Semesta telah menggambarkan sisi Sayyidina Abu Bakar yang belum kita ketahui, kehadirannya sebagai awal kelanjutan estafet dakwah Rasulullah SAW. Tangan takdir menempa karakternya menjadi gelar Asshidiq, membangun jiwanya menjadi seorang yang bijaksana nan dermawan.
Sosok Sayyidina Abu Bakar yang dihadirkan oleh Tuhan demi menggaungkan Islam sangat gemar berkorban. Beliau adalah seorang konglomerat yang sangat dermawan. Beliaulah yang mewakafkan seluruh hartanya untuk kepentingan dakwah sahabatnya. Banyak sekali budak yang beliau memerdekakan salah satunya Bilal bin Rabah.
Sepenggal cerita ketika beliau ingin mendermakan hartanya untuk bekal dakwah kepada Rasulullah SAW.,
Rasulullah SAW. sebelumnya bertanya “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu Abu Bakar?”
Sayyidina Abu Bakar menjawab, “Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-NYA”
Kemudian datanglah Sayyidina Umar dengan membawa sebagian hartanya untuk diinfakkan kepada bala tentara yang sedang kekurangan seraya merasa, “Hari ini aku melampaui Abu Bakar,” ternyata Umar mendapati Abu Bakar sudah membawakan seluruh hartanya. Saat itulah Sayyidina Umar sadar bahwa Sayyidina Abu Bakar tak dapat dilampaui. Di waktu yang sama Sayyidina Abu Bakar juga mengungguli semuanya.
Banyak orang yang memiliki harta berlimpah namun sedikit yang bisa menjadikan harta sebagai ladang amal jariyah. Beberapa orang tersesat karena tipu dayanya, beberapa orang terjangkit karena racunnya. Sayyidina Abu Bakarlah tokoh yang tepat menggambarkan dunia filantropi Islam. Memiliki bekal dunia namun tetap memprioritaskan bekal alam selanjutnya.
Sayyidina Abu Bakar yang sangat kaya raya mampu mengasuransikan hartanya di jalan Tuhan. Menempatkan dunia ditangannya akhirat dihatinya. Itulah definisi berharta dengan tujuan yang mengabdikan diri dan menitipkan apa yang dimiliki sehingga kembali pada kebahagiaan abadi.
Jika kalian ingin membawa dunia bersama kalian, tumbuhkanlah hingga menjadi investasi akhirat. Sungguh apa yang kita miliki di dunia hakikatnya adalah bekal abadi di akhirat nanti. Sepotong roti yang kita miliki untuk orang yang sedang kelaparan, segelas air untuk orang yang sedang kehausan, setumpuk pasir untuk membangun maslahat umat, dan berlembar uang untuk mereka yang malang.
Kehidupan Sayyidina Abu Bakar memberikan alarm bagi kita semua bahwa dunia beserta isinya hanyalah kebinasaan. Harta yang bermanfaat adalah harta yang menarik pemiliknya pada transaksi lilmaslahatil ummah. Hal ini sesuai dengan pesan kalamullah dalam Surah Al-Lail yaitu:
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)
Artinya: “(5)Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, (6)dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) (7) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Q.S. Al-Lail 5-7)
Di zaman sekarang harta memanglah untuk kepentingan hidup, namun ia bukanlah kehidupan itu sendiri. Ajaklah pikiran dan perasaanmu mengamati sesuatu dari sebuah sisi nilai bukan harga. Jika sudah, maka kita akan memahami bahwa kehidupan ini memberikan makna saling mengerti dan berbagi.
Berapa harga doa seorang Ibu?
Berapa harga doa kaum muslimin wal mu’minin?
Berapa harga sebungkus nasi untuk mereka yang tak mampu membeli?
Berapa harga sedekah diam-diam?
Berapa harga keinginan seorang anak jalanan yang bisa mengenyam bangku pesantren?
Untuk jiwa-jiwa yang hidup marilah kita ulurkan tangan untuk merangkul mereka yang sangat membutuhkan.
ما احسن الدين والدنيا اذا اجتمعا * واقبح الكفر والافلاس في الرجل
“ Alangkah indahnya kalau berkumpul agama dan dunia pada seseorang. Dan alangkah sengsaranya pula kalau berkumpul kekafiran dan kemisikinan pada seseorang”