web analytics

Nasihat Habib Luthfi Kepada Santri Al-Mahrusiyah: Mulai dari Sejarah, Ekonomi Hingga Literasi

Nasihat Habib Luthfi Kepada Santri Al-Mahrusiyah: Mulai dari Sejarah, Ekonomi Hingga Literasi
Putret Habib Muhammad Luthfi sedang memberi mau’idzoh pada peserta ziarah santri Al-Mahrusiyah
0 0
Read Time:9 Minute, 3 Second

Moment Habib Luthfi (memegang mik) sedang memberikan Nasihat kepada rombongan ziarah Santri Al-Mahrusiyah, terlihat juga duduk dibawah dari kiri, Gus Melvin, Gus Reza dan Gus Nabil Aly Utsman.


Habib Luthfi bin Yahya merupakan Rais ‘Amm Jam’iyyah Ahl.i Thariqoh Al-Mu’tabaroh an-Nahdliyah  (Jatman) yang juga menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tahun ini rombongan ziarah Walisongo Santri Al-Mahrusiyah berkesempatan soan ke ndalem beliau. bertempat di Gedung Kanzus Sholawat Habib Luthfi banyak memberikan Nasihat, pesan, wawasan, motivasi dan kalam hikmah bagi para santri Al-Mahrusiyah.

Kemarin (06/01) malam setelah 4 hari kita melaksanakan rihlah ziarah Walisongo, Soan Habib Luthfi menjadi agenda untuk mengakhiri perjalanan. Beliau bercerita bahwa para auliya yang masih hidup ataupun yang sudah tidak ada  (meninggal) itu kehidupannya sama, hanya berbeda alamnya. Para auliya itu kehidupan di barzahnya sebagaimana hidupnya di dunia, yang di dunia ahli baca al-qur’an. Tahfidzul qur’an, nderes al-qur’an di dalam kubur sampai detik ini masih medawamkan qiro’atil qur’an, yang ahli qiyamulail masih qiyamullail, yang ahli dzikir masih dzikir. Hanya saja disana memperbaharui amal-amalnya atau tajdidul amal, maka masih mendapat pahala karena tajdidul amal, itu perjalanan kehidupan jami’ karomatul auliya’.

Maka apapun bacaan yang kita pakai saat ziarah, menggunakan assalamualaikum ya ahlal kubur atau solatullahiyasadatitu sama saja. Apapun bacaannya semua pasti dijawab. Ketika kita berdiri ikut berdiri, ketika imam Al-Fatihah beliau ikut Al-Fatihah, ketika kita baca tahlil beliau juga baca tahlil. Jadi, ziarah itu tidak ada yang tidak laku, yang tidak laku yaitu adab dan dzon (prasangka) kita yang tidak sama. Maka penting bagi kita untuk mengutamakan husnudzon (prasangka baik) dan adab kita.

“sek ora payu iku adab karo dzon sek ora podo, maka kita harus utamakan husnudzon dan adab”. tutur beliau.

Kemudian beliau menjelaskan bahwa tahlil yang dikirim kepada para auliya itu sangat mudah diterima dan mendapatkan wushul (sampai kepada Allah Swt). “tahlil itu gampang sekali mendapatkan wushul ila hadroti maqbul, maka kalo thoriqoh itu pasti robithoh dulu pada dirinya karena wushulnya lebih cepat, tapi kalau tidak robithoh dulu maka susah, sama halnya jika kalian mau belajar ngaji entah itu jawahirul maknun, alfiyah, jurumiyah, imrithi, atau lainnya maka sebelum belajar atau buka pelajaran harus istihdor (membayangkan/ menghadirkan) wajah sang murobbi (guru). Bagaimana guru mengajar, cara memebaca kitab, nasehat-nasehat sang guru juga harus di hadirkan dalam diri kita. Insyaallah kitab yang kita baca cepat nyantel (masuk). Itu adalah rahasianya, nah kalo orang toriqoh itu istihdor dulu pada guru mursyidnya, maka akan lebih ceoat wushul, begitu juga saat kita ziarah kubur, meskipun kalian ngantuk tapi doa kalian tetap diterima, karena apa? Ya karena doa kalian dibarengi oleh orang-orang yang diterima doa nya”. Lanjut Ulama yang menempati urutan ke-32 Tokoh Muslim berpengaruh di  Dunia ini.

