Istilah tamat merupakan suatu hal yang khidmat, khidmat untuk merenungi betapa banyak perjuangan selama menempuh pendidikan, seperti belajar, hapalan, musyawarah semua dilakukan. Atau merenung karena sebuah penyesalan, menyesal sebab terlalu banyak melalaikan waktu, kurang fokus dalam belajar, hingga tak terasa sebentar lagi diberi amanah untuk menjadi pengajar, bukan yang diajar.
Tak perlu menyesal dan gusar, karena tamat hanyalah sebuah akhir dari lingkup jenjang pendidikan, dalam belajar tidak ada kata tamat, Syeikh Az-Zarnuji menuqil sebuah hadis
اُطْلُبُوْ الْعِلْمُ مِنَ الْمَهْدِ اِلَي الْلَحْدِ
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”
Meskipun sudah tamat, jadi pengajar atau jadi profesor sekalipun, manusia sejatinya diperintah untuk selalu belajar sepanjang waktu.
Dalam Buku Pesantren Lirboyo: Sejarah, Peristiwa, Fenomena, dan Legenda. KH. Ahmad Idriz Marzuqi menyampaikan nasihat penting, terlebih bagi santri yang akan menamatkan jenjang madarasahnya:
Walaupun selama menuntut ilmu itu belum bisa untuk menguasai dan memperdalam ilmu yang dimiliki, Yai Idris tetap menekankan untuk tidak berputus asa, tetap muthola’ah (mengulangi pelajaran) dan yang paling penting selesai hingga lulus madrasahnya, sebab ketika sudah lulus itu ada nilai tersendiri, bahkan yang belum bisa apa-apa, insyaallah nanti jadi paham perihal ilmu yang sudah dipelajari.
Ketika ilmu sudah matang didapatkan dari pondok pesantren, alangkah baiknya untuk diajarkan, agar bermanfaat bagi masyarakat. Kurang baik kalau sudah tamat tapi terlalu fokus terhadap pekerjaan, nanti kurang maksimal ketika menyampaikan ilmu di tengah-tengah masyarakat.
Penguasaan ilmunya sudah matang, bisa menjawab berbagi macam persoalan di masyarakat, tapi kalau ngajinya tidak istiqomah itu juga kurang baik, beliau berpesan, “Jangan sekali-kali mengandalkan kecerdasan otak, namun andalkanlah rajin dan tekun mengaji.”.
Semoga kita dapat mengambil ibrah dan manfaat dari Nasihat yang disampaikan beliau.
Sekian, Semoga Bermanfaat.
Wallahu A’lam.