Momentum Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI PP HM Al-Mahrusiyah Putri, Ning Ochi Sebut Sebagai Embrio Lahirnya Ulama Perempuan
Kediri, Elmahrusy Media. Ahad (17/12) PP HM Al-Mahrusiyah Putri telah menyelenggarakan forum Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI. Acara ini merupakan agenda tahunan yang merupakan salah satu program kerja pengurus Lajnah Bahtsul Masaa’il (LBM) PP HM Al-Mahrusiyah Putri. Pagelaran forum Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI ini dihadiri sebanyak 25 Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur. Salah satu peserta delegasi yang hadir sekaligus menjadi Shohibul As’ilah dalam Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI adalah PP. Putri Al-Rifa’ie 1 Malang.
Mengingat forum Bahtsul Masaa’il merupakan tradisi intelektual masyarakat pesantren dan Nahdlatul Ulama. Tradisi ini disebut sebagai embrio lahirnya NU. Berawal dari sejumlah halaqah ilmiah para kiai di masa silam untuk merespons problematika masyarakat. Halaqah yang digagas oleh KH Wahab Hasbullah ini tumbuh dan berkembang dalam wadah Tashwirul Afkar. Seiring waktu, kemudian berubah menjadi Nahdlatut Tujjar hingga puncaknya menjadi Nahdlatul Ulama.
Pada kesempatan ini forum Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI dibuka dengan sambutan hangat oleh salah satu dzuriyah PP HM Al-Mahrusiyah Putri. KH. Melvien Zainul Asyiqien dalam sambutannya mengatakan bahwa forum Bahtsul Masaa’il merupakan ajang pertemuan dan bertukar pikiran dalam menjawab problematika umat. Forum ini juga mengajak dan membuka pemikiran para santri menghadirkan sebuah hukum dan juga solusi terkait isu yang sedang dibahas. Dengan demikian Bahtsul Masaa’il sendiri merupakan ruh dari Nahdhatul Ulama.
Acara yang berlokal di Auditorium MA Al-Mahrusiyah ini dimulai dari jam 07.00 WIB, yang diiringi dengan iringan Tim Habsyi Putri. Dalam forum Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI ini juga turut mengundang para mushohih dan perumus dari luar diantaranya; Bapak Intiha’ul Fudlola’ Hasan dan perwakilan LBM Putra sebagai perumus, Agus M. Khotibul Umam Shobirin dan Bapak Zainul Arifin selaku mushohih. Acara Bahtsul Masaa’il Kubro ke VI ini dibagi menjadi dua sesi yakni Jalsah Ula dan Jalsah Tsani.
Pada Jalsah Ula, seluruh peserta delegasi Bahtsul Masaa’il Kubro sangat antusias dalam memberikan argumen serta ta’birnya masing-masing. Pembahasan as’ilah pertama ini tentang ‘hukum memposting konten negatif secara syariat’ yang mana hal ini menyangkut pemberitaan konflik Palestina-Israel. Antusiasme para delegasi Bahtsul Masaa’il Kubro ini tidak terlepas dari seorang moderator yang sudah berpengalaman selama 6 tahun. Pengarahan dan pembawaan moderator yang sangat berkompeten membuat acara semakin sengit dan terarah. Moderator pada Jalsah Ula ini dikomando oleh saudari Muflihah yang ditemani oleh notulen saudari Najma Khusnul.
Sebelum memasuki jalsah tsani, para delegasi memanfaatkan waktu ishoma (istirahat, sholat, makan) untuk saling berkenalan dengan delegasi yang berasal dari pondok pesantren lain. Acara jalsah tsani dilanjut pada pukul 12.30 yang dibuka oleh moderator saudari Imroatul Mufidah bersama notulen saudari Salma Mawaddah Mas’udi. Dalam acara ini permasalahan yang dibahas masih terkait konflik Palestina-Israel dengan as’ilah ‘hukum memboikot produk-produk yang terafiliasi Israel’. Diskusi berlangsung selama satu jam, kemudian disusul as’ilah ke-2 yang membahas tentang kasus gangguan mental yang terjadi di pondok pesantren.
Tak terasa acara Bahtsul Masaa’il Kubro tiba di penghujung acara. Acara ini ditutup dengan pembacaan hasil Bahtsul Masaa’il Kubro VI dan mau’idzotul hasanah yang disampaikan oleh Dr. KH. Reza Ahmad Zahid. Dalam mau’idzohnya Abah Reza menyampaikan bahwa forum Bahtsul Masaa’il merupakan media pertemuan antara wawasan umum dengan kutubuturots. Dengan itu Bahtsul Masaa’il patut disebut sebagai majma’al bahroin (pertemuan dua samudra ilmu).
Disusul dengan acara sowan, seluruh delegasi Bahtsul Masaa’il Kubro bergegas untuk menuju ndalem Ning Hj. Ita Rosyidah Miskiyah. Wajah beliau yang ramah dan hangat menyambut kedatangan seluruh delegasi yang hendak sowan. Beliau mengatakan bahwa momentum Bahtsul Masaa’il Kubro ini merupakan embrio lahirnya ulama perempuan. Dimana perempuan memiliki andil dalam menentukan hukum sesuai maslahah dan mafsadah yang ada. Ini membuktikan bahwa kedudukan perempuan tidak sekedar ditempatkan posisi kedua setelah laki-laki. Perempuan bisa berdaya, mandiri dan berdikari dengan akal dan intelektualnya.
Mengingat seorang ulama perempuan yang bernama Sayyidah Nafisah merupakan sosok guru dari seorang Mujtahid Fuqoha’ yang sampai saat ini keilmuannya menjadi rujukan umat Islam dunia, beliau adalah Imam Syafi’i. Peran perempuan dalam intelektual sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, forum Bahtsul Masaa’il ini diharapkan menjadi tombak lahirnya regenerasi ulama perempuan masa kini untuk Indonesia yang lebih maju.