Santri Putri Al-Mahrusiyah Foto bersama

Begitulah hebatnya ziarah. Amin-nya kita diamini para auliya itu juga membuat do’a kita terkabul. Selanjutnya ziarah itu mengenalkan kita sampai ke Baginda Agung Muhammad Saw, karena menceritakan orang-orang yang sholeh, maka hal itu menjadi sebab turunnya rahmat. Dengan menambah mahabah pada auliya dan ulama. Maka secara logika yang kita ziarahi mempunyai andil besar dalam dakwah sesuai zamannya masing-masing, terutama Walisongo.

 “beliau-beliau itu tak hanya ahli pegang tasbih, atau jalan ndingkluk saja. Namun juga merupakan orang-orang ekonom, ahli pertanian, obat-obatan, kedokteran, antropolognya matang. Maka tak heran ketika Walisongo masuk tidak lewat negara lain namun melalui jalur sutra. Inilah pentingnya kalian belajar sejarah.” Terang Angota Dewan Pertimbangan Presiden ini.  Beliau bahkan menegaskan pada kita bahwa belajar sejarah itu sangat penting.

“Saya ceritakan ini ya, jadi Madinah itu dulu namanya Yatsrib. Yatsrib ini ada jalan menuju ke China atau disebut Timur Laut. sebagian bangsa Arab sudah trans dari China, banyak keturunan panglima besar di dinas dari keturunan Arab, makanya jangan kaget kalau Rasulullah bersabda, Utlubul Ilma Walaubissin”. Tutur beliau

 “Nah yang ada pada waktu itu adalah barter dari orang Arab yang ahli buat kimia, seperti roket itu buatan China, tapi alat-alat yang bisa buat roket semua dari Arab. Maka jangan kaget kalau dahulu orang Arab pada abad itu sudah berpakaian rapi, bersitrul aurat(menutup) karena memang perintah dari Allah Swt. Untuk para muslimah menutup aurat sampe 3 M atau 4 M yg besar. 3 M tidak cukup mustahil harus berjilbab tanpa penutup, maka Allah tidak memerintahkan jika belum ada kain yang bisa di pakai, karena mustahil kita disuruh makan tapi nggak ada nasinya.”

Setelah ngendiko seperti itu ternyata ada santri yang ngantuk, beliau tidak menyalahkan karena maklum lagi capek semua. “Ngantuk ilmune ilang lo, gek wae aku ngomong sampe dower. Nek kesel yo tak maklumi.” (ngantuk ilmunya hilang, baru saja saya bicara sampe kesel, tapi kalo capek ya saya maklumi) beliau sambal tertawa, disusul tawa para dzuriyyah dan seluruh peserta ziarah.

Lanjut bercerita tentang Walisongo, mengapa Walisongo tidak dakwah di negeri Arab atau Semenanjung Arabia yang lebih maju culture atau budayanya? Sama saja dengan kisah Rasulullah saat di suruh untuk berhijrah. Allah justru memerintahkan dari Makah ke Madinah, kenapa? Apakah karena tertekan? Tentu tidak. Tapi wahyu hijrah itu bukan karena tekanan tapi memang takdir mubram (takdir yang tak bisa dirubah). Ada peristiwa ataupun tidak, tetap saja harus berhijrah. 

