Ngaji Gus Reza: Mengapa Harus Hemat Bicara?
Puasa merupakan salah satu pilar dan sendi agama Islam. Di antara keutamaan puasa antara lain ialah penyandangan kata “Puasa” dengan “Dzat Yang Maha Kuasa” sebagaimana tercermin dalam hadist qudsi:
كل حسنة بعشر أمثالها إلي سبعمائة ضعف إلا الصيام فانه لي وأنا أجزي به
“Setiap amal kebajikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat (pahalanya), kecuali puasa. Sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Hakikat puasa ialah menahan diri dari syahwat (keinginan), bukan hanya sebatas meninggalkan minum dan makan. Ini yang sering kita salah artikan, luput dari perhatian, dan lemah dalam ingatan. Sebagaimana yang dijelaskan Imam Ghozali di dalam kitabnya, Mukhtashor Ihya’ Ulumuddin yang artinya:
“Adakalanya seseorang tidak menghasilkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan payah, karena yang dimaksud oleh puasa itu adalah menekan syahwat dan bukan hanya terbatas pada ketiadaan makan dan minum. Barangkali ia memandang yang terlarang, melakukan menggunjing, mengadu domba, atau berdusta. Maka semua itu dapat membatalkan hakikat puasa.”
Diterangkan didalam sebuah hadist, Rosululloh SAW bersabda:
الصلاة عِماد الدِّيْن، والصمت أفضل
“Sholat adalah tiang agama”
(Sebagaimana sebuah rumah yang tidak bisa berdiri kokoh tanpa adanya tiang yang menyangga)
والصدقة تطفئ غضب الرب، والصمت أفضل
“Shodaqoh dapat mencegah murkanya Allah”
والصوم جُنَّة من النار، والصمت أفضل
“Puasa sebagai tameng (perisai) dari api neraka”
والجهاد سنام الدين، والصمت أفضل
“Jihad merupakan punuknya agama”
(Artinya, jihad merupakan paling luhur-luhurnya agama apabila jihad tersebut dihukumi fardlu ‘ain. Dan yang dimaksud “punuknya agama” yaitu ibarat unta yang punuknya sudah kelihatan meskipun dilihat dari kejauhan)
Di dalam maqolah tersebut, Rosululloh SAW selalu menyertakan redaksi والصمت أفضل. Mengapa? Imam Nawawi mengemukakan alasannya di dalam Syarah Nashoihul Ibad, yakni:
- الصمت أرفع العبادة
Diam merupakan ibadah yang paling tinggi
- الصمت زين للعالم وستر للجاهل
Diam merupakan “perhiasan” bagi orang yang berilmu, dan “penutup” bagi orang yang bodoh
- الصمت سيد الأخلاق
Diam merupakan “Sayyidul akhlak”
- الصمت حِكَمٌ وقليل فاعله
Diam merupakan hikmah, dan “sedikit” orang yang melakukannya
Dalam Pengajian Kitab Ramadhan, Abah K.H. Reza Ahmad Zahid berpesan:
“Selamatnya seseorang itu karena ia selamat dari 3 hal, yakni:
- فضول الكلام (banyak cakap)
- فضول الطعام (banyak makan)
- فضول المنام (banyak tidur)
“Wis tho, nek selamet songko perkoro 3 iku bakal selamet uripe.” Dawuh Beliau dalam bahasa Jawa.
Di dalam hadist lain, Rosululloh SAW juga berpesan:
أم الآداب قلّة الكلام
Pokok dari adab (tata krama) adalah sedikit berbicara.
“Banyak bicara itu menandakan rendahnya adab seseorang. Makanya jangan banyak bicara. Dijaga lisannya.” Tutur Abah Reza.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi bahwasanya Rosululloh SAW bersabda:
أحب الأعمال إلى الله تعالى حفظ اللسان
“Amal yang paling disukai Allah adalah menjaga lisan.”
Akan tetapi perlu kita garis bawah bahwasanya “DIAM” yang dimaksud di sini adalah “Diam dari perkara yang tidak bermanfaat”. Adapun lisan yang digunakan untuk berdzikir, bersholawat dan beristighfar, maka itu lebih baik daripada diam.
أما الإشتغال بما فيه ثواب من نحو ذكر وقراءة القرآن وعلم فهو أفضل من الصمت
“Apabila sibuk dengan perkara yang di dalamnya tersimpan pahala, seperti dzikir, membaca Al-Qur’an, dan ilmu maka itu lebih baik daripada diam.”
Di bulan suci Ramadhan ini, mari kita perbaiki apa yang perlu diperbaiki, beramal dengan sebaik-baik amal, dan tinggalkan apa yang patut ditinggalkan. Hal ini bisa kita mulai dengan hal-hal kecil, seperti menjaga lisan. Karena terkadang lisan kita terlalu banyak mengucapkan hal-hal yang kurang bermanfaat, sehingga dapat menimbulkan mafsadat dan merenggangkan hubungan antar sesama umat. Walhasil, sesuai apa yang didawuhkan Abah Reza, selamatkan lisan agar hidupmu selamat. Wallahu a’lam.
Keren 👍