Menyikapi Dampak Globalisasi Dengan Revolusi Mental
Pada abad ke-20 saat ini, merupakan abad yang memiliki rotasi zaman yang sangat signifikan terhadap perubahan, salah satunya adalah perubahan pola pikir setiap orang. Mengapa demikian? Sekarang dunia terasa seperti tempurung kelapa yang sangat kecil, hal ini karena dampak perubahan zaman, dalam hal ini dikaitkan dengan globalisasi yang sedang melanda dunia global.
Dengan hadirnya globalisasi juga menimbulkan dampak terhadap revolusi mental. Para generasi bangsa kita pasti terkontaminasi terhadap hal ini. Mereka terasa dimanjakan oleh kemudahan yang ada, contohnya seperti hadirnya gadget memudahkan mereka mengakses suatu informasi, munculnya kendaraan modern seperti mobil, motor dan sebagainya yang memudahkan mereka menuju suatu tempat untuk tujuannya masing-masing.
Tetapi tanpa mereka sadari mental mereka juga mendapatkan dampaknya, dari sinilah yang menjadi titik balik terhadap globalisasi sekarang. Mental mereka seolah-olah menjadi budak terhadap teknologi. Dengan tranformasi-tranformasi yang mengubah perkara yang sulit menjadi mudah, menjadikan yang jauh menjadi dekat, yang berat menjadi ringan, di satu sisi juga menimbulkan hal yang negatif yang efeknya meredukasin mental atau moral mereka.
Moral mereka lambat laun mulai terkikis terhadap kemanjaan-kemanjaan yang timbul dari globalisasi. Pemuda atau generasi bangsa sekarang tidak mau lagi berpikir lebih dalam dan lebih jauh. Ini semua karena dampak negatif dari globalisasi. Lalu bagaimana kita menanggulangi hal semacam ini, supaya tetap menjaga mental kita agar tetap terkandali? Solusinya adalah dengan cara melakukan revolusi mental yang di tujukan kepada anak bangsa.
Dengan revolusi mental kita harapkan akan mampu mengimbangi dengan perkembangan globalisasi, semua instrumen-instrumen globalisasi luar yang masuk pada tanah air, mampu di filter dengan baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental yaitu mengubah manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong. Revolusi Mental juga bisa diartikan dengan suatu gerakan untuk menggembleng pemuda Indonesia agar menjadi generasi yang baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.
Itu juga merupakan gagasan revolusi mental yang pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum tercapai.
Revolusi di zaman kemerdekaan adalah sebuah perjuangan fisik, perang melawan penjajah dan sekutunya, untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kini, 78 tahun setelah bangsa kita merdeka, sesungguhnya perjuangan itu belum, dan tak akan pernah berakhir. Kita semua masih harus melakukan revolusi, namun dalam arti yang berbeda. Bukan lagi mengangkat senjata, tapi membangun jiwa bangsa, salah satunya adalah revolusi mental.
Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Oleh karena itu, dengan pentingnya revolusi mental pada globalisasi sekarang, kita berharap mampu mengimbangi progres yang ada, salah satunya dari Globalisasi. Mari kita gencarkan hal ini dengan seksama, kita bangun Indonesia dengan wajah baru lagi, dengan melakukan revolusi mental dengan skala besar dan nantinya akan memberikan sebuah hasil yang manis pada kemaslahatan negara Indonesia.
Wallahu a’lam.