Karena apa? Karena ekonomi adalah hal yang sangat penting, pendapatan pertanian sangat kecil secara ekonomi tidak mungkin bisa mencukupi per-tahun. Di dalam jama’ah haji sayyid Hasyim menyembelih 50.000 ekor kambing untuk menjamu tamunya. Maka dari situlah auliya memikirkan bahwa ekonomi itu sangat penting sekali untuk masa depan. Beliau mengingatkan kita apabila kita menjadi ulama dan bisa mendirikan pesantren maka jangan lepas dari kemandirian perekonomian. “Contohnya, kalian kalo jadi ulama, terus mendirikan pesantren maka jangan lepas dari ekonominya. Ekonomi harus diutamakan, punya mesin pesantren, punya sumber ekonomi bukan sumber promosi saja, tapi juga harus mandiri” begitu pesan beliau.

Dahulu Rasulullah hijrah yang dibangun itu sarana ibadah, pendidikan, dan ekonomi. Seperti Pelabuhan Yanbu’ yang terkenal dengan alaminya. Bagaimana Rasulullah memutar untuk kesejahteraan umat, hingga makmur. Perkembangan ekonomi luar biasa yang dahulu islam menghutang kini islam yang menghutangi. Rasulullah selalu mengayomi. Sampai ada Perjanjian Madinah, yang berisi kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, larangan berbuat jahat. Itu sudah dibagi secara adil dan sudah dilakukan bidang toleransi oleh Baginda Nabi. “Jadi kalau sekarang kita ngomong toleransi itu ketinggalan jauh kalau kita lihat perjanjian Madinah, wes telat awake dewe (sudah telat kita)” tegas beliau.

“Setelah itu perjuangan diteruskan oleh Walisongo, kakek moyangnya Walisongo melalui India China, bukan islam asal india atau china, tapi melalui india dan china, jangan salah paham!” beliau menegaskan kata jangan salah paham karena memang orang-orang sering salah paham antara “melalui” dan “berasal”. Hal inilah yang melatarbelakangi daerah tersebut ekonomi dan pertaniannya luar biasa. Para auliya kakek moyangnya Walisongo, dari Al Imam Abdullah Azmatkhan sampai Al Imama Jamaludiin Husein, ayahnya Jamaludin Husein menjadi tokoh perdamaian yang luar biasa.

Setelah ngendiko panjang lebar beliau masih meneruskan pesan selanjutnya yaitu kita harus belajar beradaptasi. Karena di India mayoritas agamanya Hindu sama seperti di Indonesia dan di China yaitu Budha maka para wali sebelum ke Indonesia belajar beradaptasi. Para Walisongo memasuki Indonesia melalui jalur ekonomi.

“Walisongo itu jalur masuk Indonesia melalui ekonomi, bukan dari jihad allahuakbar, allahuakbar itu bangun marketing, allahuakbar bangun alfamart, bangun perguruan tinggi, haha” Jelas beliau disusul tawa ringannya.

“Maka wajar ketika Malik Ibrahim diangkat menjadi Menteri ekonomi dan pertanian, karena mereka itu berusaha luar biasa untuk mengembangkan ekonomi. Kemudian Sunan Ampel diangkat menjadi menteri keuanganan, yang diangkat agamanya berbeda. Nah apakah itu juga salah satu toleransi, kita ketinggalan lagi kalo lihat kesana, paham nggeh?” tanya beliau.

Maka keberhasilan seorang wali tidak hanya saat masih hidup saja, melainkan saat sudah wafatpun masih bisa mengembangkan ekonomi masyarakat. Coba bayangkan saja jika di Ampel itu tidak ada Sunan Ampel apa laku dagangannya? Di Sunan Giri tidak ada maqam Sunan Giri, di Kadilangu tidak ada Maqam Sunan Kalijaga, apa ramai peziarah? Tentu tidak. Pasti sepi sangat sepi, tak mampu mendatangkan berpuluh-puluh bus. Begitu logikanya. Kalau kita sudah mati bisa apa?

