Merawat Harmonisasi Beragama Dan Jiwa Nasionalis Dalam Bingkai Akhlak
Dalam sejarah dan perkembangannya, nasionalisme setiap negara memiliki latar belakang yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing. Nasionalisme adalah ranah paham seorang warga negara untuk mencintai negrinya sendiri. Praktik nasionalisme merupakan kesadaran suatu bangsa secara aktual yang bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan integritas bangsa tersebut.
Sudut pandang yang sama sisi keagamaan juga melatar belakangi lahirnya nasionalisme Bangsa Indonesia. Hal ini bisa kita lihat seperti yang dicontohkan Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dengan Bung Karno yang bekerja sama dalam merebut kemerdekaan. Dari sini kita bisa menarik benang merah bahwa seorang ulama dan pejuang diibaratkan agama dan negara yang tidak dapat dipisahkan.
Selaras dengan petuah bijak Sang Pendiri NU, Mbah Hasyim Asy’ari menegaskan,
“Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan.”
Dua kekuatan inilah yang harus selalu digaungkan kepada generasi penerus demi keutuhan NKRI. Jika kita melihat tujuan dibentuknya negara NKRI adalah untuk perdamaian dunia begitulah wajah Islam hadir untuk kemaslahatan umat manusia. Namun masih banyak beberapa masyarakat awam yang terjerumus ke dalam jurang gagal paham.
Seringkali para oknum tersebut meluhurkan agamanya namun menanggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Sebaliknya, beberapa oknum membela nilai kemanusiaan namun meninggalkan ketaatan kepada Tuhan-Nya. Momentum kemerdekaan inilah sebagai fase untuk merefleksikan diri demi mengabdikan negri sepenuh hati. Rasa kebangsaan dan ketaatan terhadap agama seperti yang dicontohkan pribadi Bung Karno harus terus dilestarikan demi membangun generasi spiritual dan intelektual.
Keseimbangan antara beragama dan paham nasionalisme harus saling menguatkan. Karena rasa cinta tanah air bagian dari rahim keimanan. Penggambaran tersebut merupakan pondasi sebuah negara. Konsep ‘hubbul wathon minal iman‘ adalah jargon tepat untuk mendeskripsikan nilai jati diri generasi penerus bangsa. Jika kecintaan terhadap bangsa dilandasi dengan bahu-membahu melakukan kebaikan tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan, maka hal itu dianjurkan.
Terlebih jika sikap kebangsaan tersebut dilandasi dengan ruh-ruh keislaman. Banyak sekali pelajaran dan hikmah terhadap bangsa lain yang penduduk negerinya terpecah belah dan saling bertumpah darah. Padahal mereka berjuang atas nama agama yang sama, namun mereka tidak peduli kepada nasib tanah airnya. Itu semua karena potret gagal paham seorang agamawan yang kecintaan mereka terhadap agama tidak diiringi dengan kecintaan terhadap tanah airnya, yang justru termasuk tuntutan agama.
Harapan dan doa yang selalu dilangitkan semoga bisa menjadi satu tuju yang lebih berarti. Momen tepat ini semoga bisa menjadi pencerahan untuk kita semua dalam mengarungi jati diri menjadi seorang santri yang agamis dan nasionalis. Ungkapan terima kasih atas para pejuang negeri ku ucapkan, ala hadzihi niyat wa ala kulli
niyatin sholihat lahumul fatihah….