Pada sebuah momentum bahagia tepatnya di Malam Jum’at yang penuh barokah lagi malam terijabahnya do’a, Asrama Daru Zaenab dan juga Darur Rasyidah kembali menggelar haul manaqib KH Utsman Al-Ishaqi yang merupakan mertua dari Almarhum Almaghfurlah KH ImamYahya Mahrus.
Ning Hj Ita Rosyidah Misykiyah selaku pengasuh Asrama Darur Rasyidah dan juga Daru Zaenab sekaligus cucu dari Almarhum Almaghfurllah KH Utsman Al-Ishaqi, berkesempatan mengisi mauidzoh hasanah dalam acara peringatan haul KH Utsman Al-Ishaqi.
Beliau ngendikan, “Hari ini hari bahagia yakni Hari Jum’at yang banyak sekali faidah dan amalannya, diamana ketika diamalkan di hari Jum’at akan mendatangkan manfaat untuk diri kita sendiri, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat,” tutur beliau sebagai iftitah mauidoh hasanah.
Beliau juga dawuh, salah satu contoh amalan di Hari Jum’at yakni membaca surah Al-Khafi, kenapa surah Al-Khafi yang dalam tarjim Indonesianya gua? Padahal gua itu sendiri merupakan tempat yang gelap, sumpek, dan juga suram.
Hal ini tak lain karena dianjurkannnya membaca surah Al-Khafi di hari Jum’at itu untuk mendatangkan syafa’at. Yang mana pada ayat terakhir Surah Al-Khafi akan menyelamatkan kita dari fitnah dahsyatnya dajjal, selain itu Surah Al-Kahafi juga menjadikan pancaran atau cahaya diri kita.
Dan alhamdulillah kita disini ngalap barokah dari haulnya beliau KH Utsman Al-Ishaqi tepat pada hari Jum’at yang barokah. Meskipun Ning Ochi tidak sempat manggihi sugengnya Yai Utsman, beliau memiliki sekilas memori tentang Yai Utsman dari Ibunda beliau Nyai Hj Zakiyatul Misykiyah, putri kandung dari Yai Utsman.
Beliau bercerita, “KH Utsman itu sososk yang sangat perhatian dan berhati-hati. Ketawadhu’an beliau tecurah dalam sebuah kisah bahwa beliau itu ngafans dengan KH Abdul Karim,” tutur Ning Ochi mengawali kisahYai Utsman.
Beliau melanjutkan, bahwa Yai Utsman itu tidak menganggap diri beliau itu istimewa. Beliau ngefans kepada KH Abdul Karim karena ketawadhu’annya. Dan masyaallahnya saking ngefansnya beliau dengan KH Abdul Karim beliau berharap dapat menjadi bagian dari keluarganya.
Alhamdulillah sekarang telah terealisasi, putri beliau Nyai Hj Zakiyatul Misykiyah menikah dengan KH Imam Yahya Mahrus yang merupakan cucu dari KH Abdul Karim.
Ada suatu dawuh dari beliau, “Sing penting ngaji senajan anake wong tukang ngarit nek ngaji bakal dadi wong ngalim,” tutur Ning Ochi menyampaikan dawuh dari KH. Abdul Karim.
Maksud dari dawuh tersebut taklain adalah, karena ilmu itu didatangi bukan mendatangi. Selain itu interpretasi nyata dari ketawadhu’an Yai Utsman tergambar ketika beliau hendak sowan kepada KH Abdul Karim.
Dahulu ndalemnya Yai Abdul Karim itu di samping masjid sepuh, beliau mulai turun dari kendaraannya dan berjalan kaki menuju nadalemnya KH Abdul Karim itu dari perempatan Lirboyo, yang terhitung jauh dari ndalem.
Dari situ sebagai seorang santri hendaknya dapat berakhlaq dan beradab selayaknya Yai Utsman. Ning Ochi juga berpesan, “Perbanyaklah memandang orang alim. Meskipun belajar dari kita bisa, hanya itulah referensi yang kita dapat. Tapi, kalau kalian melihat ahwalnya guru, maka akan mendapat kombinasi referensi dari berbagai kitab,” nasihat putri bungsu Nyai Hj Zakiyatul Misykiyah kepada para santriwati.
Selain tawadhu’ beliau juga sosok yang menjaga adab, dan cara berdakwah beliau itu lembut selayaknya dakwah wali songo. Pernah saya diceritakan kisah oleh ibunda saya begini, “Za (panggilan Yai Utsman kepada Ibu Nyai Zakiya), kamu tahu ngga ayam itu kalo pagi bunyinya seperti apa? Bunyinya itu bukan kukuruyuk tapi udzkurullah,” cerita beliau.
Lalu nyambungnya apa, yaitu mengingatkan kepada mahluk Allah saatnya berdzikir kepada Allah. Maka dari itu, mumpung berada di pondok pesantren perbaikilah diri kalian, akhlaq dan adab kalian.
Karena pondok pesantren bukan tempatnya anak-anak brutal, melainkan tempatnya orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Yaitu dengan menjaga apa-apa yang masuk kedalam tubuh kita. Karena itu dapat menjadi sebab musabab lancar atau tidaknya kita tholabul ilmi. Waallahu a’lam.