ini jauh dari perkara-perkara duniawi. Tradisi sufisme ini sudah menyebar di seluruh penjuru dunia, bukan hanya indonesia saja. Dilansir dari wikipedia pemikiran sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8. Tasawuf identik dengan tazkiyatun-nafs (pembersihan jiwa), hal ini seperti pemahaman buya hamka terkait dengan tasawuf, beliau mengungkapkan bahwa tasawuf sebagai kehendak memperbaiki budi dan mensyifa’kan (membersihkan) batin.
Siapa sih yang pantas disebut sufi?
Tidak sembarangan orang pantas disebut sebagai sufi. Dari pengertian di atas seseorang yang pantas disebut dengan sufi adalah orang-orang yang jauh dari perkara duniawi. Dapat disimpullkan bahwa seseorang yang alim belum tentu bisa disebut sufi, mengapa? Karena sufi itu adalah orang-orang yang dekat dengan Allah, zuhud, berakhlaq mulia, dan tidak pernah melalaikan ibadah-ibadahnya. Yuk, kita kenali tokoh-tokoh sufi dahulu.
Abu Hasyim al-Kufi, seorang tabi’in yang aktif pada abad ke-8 Hijriah, merupakan murid dari Huzaifah bin al-Yaman, yang dikenal sebagai sahabat dan kepercayaan Nabi Muhammad saw dengan julukan “Shahibu Sirri Rasulullah” atau pemegang rahasia Rasulullah. Hasan al-Bashri, tokoh awal sufisme yang terkenal dengan kehidupan sederhana dan zuhudnya, memiliki pengaruh besar pada perkembangan tasawuf. Hidup sederhana dan zuhud bukanlah sesuatu yang tidak lazim pada masa itu, sebagaimana Nabi Muhammad dan para sahabatnya juga menjalani gaya hidup yang demikian. Bahkan, sebelum Islam, Muhammad muda sering melakukan khalwat di Gua Hira untuk mensucikan diri dan menjauh dari masyarakat jahiliyah.
Salah satu tokoh sufi sejaman Abu Hasyim al-Kufi adalah Ibrahim bin Adham (w. 165 H/782 M). Kisah pertobatan Ibrahim bin Adham menjadi legenda sufi, mengubahnya dari seorang pangeran di Balkh menjadi seseorang yang hidup dengan sangat zuhud. Abu Nuaim mencatat bahwa Ibrahim bin Adham sangat menekankan pentingnya uzlah (isolasi) dan tafakur (kontemplasi).
Selain di atas, indonesia juga memiliki tokoh sufi yang memengaruhi tasawuf, diantaranya adalah:
- Syekh Hasan Genggong
Beliau merupakan seorang guru sufi yang terkenal sebagai Mursyid TarekatNaqsyabandiyah. Dikenal sebagai salah satu Mursyid dalam hierarki Naqsyabandi dan sebagai pendiri Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba ‘Alawiyah, yang merupakan cabang dari Tarekat Naqsyabandiyah. Beliau berhasil menyatukan dua tharekat besar, yaitu Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Ali Ba ‘Alawiyah, dengan menggabungkan dua sanad tarekat. Selain itu, Beliau juga dikenal sebagai Wali Qutb di Indonesia, menciptakan legacy yang signifikan dalam tradisi sufisme di wilayah tersebut. Sebagai seorang ulama dari kalangan Wali dan seorang Wali dari kalangan Ulama, Beliau memiliki status sebagai ‘Arif Kamil, pemilik pengetahuan yang sempurna dalam bidang sufisme dan marifat. Pengaruh spiritualnya meluas di kalangan umat pada masanya, dan berkatnya menembus seluruh umat. Selain aktif dalam aspek keagamaan, Beliau juga diakui sebagai sosok yang berkontribusi besar dalam berdirinya Nahdlatul Ulama, sebuah organisasi Islam yang memiliki dimensi spiritual yang kuat. Dengan segala warisan spiritual dan pengaruh positifnya, Beliau dianggap sebagai sumber mata air kemursyidan dan berkah yang melimpah bagi umat pada zamannya.
- Syamsuddin As-Sumatrani
Syeikh Syamsuddin Ibn Abdullah As-Sumatrani adalah seorang ulama besar Aceh yang hidup pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi. Beliau adalah murid dari seorang ulama terkenal bernama Hamzah al-Fansuri. Syeikh Syamsuddin menguasai beberapa bahasa, termasuk bahasa Melayu-Jawi, Parsi, dan Arab. Keahliannya meliputi berbagai cabang ilmu, seperti tasawuf, fiqh, sejarah, mantiq, tauhid, dan lain-lain. Meskipun tidak ada catatan pasti mengenai tahun kelahirannya, namun dari namanya terlihat bahwa beliau berasal dari Pasai (Aceh).
