web analytics

Obat Penyakit Hati

Obat Penyakit Hati
0 0
Read Time:5 Minute, 28 Second

Sebagai manusia yang lemah, pastinya cobaan sakit pernah dialami oleh setiap individu, baik itu sakit jasmani seperti, batuk, demam, sakit gigi dan banyak lagi lainnya, tidak perlu disesali, sebab fitrah kita menjadi makhluk Allah swt patut untuk menerima hal itu, malahan penyakit yang kita alami merupakan bentuk kasih sayang  Sang Kholiq pada manusia, terdapat satu hadist shohih yang mengatakan bahwa jika kita sakit akan menggugurkan beberapa dosa seorang insan, diriwiyatkan oleh Imam Muslim,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,

Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya.” (HR. Muslim).

Kalau dikonsep seperti halnya hadist Rasulullah, berarti sakit yang kita alami merupakan salah satu nikmat yang diberikan Sang Pencipta kepada makhluqnya, lantas, patutkah kita untuk grundel terhadap sakit yang kita alami? Amatilah firman Allah Swt dalam Surat Ar-Rohman yang diulang sebanyak 31 kali,

فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Artinya: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Dari ayat diatas menegaskan kembali bahwa disetiap detik kita bernapas terdapat banyak kenikmatan dan keberkahan, bayangkan saja, anda tidak diberi napas, pastinya akan sesak kemudian meninggal mendadak, seperti itulah gambarannya, setiap hembusan nafas, kita masih dapat melihat, ataupun tidur sekalipun merupakan qodrat dari sang maha kuasa, sebagai makhluk tentunya ibadah dengan taat merupakan sarana yang pas untuk bersyukur kepada Yang Maha pengampun (Al-Ghoffur).

Lalu bagaimana dengan halnya penyakit sebangsa hati, seperti sombong, munafik, dan bohong? Apakah konsep bersyukur merupakan salah satu solusinya? Salah kaprah jika sampai seseorang bangga apalagi sampai mengatakan kalau saya bersikap bohong merupakan salah satu ketentuan Allah yang tidak bisa saya hindari. Perlu diketahui, mengenai penyakit hati, Imam Al Ghazali mengingatkan tentang hal ini dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ Ulumuddin, beliau mengutip dawuhnya Rasulullah Saw,

ثلاثٌ مُهلِكاتٌ : شُحٌّ مُطاعٌ ، و هوًى مُتَّبَعٌ ، و إعجابُ المرءِ بنفسِه

“Ada tiga sifat yang dapat membinasakan manusia, sikap bakhil yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan merasa bangga dengan diri sendiri (ta’ajub)”

Tanpa disadari, perasaan-perasaan seperti ini berada di setiap akal dan pikiran manusia, terkadang sampai membuat nyaman, tanpa memikirkan perbuatan-perbuatan kotor yang dilakukannya, dan bahanya membuat sikap kebaikan, kebersamaan, dan kegotong royongan akan binasa. Lantas, bagaimana cara untuk melawan penyakiit hati?

Pertama, sikap untuk dermawan terhadap harta yang dimiliki merupakan perbuatan yang pas untuk meminimalisir perilaku bakhil, sebab, jika kita kita bakhil bukannya harta terus bertambah, melainkan kemungkinan terbesar akan terkena musibah, alasannya

وقال صلى الله عليه وسلم: {الصَّدَقَةُ تَرُدُّ البَلاَء وَتُطَوِّلُ العُمْرَ.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sedekah itu menolak bala dan memanjangkan umur”

Sedekah pun tidak harus dibuat sulit, sedekah juga tidak identik dengan harta yang banyak, cukup dengan bersedekah sesuai kemampuan kita dan tentunya diberikan kepada orang yang membutuhkan, disebutkan dalam suatu hadist.

اِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ (رواه البخاري

Artinya: “Jagalah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan sedekah separuh dari biji kurma.” (HR Al-Bukhari). Maka dari itu, banyak-banyaklah bersedekah!

Poin kedua diwujudkan dengan melawan hawa nafsu, sebagai Khalifatullah di bumi, manusia diberi nikmat berupa nafsu, kita diberi kenikmatan makan, tidur, minum dan sebagainya, berawal dari adanya nafsu. Pada dasarnya nafsu adalah kecondongan jiwa seorang manusia terhadaap sesuatu yang disukai, jika condongnya tidak melanggar syari’at maka tidak masalah, tetapi, jika sampai melanggar, seperti mabuk-mabukan, zina ataupun mencuri itu termasuk perilaku tercela.