Kemudian beliau menasehati kita untuk selalu membayangkan kerja kerasya orang tua. Karena orang tua hanya ingin melihat anaknya agar tidak memalukan dirinya di depan Allah Swt. Ketika kita sudah membayangkan kerja keras orang tua, kita pasti akan maju, menghemat uang, dan tentu punya keinginan untuk tidak mengecewakan orang tua, dan membanggakan orang tua kita. Maka  ketika pulang dari pondok, kita hanya perlu dua keinginan yaitu: pertama, tidak mengecewakan orang tua. Kedua, tidak mengecewakan guru dan yai.

                                    

“Wes gausah tirakat nemen sek ujunge males, intine sinau sek temen, ngene iki aku tau dadi santri awit tahun 59 sampe 82. kulo due anak bidin iku iseh ngaji bandongan , dsb” (sudah tidak usah tirakat terlalu yang ujungnya malas, intinya belajar yang mempeng. Aku seperti ini karena dulu aku juga santridari tahun 59 sampai 82, aku punya anak Bidin itu aku masih ikut bandongan dsb.) tutur beliau dengan nada mengingat.

Beliau menegaskan lagi bahwa kita pulang dari pondok itu membawa Amanah, jadi jangan mengecewakan. “jadi kita di pondok pesantren itu, pulang akan membawa amanah, maka saya ulangi Jangan mengecewakan orang tua dan poro yai”. Tegas beliau.

“koe nek pengen dadi wali gede sek langsung metu karomahe iku syarate loro tok, siji taat karo wong tuwo, loro taat karo guru, ilmune sundul langit tapi ra gelem taat karo guru karo wong tuwo iku ojo ngarep-ngarep metu madune metu karomahe”. (Kalian kalau pengen menjadi wali yang besar maka syaratnya dua, yaitu taat sama orang tua dan kedua taat dengan guru, sama saja ilmu nya tinggi tapi tidak taat pada keduanya jangan berharap turun karomahnya). Saran beliau sambil terenyum lebar.

Ada hal yang membuat saya sangat terkesan bahkan saya tersindir. “kedua, catat mencatat. Iki mau kiro-kiro selama perjalanan 4 hari wes gawe tulisan rihlah ngono kui durung?” (Kedua, catat mencatat. Tadi kira-kira selama perjalanan 4 hari sudah buat tulisan belum?) tanya Habib Luthfi. Beliau menanyakan selama rihlah sudah di tulis belum, dalam hatiku “Tentu bib, tentu sudah kami abadikan momen-momen kita” rasanya hati sangat Bahagia dan damai. Jadi ini yang dimaksud ayat itu.

“Coba santri nulis perjalanan ziarah seko sunan iki, terus lanjut nang iki sunan sopo, yai sopo, opo sek mok weruh, terus jenengi opo terserah rihlatussantri min lirboyo, maka tahun depan adik-adik generasi penerus bisa tau kalau mas dan mbak-mbaknya mondok di Lirboyo diajari ziarah karo yai ne. itu luar biasa untuk kenangan. Ini riwayat yai siapa terus di tulis, Yai lirboyo siapa di tulis, begitu” pesan beliau untuk seluruh santri.

Mungkin orang lain biasa saja mendengar beliau ngendiko seperti ini, tapi bagi saya sebagai kuli tinta atau jurnalis, hal ini semacam air yang tiba-tiba muncul ketika kita sedang sangat dahaga di gurun pasir. Sangat menyegarkan, semoga teman-teman Santri Jurnalis juga dapat merasakan betapa bahagianya jika membaca tulisan ini.

Kemudian pesan terakhir beliau yaitu sebelum kita membahagiakan orang lain, kita harus menciptakan kebahagiaan dulu di pesantren tanpa merendahkan pesantren atau yai yg lain. Mauidzohasanah selesai, dilanjutkan doa yang dipimpin oleh beliau. 

Penulis: laelizakiaa_

Editor  : Elnahrowi

 

About Post Author

elmahrusy16

Elmahrusy Media Merupakan Wadah literasi dan jurnalistik bagi santri, alumni dan pemerhati Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusiyah
Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like