Syeikh Syamsuddin wafat dalam pertempuran melawan Portugis di Melaka pada tahun 1040 H/1630 M dan dikebumikan di Kampung Ketek, Melaka. Kitab Bustanul Salatin karya Syeikh Nurruddin ar-Raniri memberikan informasi tambahan bahwa Syamsuddin meninggal pada hari ke-12 bulan Rajab tahun 1039 H/1630 M. Warisan ilmu dan pengabdiannya dalam pertempuran menandai kehidupan dan kontribusi yang berharga dari seorang ulama besar pada zamannya.
- Hamzah Al-Fasuri
Hamzah Fansuri, seorang ulama sufi dan sastrawan abad ke-16, dianggap sebagai tokoh penting dalam perkembangan sastra dan spiritualitas di Indonesia. A. Teeuw menggambarkannya sebagai Sang Pemula Puisi Indonesia, sedangkan Abdul Hadi W. M. memberinya gelar Bapak Sastra Melayu. Hamzah Fansuri tinggal di Aceh dan terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud. Aliran wahdatul wujud adalah doktrin sufi yang menekankan kesatuan eksistensi antara Allah dan ciptaan-Nya. Hamzah Fansuri memainkan peran kunci dalam mempopulerkan dan mengembangkan pemikiran ini di kalangan masyarakat Aceh. Dalam dunia sastra Melayu, Hamzah Fansuri diakui sebagai pencipta genre syair. Karyanya tidak hanya mencerminkan keindahan bahasa, tetapi juga mendalam dalam spiritualitas dan filsafat. Syair-syairnya sering kali mencerminkan pengalaman mistik dan kecintaannya pada Tuhan. Meskipun pernah tinggal di Aceh, warisan intelektual Hamzah Fansuri merentang jauh melampaui batas geografisnya. Karya-karyanya memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk identitas sastra dan spiritualitas di wilayah tersebut. Hamzah Fansuri tetap diingat sebagai figur yang memberikan kontribusi besar dalam pengembangan sastra dan pemikiran spiritual di Indonesia pada masa lalu.
- Nuruddin Ar-Raniri
Ar Raniri adalah seorang cendekiawan yang memiliki pengetahuan yang luas, mencakup bidang-bidang seperti sufisme, kalam, fikih, hadits, sejarah, dan perbandingan agama. Selama hidupnya, ia menorehkan jejak keilmuannya melalui penulisan sekitar 29 kitab, di antaranya yang paling terkenal adalah “Bustanus al-Salatin”. Nama Ar Raniri kini diabadikan sebagai nama sebuah perguruan tinggi agama, yaitu UIN Ar-Raniry, yang berlokasi di Banda Aceh. Warisan intelektualnya mencerminkan kontribusi besar dalam berbagai disiplin ilmu dan pemikiran keagamaan, sementara nama institusi pendidikan yang mengambil namanya memberikan penghormatan terhadap warisannya yang berharga.
- Syekh Abdurrauf As-Singkili
Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili lahir di Singkil, Aceh pada tahun 1024 H/1615 M, dan meninggal dunia di Kuala Aceh, Aceh pada tahun 1105 H/1693 M. Beliau merupakan seorang ulama besar yang sangat terkenal di Aceh. Pengaruh Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili sangat besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatra dan Nusantara secara umum. Gelar yang melekat padanya dan terkenal adalah Teungku Syiah Kuala, yang dalam bahasa Aceh berarti Syekh Ulama di Kuala. Gelar ini mencerminkan kebijaksanaan dan otoritas keagamaan yang dimilikinya, serta kontribusinya dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili bukan hanya menjadi figur terkemuka dalam sejarah Islam di Aceh, tetapi juga memberikan sumbangan besar dalam pengembangan Islam di wilayah Nusantara secara lebih luas. Warisan keilmuannya tetap dihormati dan diingat sebagai bagian integral dari sejarah agama Islam di Indonesia.
- Syekh Yusuf Al-Makasari.
Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani (3 Juli 1626 – 23 Mei 1699) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Di kalangan pendukungnya di Sulawesi Selatan, ia juga dikenal dengan gelar Tuanta Salamaka ri Gowa, yang berarti “tuan guru penyelamat kita dari Gowa.”