Coba kita merefleksi melalui filosofi prinsip kehidupan yang diajarkan oleh Sayid Maulana Malik Ibrahim (Sunan Ampel) yaitu Moh Limo, Moh Madhat/ tidak ingin mabuk, Moh Madon/ tidak mempermainkan Wanita, Moh Main/ tidak bermain judi, Moh Minum/ tidak meminum arak maupun khamr dan Moh Maling/ tidak mencuri, ini bisa kita terapkan sebagai suatu upaya untuk melawan hawa nafsu yang melanggar syari’at.

Terakhir, bersikap tawadhu’ untuk menghindari ta’ajub, perilaku bangga terhadap diri sendiri  harus dihindari, walaupun memiliki gelar mentereng, nasab mulia, harta yang banyak, sikap tawadhu’ tetap prioritas utama, belajar  dari ilmu padi “Semakin berisi semakin merunduk.”. didalam kitab Nashaih al-Ibad karya Syeikh Nawawi Al-Bantani terdapat resep-resep untuk menghindari sikap ta’ajub, beliau menuqil dawuhnya Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani Radhiyallahu ‘anh, keterangan itu berbentuk sya’ir seperti ini:

إذا لقيت أحدا من الناس رأيت الفضل له عليك وتقول عسى أن يكون عند الله خيرا مني وأرفع درجة،

“Ketika  kamu bertemu dengan seorang manusia, pandanglah bahwasanya ia memiliki keutamaan yang lebih dari dirimu, juga berasumsilah bahwasanya dihadapan Allah ia lebih baik dan tinggi derajatnya.

فإن كان صغيرا قلت هذا لم يعص الله وأنا قد عصيت فلا شك أنه خير مني،   “

“Tatkala melihat orang yang lebih muda, anggaplah ia belum memiliki dosa kepada Allah, sementara saya telah berdosa kepada-Nya, dengan begitu orang muda tersebut lebih baik ketimbang saya.”

وإن كان كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلي،

“Sama halnya dengan orang tua, mereka telah terlebih dahulu beribadah, kalau begitu orang tua itu lebih baik daripada saya.”

وإن كان عالما قلت هذا أعطى ما لم أبلغ ونال ما لم أنل وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه،

“Ketika melihat orang alim, pandanglah ia telah memberikan sumbangsih dengan ilmunya, dan saya belum mampu melakukan itu, dia juga telah mengetahui dan mengamalkan apa yang belum saya ketahui.”

وإن كان جاهلا قلت هذا عصى الله بجهل وأنا قد عصيته بعلم ولا أدري بم يختم لي أو بم يختم له،

“Disaat melihat orang bodoh, katakan, bahwa ia melakukan dosa kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan saya melakukan dosa dalam keaadaan sadar, saya tidak tahu bagaimana kelak saya berakhir atau bagaimana dia berakhir?”

وإن كان كافرا قلت لا أدري عسى أن يسلم فيختم له بخير العمل وعسى أن أكفر فيختم لي بسوء العمل.

“Juga, ketika melihat orang kafir, anggaplah ia akan berakhir dengan masuk islam serta mempunyai amal yang baik, dan bisa jadi saya berakhir kafir dengan amal yang buruk,”

Sya’ir yang disampaikan oleh Syeikh An-Nawawi Al-Bantani merupakan salah satu metode kita untuk bertawadhu’ kepada semua orang, entah itu lebih tua, muda bahkan orang kafir sekalipun tetap harus dihormati, itu semua bukan tanpa alasan, coba saja dalam kehidupan sosial yang selalu dikedepankan gengsi, maka situasi aman, nyaman dan tentram hanyalah ilusi.

Sebagai penutup, sebagai makhluk yang lemah, alangkah baiknya untuk selalu bermuhasabah diri, sadar kalau cobaan merupakah salah satu ujian dalam rangka meningkatkan kualitas taqwa dan iman, juga lebih berhati-hati kalau penyakit hati merupakan hal yang harus dihindari karena menimbulkan sesuatu merugikan diri.

 

Wallahu A’lam.

 

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like