Menyebut Nama Lebih Baik daripada Laqob
Oleh: Muhamad Ainul Atho’
Laqob adalah suatu panggilan yang disematkan pada orang lain, sebagai ganti dari penyebutan namanya yang sebenarnya. Laqob ini ada kalanya memuliakan terhadap seseorang dan ada kalanya ini merendahkan, menjatuhkan, melecehkan atau menghinakan martabat seseorang.
Laqob ini terkadang disematkan sebagai ungkapan yang diberikan seseorang terhadap orang lain dengan melihat kebiasaan atau hal yang menjadi ciri khas tersendiri dari orang yang dinamai dengan menggunakan laqob tersebut. Adakalanya dari kepribadiannya dan adakalanya dari perawakan fisik orang yang dilaqobi tersebut.
Seperti halnya orang yang mempunyai perawakan fisik yang pendek atau kecil, maka ia akan disebut dengan laqob mohon maaf semisal kurcaci, plankton, kerdil, bahkan ada yang menamakan atau melaqobkan MASTER (manusia setengah meter) pada orang tersebut dan laqob-laqob lainnya. Kita tahu laqob-laqob yang barusan bertujuan untuk mencaci atau menghina orang lain, maka hal ini sebenarnya tidak diperbolehkan dalam ajaran agama, karena bertujuan merendahkan dan meremehkan orang lain.
Dari segi agama, terkhusus dalam perspektif atau pandangan yang terdapat pada al-Qur’an penyebutan laqob ini dari istilah Bahasa, berasal dari kata اللّقّب jamak dari kata القّاب yang berarti gelar. Sedangkan pada kata القبه بكذا adalah memberikan gelar atau julukan, lafadh لاقَبَهُ artinya mencaci atau menghina.
Kata laqob atau julukan ini mempunyai dua macam pembagian, yakni: pertama adalah laqob yang bertujuan memuliakan. Seperti contoh sultan, sejarawan, jutawan, dan lain sebagainya. Yang kedua, yakni laqob yang bertujuan untuk mengejek, merendahkan atau menghina orang lain. Laqob seperti inilah yang harus kita jauhi menurut apa yang ada dalam al-Quran surat al- Hujarrat ayat 11.
Seperti yang telah tertulis diatas, adanya laqob ini bertujuan memuliakan dan adakalanya mencaci atau meremehkan orang lain, meskipun toh ada juga laqob yang mana laqob tersebut ini bertujuan sebagai ungkapan penghargaan atau memuliakan orang lain (pujian). Gelar adalah penghargaan yang diberikan pada cendekiawan atau pada seorang tertentu yang mendapatkan prestasi dari apa yang ia kerjakan dan pemberian gelar tersebut sebagai bentuk penghargaan baginya.
Apakah memanggil dengan menggunakan laqob lebih baik daripada nama?
Memanggil dengan menggunakan laqob memang tidak dipermasalahkan namun memanggil seseorang dengan menggunakan nama itu lebih baik dari pada menggunakan laqob, mungkin itu yang terlintas dalam pikiran saya, bahwasanya nama itu lebih diunggulkan sebagai penyebutan dari pada laqob. Selain nama adalah do’a yang disematkan oleh orang tua kita, sebagai bentuk harapan mereka agar kita itu sesuai dengan apa yang mereka harapkan dalam doanya. Memanggil dengan menggunakan nama ini tidak akan menimbulkan dampak apa-apa bagi si pemilik nama, bahkan kita bisa dihitung pula sebagai orang yang turut mendoakannya, bila memanggil dengan menggunakan namanya secara benar. Namun, bila kita memanggil orang lain dengan menggunakan laqob, semisal orang tersebut merasa tidak suka dan terganggu dengan panggilan yang kita tujukan padanya, maka itu tidak diperbolehkan. Meskipun toh orang tersebut tidak mengutarakannya pada kita, namun dalam hadis juga telah dijelaskan bahwasanya sesama muslim jangan sampai menyakiti hati sesama muslim. Jadi kita memang harus berhati-hati sekali dengan segala hal yang akan kita perbuat. Pikirkan dulu sebelum berbicara atau bertindak, karena kita tidak tahu konsekuensi apa yang akan kita peroleh.
Dizaman dahulu, ketika orang-orang masih menggunakan media cetak atau sejenis surat, koran dan majalah untuk mengabarkan suatu berita, dan teknologi belum begitu maju seperti sekarang ini, laqob atau julukan ejekan yang disematkan terhadap orang lain tidak begitu terekspos di masyarakat. Adanya laqob ejekan- ejekan ini hanya pada interim 2-3 orang keatas saja. Tidak mencuat sampai melibatkan banyak orang dan tidak sampai berkelompok- kelompok seperti sekarang ini.
Dengan di barengi teknologi yang terus berkembang pesat, laqob sebagai ungkapan merendahkan, menghina atau melecehkan terhadap orang lain, kini dengan sangat mudah kita jumpai khususnya dalam platfon media sosial (medsos). Seolah- olah laqob ini sudah menjadi hal yang lumrah atau lazim dalam setiap komentar- komentar di media sosial (Medsos).
Tak jarang pula kita menemui atau menjumpai pertikaian yang terjadi dalam dunia digital ini disebabkan atau dipicu komentar-komentar yang nyinyir terhadap orang lain. Banyak sekali orang yang melapor ke polisi, karena merasa dilecehkan secara verbal. Bahkan saat ini, kerja polisi dibuat lebih aktif lagi, dengan membentuk tim cyber yang bertujuan memantau segala aktifitas yang ada pada media sosial untuk menanggulangi tindak kejahatan di media sosial (medsos). Pasal-pasal atau undang-undang tentang menghina atau pencemaran nama baik pun kini dibuat untuk menanggulangi ejekan atau cacian di media sosial.
Namun apakah ejekan atau laqob cacian ini sudah menurun?
pertanyaan diatas seolah rumit untuk dijawab, karena pada dasarnya laqob ini dari tahun ketahun itu tidak bisa hanya dipantau melalui satu atau dua sistem saja. Dahulu meski tidak ada teknologi yang memadai, loqob-laqob nyinyir itu masih sering terjadi, tak sedikit pun menurun di masyarakat. Jadi bagaimana sekarang?