Motivasi Gus Melvin Dalam Acara Ceremony Muhafadhoh Akhirussanah
Dalam acara Ceremony Muhafadhoh Akhirussanah pada Rabu malam, 21/02 terdapat banyak momen yang sangat mengat’sar pada benak hati santri Al-Mahrusiyah. Apalagi kalau bukan kalam-kalam dawuh beliau yang melejitkan semangat santri di saat acara berlangsung dengan rintik hujan gerimis yang membasahi tubuh santri. Ya, untuk Ceremony Muhafadhoh tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Ceremony tahun ini berlangsung serentak di halaman gedung MA Al-Mahrusiyah dengan seluruh santri.
Pada Mauidhohtun Hasanah yang di bawakan oleh Gus Melvin, terdapat banyak pesan-pesan yang sangat penting mengenai bekal atau syarat seorang santri ketika menuntut ilmu. Salah satu pesan beliau mengutip pada nadzom Kitab ألالا mengenai enam syarat dalam mencari ilmu:
ذكاءوحرص واصطبار وبلغة#وإرشاد أستاذ وطول زمان
Syarat mencari ilmu itu ada enam perkara”Akal yang cerdas, semangat dalam belajar, sabar atas cobaan, biaya atau bekal dalam belajar, guru yang mengajarkan dan terakhir lamanya waktu”.
Selain mengutip dalil tadi beliu juga turut menjelaskan secara detail mengenai dalil Kitab yang di cetuskan oleh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur.
Pertama ذكاء (akal yang cerdas), berati santri harus memiliki pikiran yang digunakan secara maksimal, dalam artiyan santri tidak boleh malas berikir untuk memikirkan tentang ilmu yang di ajarkan dalam pesantren. Santri harus menggunakan pikiran mereka baik untuk Mudzakaroh, Muroja’ah ataupun musyawaroh. Intinya berkaitan Ilmu.
Kedua حرص (semangat), santri harus mempunyai ambisi dalam belajar, ketika seorang santri belajar terdapat keinginan untuk mengusai ilmu yang di ajarkan oleh seorang guru walaupun toh tidak faham.
Ketiga اصطبار (sabar), cobaan yang berbentuk apapun, seorang santri harus tegar untuk menghadapinya. Beliau mengambil contoh kecil yang terjadi di pesantren kang santri sering mengalami sakit Kudis ”jawanya sakit gudikan” ataupun masalah lain dalam belajar seorang yang menuntut ilmu harus sabar mengahadapinya.
Keempat بلغة (biaya), selain tadi seorang penuntut ilmu juga harus memiliki biaya atau bekal dalam proses menuntut ilmu.
Kelima إرشاد أستاذ (guru yang mengajarkan), seorang penuntut harus memiliki seorang guru yang mengajarkan ilmunnya, dalam artiyan harus memiliki sanad yang jelas. Seperti ungkapan oleh ulama tasawuf Imam Abu Yazid Al-Busthami yang juga terdapat Tafsir Ruh Al-Bayan, karya Isma’il Haqqi Al-Hanafi:
من لم يكن له شيخ فشيخه اليطان
“Barang siapa yang tidak memeiliki guru, maka gurunya adalah setan”
Keenam طول زمان (lama waktunya) hal ini sering di salah artikan oleh kalangan santri, kebanyakan santri memahami طول زمان adalah lamanya santri dalam mondoknya, tetapi seorang yang menjadi Rektor ITAMA (Institut Teknologi Al-Mahrusiyah) mengartikan bahwa lama yang dimaksut disini adalah lama dalam Muthola’ahnya, Mudzakarohnya dan Muroja’ahnya.
Menjelaskan tutor dalam menuntut ilmu, beliau juga menjelaskan mengenai bahayanya penuntut ilmu dengan dua perkara. Pertama, bahayanya ilmu apabila tidak di amalkan. Seperti maqollah ولم يكون علم حتى يكون عمل “tidak akan menjadi ‘alim seorang penuntut ilmu kecuali ia mengamalkannya”. Gus Melvin juga menuturkan seorang penuntut ilmu tidak akan bisa menyebarkan ilmunya, sebelum ia mengamalkan pada dirinya sendiri. Kedua, bahayanya seorang penuntut ilmu apabila tidak menuntaskannya proses belajarnya.
Demkian beberapa pesan yang di sampaikan seorang yang juga menjadi dosen di Universitas Islam Tribakti ini. Harapan beliau para santri agar terus meningkatkan kualitas belajar dan semangat dalam belajar.